Jeno William seorang CEO muda yang sangat tampan. Relasi kerjanya begitu banyak. Tak heran jika Jeno adalah pengusaha nomor satu di kotanya. Selain rumah dia pun memiliki beberapa apartemen, bahkan mobilnya pun berjejer rapi. Namun sayang, kehidupan asmaranya tidak semulus kariernya.
Jeno William adalah anak yatim piatu. Dia hidup sendiri dan membangun perusahaan sendiri. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang fatal. Waktu itu Jeno masih kecil dan dia harus kehilangan figur orang tua untuk selama-lamanya. Sejak itu Jeno dirawat dan dibesarkan oleh pamannya sampai kuliah. Setelah itu Jeno memutuskan untuk hidup mandiri dan membangun sebuah perusahaan.Jeno tumbuh menjadi laki-laki dengan tabiat yang sangat buruk dan dingin pada semua orang. Dia selalu menyakiti orang, bermain dengan wanita nakal, dan suka mabuk. Itu terjadi karena Jeno kurang kasih sayang dari keluarganya, tapi dia begitu disegani oleh relasi kerjanya di kantor.Pagi itu seperti biasa suara gebrakan keras pada sebuah meja membuat para staf kantor yang sedang bekerja menjadi kaget. Bahkan seorang OB hampir saja menjatuhkan sebuah cangkir. Untung saja dia cepat mengantisipasi cangkir tersebut sehingga tidak pecah. Jika pecah mungkin Jeno akan sangat marah."Huft ... hampir saja. Bisa-bisa upah kerjaku dipotong," keluhnya."Hati-hati, Nick. Jangan sampai terjadi lagi," kata Lauren sambil menepuk bahu Nick.Suara bisik-bisik para pegawai kantor yang membicarakan Jeno pada saat itu membuat kantor mendadak tegang. Pasalnya Jeno tiba-tiba marah tanpa sebab dan tidak ada orang di dalam ruangan tersebut selain Jeno."Ada masalah apa lagi dia?""Mungkin masalah pribadi atau seperti biasa masalah wanita," kata salah satu pegawai sambil tertawa lirih dan tangannya menutup mulutnya."Ssstt ... diam. Kembali kerja. Jika ketahuan kita bisa kena marah. Harimau kita sedang bangun," ledek seorang pegawai pria. Yang lain pun tertawa dan menggelengkan kepalanya.Kembali terdengar suara gaduh di dalam ruangan Jeno. Lalu terdengar umpatan dari mulut Jeno. Dari arah lift tampak sang sekretaris berlari masuk ke dalam ruangan Jeno. Sang sekretaris memberitahu bahwa pagi itu ada rapat."Tidak. Aku tidak ingin menghadiri rapat itu. Kau saja yang mewakili ku," perintah Jeno masih dalam keadaan ponsel menempel di telinganya. Pagi itu suasana hati Jeno sedang tidak baik. Mood pria tampan itu langsung anjlok manakala menerima telepon dari salah satu wanitanya dan sempat bertengkar. Sang sekretaris yang bernama Dave tidak ingin menambah ruyam suasana Jeno dan dia langsung pamit mengundurkan diri dari ruangan Jeno.Dave berdiri di depan pintu ruang Jeno. Pria itu menarik napas dan mengembuskan dengan memegang dadanya. Para pegawai memperhatikannya dan Dave pun memberi isyarat pada mereka untuk kembali bekerja.Dave meninggalkan tempat tersebut dengan membawa sebuah map. Lima menit kemudian Jeno keluar dari ruangannya tanpa basa-basi sedikit pun pada pegawainya. Biasanya Jeno selalu menyapa para pegawainya, tapi hari itu terlihat wajahnya sedikit tidak enak untuk dilihat. Jeno yang berdiri lama di depan ruangannya dengan ponsel berada digenggamannya, lalu Jeno memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan dia bergegas pergi menuju arah lift."Kenapa mukanya pahit begitu? Tidak enak sekali dipandang," celetuk seorang wanita yang duduk di kubikel paling depan."Hush, jaga mulutmu. Bisa fatal jika dia sampai mendengarnya."Mendadak suasana ruangan hening tak kala Jeno kembali masuk ke dalam ruangannya dan tak lama setelah itu dia keluar lagi membawa sebuah tas.Apakah Jeno akan hadir dalam rapat itu?Tentu tidak. Jeno sudah memberikan tugas itu pada Dave sang sekretaris. Jeno hanya mengambil tas dan akan menyerahkan semua berkas pada Dave.***"Kapan kau akan membooking ku lagi, sayang?" ucap seorang wanita yang menempel mesra pada Jeno.Jeno yang saat itu tengah menikmati Black Label sangat merasa terganggu dan risih pada seorang wanita yang bernama Clara. Jeno menggerakkan bahunya, hal itu mengisyaratkan pada Clara untuk tidak menempel pada lengannya."Kau bisa minggir tidak? Jangan menghancurkan suasana hatiku yang sedang kacau," bentak Jeno. Clara langsung merubah mimik wajahnya menjadi ketus. Wanita itu mendadak naik pitam. Dia merebut gelas yang ada ditangan Jeno dan menuangkan isi air yang ada di dalam gelas ke kepala Jeno.Tentu saja Jeno tidak terima dengan perlakuan itu. Jeno berdiri dan menarik kasar tangan Clara. Sebuah tamparan manis mendarat di pipi Clara yang putih mulut. Pipi itu langsung berubah menjadi merah karena tamparan dari Jeno."Kau pikir kau siapa, hah? Untung kau seorang wanita, jika kau seorang pria sudah aku patahkan tanganmu. Pergi dari hadapanku. Aku sudah muak melihat wajahmu dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku," usir Jeno pada Clara. Tiba-tiba Clara langsung bersujud di hadapan Jeno dan terisak menangis. Clara meminta maaf atas kekhilafannya beberapa menit yang lalu. Namun, Jeno sama sekali tidak mempedulikannya lagi. Justru Jeno berteriak memanggil security dan dua orang security segera mendatangi tempat duduk Jeno. "Bawa wanita ini pergi dari hadapanku dan pastikan dia jangan pernah mendekatiku lagi," perintah Jeno."Baik, tuan," sahut security itu. Clara pun langsung dibawa oleh petugas keamanan klub malam tersebut. Jeno memang adalah pelanggan istimewa di klub malam itu. Dia adalah member VVIP.Jeno menjatuhkan dirinya di sofa. Malam itu dia hanya ingin bersenang-senang. "Ah, wanita kurang ajar," cicit Jeno.Dari kegaduhan itu, seorang pria tua berjalan mendekati Jeno yang sedang duduk. Pria itu membawakan sebotol anggur merah untuk Jeno. Ya, siapa lagi jika bukan Tuan Roland."Tuan Jeno, maaf atas ketidak nyamanan yang terjadi beberapa menit yang lalu. Aku akan segera memecatnya.""Tidak perlu!" jawab Jeno ketus."Ah, Tuan Jeno. Ini ada sebotol anggur khusus untuk Tuan Jeno. Anggur ini sebagai permintaan maafku pada Anda." Roland meletakkan anggur merah itu di atas meja saat mendapat isyarat dari Jeno.Jeno meluruskan punggungnya dan menatap Roland yang saat itu masih berdiri di samping Jeno. Kemudian Jeno tersenyum miring. "Tuan Roland, tidak ada kah wanita di klub malam mu ini yang bisa memuaskan ku?""Tentu saja banyak, Tuan. Kau bisa memilihnya jika kau menginginkannya.""Ah, sudahlah. Aku sedang tidak nafsu untuk bercinta. Aku hanya ingin minum dengan sepuasnya. Kau boleh pergi sekarang." Jeno menggerakkan telapak tangannya. Roland pun segera pergi dari sana.Roland berjalan meninggalkan tempat duduk Jeno. Setelah beberapa langkah Roland berhenti dan membalikkan badannya."Huh, sungguh angkuh sekali dirimu. Jika bukan karena kau adalah pelanggan setia klub malamku ini, kau sudah aku usir dari tempat ini. Aku pun juga masih membutuhkanmu. Hal itu tidak bisa aku pungkiri," tutur Roland.Ryan begitu senang dan tidak bisa mengungkapkan kebahagiannya. Dia bahagia bisa hidup bersama dengan Rose. Kini Rose tidak lagi kesepian saat ditinggal Jeno kerja ke kantor.Seperti halnya pagi itu saat Jeno sedang sarapan. Jeno mengutarakan keinginannya untuk mempekerjakan Ryan di kantornya, tapi itu pun dia harus berdiskusi dan meminta izin pada Rose.Rose berpendapat semua terserah Ryan karena Ryan yang akan menjalaninya. Namun, semua kembali ke Ryan dan itu nanti akan dibicarakan bersama setelah Jeno pulang kerja.Setelah kepergian Jeno, Rose pun membereskan rumah dan berniat akan mengunjungi Ryan di rumah kecil di luar sana.Rumah kecil itu masih tertutup rapat. "Sepertinya anak itu belum bangun." Rose memutar kenop pintu dan ternyata terkunci dari dalam."Apa dia belum bangun?" pikir Rose. Kembali gadis itu memutar kenop pintu. "Kenapa harus dikunci segala sih?" keluh Rose mulai kesal pada adiknya sendiri."Kakak, sedang apa di sini?" Tiba-tiba Ryan sudah berdiri di belakang Ros
Satu jam setelah Rose selesai memasak. Gadis itu menunggu pujaan hatinya di ruang tengah. Beberapa kali Rose melangkah ke depan melihat gerbang. Di sana tampak dua orang penjaga sedang berjaga. Rose kembali melangkah ke ruang tengah sambil melipat tangannya di dada. Sesekali melirik jam yang menempel di dinding."Kenapa dia belum pulang?" dengus Rose.Saat mendengar deru mobil masuk, Rose langsung berlari ke depan. Rose kembali terkejut saat melihat siapa yang pertama kali dilihat oleh Rose."Ryan?" ucapnya lirih.Dari pintu sebelah Jeno keluar dan menatap Rose. Jeno tersenyum saat melihat Rose melangkah mendekati Ryan. Sang adik tersenyum dan merenggangkan kedua tangannya."Kak Rose, tidak rindu padaku?" ujarnya.Tanpa diberi aba-aba pun Rose langsung memeluk Ryan. Jeno melangkah mendekati keduanya yang sedang berpelukan. Rose merenggangkan pelukannya dan beralih menatap Jeno."Kenapa kau tidak bilang padaku?" "Aku berniat memberimu kejutan.""Bahkan aku lupa jika aku sedang marah p
"Kau tidak bisa menuduhku begitu saja. Aku bisa menuntut mu," ancam Jeff.Jeno membalikkan badannya menatap Jeff dan juga Paul. "Menuntut ku? Kau memperingatkan ku atau kau sedang mengancam ku? Bagaimana bisa kau menuntut ku?" Jeno memperlihatkan benda pipih yang berpindah tangan dari Sean ke Jeno. Lantas Jeno memperlihatkan sebuah video pada Jeff dan Paul. "Setelah melihat ini, apa kalian akan tetap menuntut ku?" Jeff dan Paul saling pandang. Mereka berdua merasa sangat heran pada pria yang berdiri di depan mereka. Jeff dan Paul merasa jika pria itu sangat ingin melindungi Ryan. "Ryan, kau bayar berapa mereka sehingga mereka seperti melindungi mu?" sungut Jeff pada Ryan. Ryan hanya bisa bengong karena memang dia tidak merasa membayar mereka. Ryan pun tidak mengenal siapa mereka."Jeff, jaga mulut mu itu," titah Martin. Martin paham betul siapa Jeno. Jeno adalah orang kaya nomor satu di kota itu bahkan dia bisa membuat orang menderita dan tersiksa hidup di dunia ini."Kenapa Tuan M
KLUNTANG!Sebuah benda jatuh ke lantai. Nampan yang dibawa oleh Ryan jatuh dan sajian yang dibawa oleh Ryan berceceran di lantai. Kejadian itu membuat Ryan menjadi pusat perhatian."Ryan, apa yang kau lakukan?" pekik Martin."I-ini ti-tidak seperti yang Anda lihat, tuan," ujar Ryan membela."Maksudmu apa? Jelas sekali ini kesalahanmu," seru Martin."Ti-tidak, tuan. Paul dan Jeff sengaja memasang kakinya agar aku tersandung." Ryan berusaha membela dirinya sendiri."Jangan menyalahkan orang lain. Lihatlah menu makanan yang sudah dipesan oleh pelanggan berserakan di lantai. Siapa yang rugi?" teriak Martin."Sa-ya yang akan mengganti biaya kerugiannya," ujar Ryan sambil menundukkan kepalanya."Huft ... cepat bersihkan lantainya," perintah Martin dengan jari telunjuknya mengarah ke lantai yang penuh dengan ceceran daging."Martin ...," panggil Jeno berjalan mendekati Martin. Martin pun membalikkan badannya dan terkejut melihat Jeno."Ma-maaf Tuan Jeno, atas keadaan yang tidak nyaman ini.
Paul dan Jeff sengaja ingin mengerjai Ryan kembali. Mereka berpikir jika Ryan melakukan kesalahan, Ryan akan kena tegur dan pastinya Ryan akan mendapat komplain dari pelanggan juga atau bahkan bisa dipecat?Hal negatif sudah meracuni otak Jeff dan Paul hingga menggunakan cara licik. Sebenarnya Jeff tidak mengetahui jika Paul juga menaruh hati pada Monica, akan tetapi Paul begitu menata rapi perasaannya. Pria itu sanggup memendam perasaannya begitu lama. Berbeda dengan Jeff yang takut jika wanita yang dia taksir diambil oleh orang lain, makanya Jeff begitu terlihat grusah-grusuh.Paul memberi isyarat pada Jeff saat Ryan masuk ke dapur memberikan sebuah kertas berisi pesanan menu."Dua Beef Wellington." Hans dengan cekatan membuatkan menu tersebut.Melihat hal itu Jeff mendekati Paul. Pria itu membisikkan sesuatu pada Paul dan Paul menggelengkan kepalanya. Jeff pun menjauhkan kepalanya dan mengangkat kedua tangannya. Paul mendekati Jeff dan memegang pundaknya."Jangan gegabah ambil tind
Sean terus memantau Ryan dari jauh. Gerak-gerik yang mencurigakan dari Jeff pun bisa ditebak oleh Sean. Terlebih lagi Paul, Sean bisa membaca cara Paul memanipulasi Jeff. Seakan Paul sedang mengincar sesuatu dari Ryan melalui kelemahan Jeff, tapi apa yang diincar Paul? Sedangkan Sean sendiri belum begitu mengenal Ryan, tapi tuannya sudah menyuruhnya untuk melindungi Ryan. Paul mencengkeram tangan Jeff dengan kuat. Paul pun menggelengkan kepalanya, lalu dibalas dengan isyarat oleh Jeff. "Kalian berdua sedang apa?" tanya Ryan yang tiba-tiba membalikkan badannya dan mendapatkan Paul sedang memegang tangan Jeff. Melihat wajah Ryan, Jeff tidak bisa menahan amarahnya. Jeff merasa jika Ryan tengah bermain-main dengan dirinya. Jeff tidak bisa menahan diri, laki-laki itu mengibaskan tangannya untuk berusaha melepaskan genggaman tangan Paul. Jeff langsung mengarahkan bogem mentah di muka Ryan hingga Ryan tersungkur jatuh dan mulut Ryan mengeluarkan darah. Paul langsung menarik tubuh Jeff m