Share

3. CEO Muda

Jeno William seorang CEO muda yang sangat tampan. Relasi kerjanya begitu banyak. Tak heran jika Jeno adalah pengusaha nomor satu di kotanya. Selain rumah dia pun memiliki beberapa apartemen, bahkan mobilnya pun berjejer rapi. Namun sayang, kehidupan asmaranya tidak semulus kariernya.

Jeno William adalah anak yatim piatu. Dia hidup sendiri dan membangun perusahaan sendiri. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan yang fatal. Waktu itu Jeno masih kecil dan dia harus kehilangan figur orang tua untuk selama-lamanya. Sejak itu Jeno dirawat dan dibesarkan oleh pamannya sampai kuliah. Setelah itu Jeno memutuskan untuk hidup mandiri dan membangun sebuah perusahaan.

Jeno tumbuh menjadi laki-laki dengan tabiat yang sangat buruk dan dingin pada semua orang. Dia selalu menyakiti orang, bermain dengan wanita nakal, dan suka mabuk. Itu terjadi karena Jeno kurang kasih sayang dari keluarganya, tapi dia begitu disegani oleh relasi kerjanya di kantor.

Pagi itu seperti biasa suara gebrakan keras pada sebuah meja membuat para staf kantor yang sedang bekerja menjadi kaget. Bahkan seorang OB hampir saja menjatuhkan sebuah cangkir. Untung saja dia cepat mengantisipasi cangkir tersebut sehingga tidak pecah. Jika pecah mungkin Jeno akan sangat marah.

"Huft ... hampir saja. Bisa-bisa upah kerjaku dipotong," keluhnya.

"Hati-hati, Nick. Jangan sampai terjadi lagi," kata Lauren sambil menepuk bahu Nick.

Suara bisik-bisik para pegawai kantor yang membicarakan Jeno pada saat itu membuat kantor mendadak tegang. Pasalnya Jeno tiba-tiba marah tanpa sebab dan tidak ada orang di dalam ruangan tersebut selain Jeno.

"Ada masalah apa lagi dia?"

"Mungkin masalah pribadi atau seperti biasa masalah wanita," kata salah satu pegawai sambil tertawa lirih dan tangannya menutup mulutnya.

"Ssstt ... diam. Kembali kerja. Jika ketahuan kita bisa kena marah. Harimau kita sedang bangun," ledek seorang pegawai pria. Yang lain pun tertawa dan menggelengkan kepalanya.

Kembali terdengar suara gaduh di dalam ruangan Jeno. Lalu terdengar umpatan dari mulut Jeno. Dari arah lift tampak sang sekretaris berlari masuk ke dalam ruangan Jeno. Sang sekretaris memberitahu bahwa pagi itu ada rapat.

"Tidak. Aku tidak ingin menghadiri rapat itu. Kau saja yang mewakili ku," perintah Jeno masih dalam keadaan ponsel menempel di telinganya. Pagi itu suasana hati Jeno sedang tidak baik. Mood pria tampan itu langsung anjlok manakala menerima telepon dari salah satu wanitanya dan sempat bertengkar. Sang sekretaris yang bernama Dave tidak ingin menambah ruyam suasana Jeno dan dia langsung pamit mengundurkan diri dari ruangan Jeno.

Dave berdiri di depan pintu ruang Jeno. Pria itu menarik napas dan mengembuskan dengan memegang dadanya. Para pegawai memperhatikannya dan Dave pun memberi isyarat pada mereka untuk kembali bekerja.

Dave meninggalkan tempat tersebut dengan membawa sebuah map. Lima menit kemudian Jeno keluar dari ruangannya tanpa basa-basi sedikit pun pada pegawainya. Biasanya Jeno selalu menyapa para pegawainya, tapi hari itu terlihat wajahnya sedikit tidak enak untuk dilihat. Jeno yang berdiri lama di depan ruangannya dengan ponsel berada digenggamannya, lalu Jeno memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan dia bergegas pergi menuju arah lift.

"Kenapa mukanya pahit begitu? Tidak enak sekali dipandang," celetuk seorang wanita yang duduk di kubikel paling depan.

"Hush, jaga mulutmu. Bisa fatal jika dia sampai mendengarnya."

Mendadak suasana ruangan hening tak kala Jeno kembali masuk ke dalam ruangannya dan tak lama setelah itu dia keluar lagi membawa sebuah tas.

Apakah Jeno akan hadir dalam rapat itu?

Tentu tidak. Jeno sudah memberikan tugas itu pada Dave sang sekretaris. Jeno hanya mengambil tas dan akan menyerahkan semua berkas pada Dave.

***

"Kapan kau akan membooking ku lagi, sayang?" ucap seorang wanita yang menempel mesra pada Jeno.

Jeno yang saat itu tengah menikmati Black Label sangat merasa terganggu dan risih pada seorang wanita yang bernama Clara. Jeno menggerakkan bahunya, hal itu mengisyaratkan pada Clara untuk tidak menempel pada lengannya.

"Kau bisa minggir tidak? Jangan menghancurkan suasana hatiku yang sedang kacau," bentak Jeno. Clara langsung merubah mimik wajahnya menjadi ketus. Wanita itu mendadak naik pitam. Dia merebut gelas yang ada ditangan Jeno dan menuangkan isi air yang ada di dalam gelas ke kepala Jeno.

Tentu saja Jeno tidak terima dengan perlakuan itu. Jeno berdiri dan menarik kasar tangan Clara. Sebuah tamparan manis mendarat di pipi Clara yang putih mulut. Pipi itu langsung berubah menjadi merah karena tamparan dari Jeno.

"Kau pikir kau siapa, hah? Untung kau seorang wanita, jika kau seorang pria sudah aku patahkan tanganmu. Pergi dari hadapanku. Aku sudah muak melihat wajahmu dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku," usir Jeno pada Clara. Tiba-tiba Clara langsung bersujud di hadapan Jeno dan terisak menangis. Clara meminta maaf atas kekhilafannya beberapa menit yang lalu. Namun, Jeno sama sekali tidak mempedulikannya lagi. Justru Jeno berteriak memanggil security dan dua orang security segera mendatangi tempat duduk Jeno. "Bawa wanita ini pergi dari hadapanku dan pastikan dia jangan pernah mendekatiku lagi," perintah Jeno.

"Baik, tuan," sahut security itu. Clara pun langsung dibawa oleh petugas keamanan klub malam tersebut. Jeno memang adalah pelanggan istimewa di klub malam itu. Dia adalah member VVIP.

Jeno menjatuhkan dirinya di sofa. Malam itu dia hanya ingin bersenang-senang. "Ah, wanita kurang ajar," cicit Jeno.

Dari kegaduhan itu, seorang pria tua berjalan mendekati Jeno yang sedang duduk. Pria itu membawakan sebotol anggur merah untuk Jeno. Ya, siapa lagi jika bukan Tuan Roland.

"Tuan Jeno, maaf atas ketidak nyamanan yang terjadi beberapa menit yang lalu. Aku akan segera memecatnya."

"Tidak perlu!" jawab Jeno ketus.

"Ah, Tuan Jeno. Ini ada sebotol anggur khusus untuk Tuan Jeno. Anggur ini sebagai permintaan maafku pada Anda." Roland meletakkan anggur merah itu di atas meja saat mendapat isyarat dari Jeno.

Jeno meluruskan punggungnya dan menatap Roland yang saat itu masih berdiri di samping Jeno. Kemudian Jeno tersenyum miring. "Tuan Roland, tidak ada kah wanita di klub malam mu ini yang bisa memuaskan ku?"

"Tentu saja banyak, Tuan. Kau bisa memilihnya jika kau menginginkannya."

"Ah, sudahlah. Aku sedang tidak nafsu untuk bercinta. Aku hanya ingin minum dengan sepuasnya. Kau boleh pergi sekarang." Jeno menggerakkan telapak tangannya. Roland pun segera pergi dari sana.

Roland berjalan meninggalkan tempat duduk Jeno. Setelah beberapa langkah Roland berhenti dan membalikkan badannya.

"Huh, sungguh angkuh sekali dirimu. Jika bukan karena kau adalah pelanggan setia klub malamku ini, kau sudah aku usir dari tempat ini. Aku pun juga masih membutuhkanmu. Hal itu tidak bisa aku pungkiri," tutur Roland.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status