LOGINHasa, anak yang di adopsi dari panti asuhan, untuk menemani seorang putri kaya yang manja bernama, Morena. Tapi perannya bukan sebagai teman saja melainkan juga sebagai babu yang harus selalu patuh menerima permintaan putri kaya itu. Hidup Hasa menderita, dia diberi makanan sisa, bahkan mereka pernah meracuninya. Hasa yang cukup terampil membuat berbagai guci juga dimanfaatkan, hasil gucinya dikuasai oleh keluarga angkatnya, dia hanya diberi sedikit. Sampai ketika mereka tidak membutuhkan Hasa lagi, dia di usir dari rumah. Sejak saat itulah Hasa sadar dan merencanakan pembalasan dengan cara menikahi calon suami adiknya, Morena.
View More"Aku ingin kita putus," ucap Don, suaranya terdengar datar. Dia baru saja duduk di hadapan kekasihnya, Hasa.
Di luar jendela kaca, petir menggelegar hebat, seakan mewakili hati gadis cantik yang duduk di hadapannya. Sudah tiga puluh menit Hasa menunggunya, mereka berjanji menghabiskan sore ini bersama, Don datang, namun yang terjadi adalah mala petaka. "Sepolar Group gagal produksi dan mengalami kerugian, butuh dana besar untuk memulihkannya, orang tuaku ingin aku menikahi gadis pewaris dari keluarga kaya, bukan anak adopsi sepertimu," lanjut Don, membuat batin Hasa teriris. Hasa menunduk, jemarinya meremas ujung roknya sampai kusut. Matanya berkaca-kaca, bibirnya tertutup seolah tak bisa bersuara. Bunyi deras hujan di luar jendela menyatu dengan dadanya yang terasa sesak. Dia memang anak yang di adopsi dari panti asuhan oleh keluarga Halyas. Sebagai anak pungut Hasa sudah diberitahu bahwa dia tidak akan mewarisi harta keluarga Halyas sedikitpun, selain hanya diberi pendidikan saja. "Kuminta lupakan waktu dua tahun kita, barang yang pernah kuberikan padamu anggap saja sebagai kenang-kenangan." Don beranjak ingin pergi, namun Hasa segera menahan tangannya. "Tunggu," kata Hasa, bulir bening jatuh di kedua sisi pipinya yang sudah memerah sejak tadi. "Alasanku sudah jelas, orang tuaku tidak menyukaimu, kau tidak menguntungkan untuk keluarga kami." "Tapi kita saling mencintai, Don." Hasa menahan tangan Don berharap laki-laki itu tidak meninggalkannya. "Orang kaya menilai segalanya dengan uang, tidak perlu cinta untuk mendapatkannya." Don menghentikan kalimatnya. "Kau pernah bilang padaku status tidak akan mempengaruhi hubungan kita." "Karena aku pikir kau putri kandung keluarga Halyas, selain itu... Halyas hanya perusahaan kecil, dan itu tidak akan mampu menopang Sepolar," ucap Don meremehkan Halyas lalu melepaskan pegangan tangan Hasa. "Jangan pernah menghubungiku ataupun menemuiku lagi." Hasa terduduk di lantai menyaksikan punggung Don yang semakin menjauh. Tak peduli tatapan beberapa orang. Pria itu berjalan menembus hujan lalu masuk ke dalam mobilnya, dari balik dinding kaca Hasa melihat seorang wanita muda telah menunggunya. Hasa memutuskan untuk pulang, langkah kakinya pelan, menyusuri trotoar yang basah. Rintik hujan jatuh tanpa henti, menyatu dengan air mata yang tak lagi ia sembunyikan. Setiap tetes yang mengenai wajahnya seolah menghapus sisa-sisa senyum yang pernah ia miliki ketika bersama, Don. Dunia tampak kabur, bukan karena hujan, tapi karena pandangannya yang buram oleh duka. Dia tak peduli basah, karena yang sesungguhnya tenggelam bukan tubuhnya, tapi hatinya. Dengan langkah gontai, tasnya menyeret tanah yang becek. Satu bulan yang lalu Don bilang akan melamarnya, menjadikannya istri satu-satunya, akan melimpahkan seluruh cintanya, tapi nyatanya.... Setelah di angkat setinggi-tingginya, dia dihempaskan sampai ke jurang. Saat membuka pintu utama rumah Halyas, suara adiknya langsung menyambar. "Pergi sana! Kamu sudah tidak dibutuhkan lagi di rumah ini," ujar Morena pada kakak angkatnya, Hasa. Suaranya melengking, penuh kebencian yang seakan menampar wajah Hasa. Pluk! Tas berukuran besar terhempas ke lantai, membuat karpet persia bergeser dari tempatnya. Morena berdiri di sisi pintu dengan dada terangkat congkak, bibirnya melengkung sinis. Di sebelahnya, Sarah, ibunya menyilangkan tangan di dada sambil menatap Hasa dengan tatapan penuh ejekan, seakan menikmati penderitaan gadis itu. "Sudah saatnya kamu meninggalkan rumah ini, dan jangan pernah datang lagi," ucap Sarah dengan nada dingin. Kenangan pahit menyeruak di kepala Hasa. Ia teringat saat berusia tujuh tahun, dibawa masuk ke rumah ini dengan janji manis akan punya keluarga baru. Morena dulu merengek minta teman bermain, tapi nyatanya Hasa bukan hanya teman melainkan dijadikan pesuruh, lebih tepatnya seperti babu yang harus siap menerima perintah. Setiap kali ia melawan, Sarah akan memarahinya habis-habisan. Tak jarang tangannya menghantam tubuh mungil Hasa, hingga memar biru menghiasi kulit. Bahkan untuk makan pun ia sering hanya kebagian sisa, membuat tubuhnya ringkih dan kurus. Prak! Pintu ditutup rapat lalu dikunci dari dalam, meninggalkan Hasa terpaku di beranda. Udara malam yang dingin menampar wajahnya, seolah ikut mengusirnya. "Jangan ada yang membukakan pintu pada jalang itu! Jika kalian melanggarnya, siap-siap dipecat dari rumah ini!" suara Sarah menggema, menusuk hati Hasa hingga ke lubuk terdalam. Hasa meraih tasnya dengan tangan gemetar, lalu melangkah gontai meninggalkan rumah yang selama ini hanya memberinya luka. Hasa berjalan di trotoar, memeluk erat tasnya seakan itu satu-satunya sisa yang ia miliki. Tatapannya kosong, namun air mata kini mengering. Yang tersisa di mata itu adalah pantulan api dingin. Ia akhirnya menemui Rene, temannya yang bekerja sebagai perawat di rumah sakit besar. Harapan tipis tergambar di matanya. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Rene, suaranya lembut. Hanya dia yang tau penderitaan Hasa selama ini. "Aku tidak bisa berpikir, Don mencampakkanku, lalu keluargaku mengusirku dari rumah." Tatapan Hasa lurus ke depan, api di matanya mulai membara, dengan suaranya yang getir. "Hidup ini tidak adil bagiku. Kupikir setelah diadopsi aku akan bahagia karena memiliki keluarga. Tapi nyatanya aku selalu menderita, dimusuhi, bahkan tidak hanya sekali mereka mencoba melenyapkanku." Isakannya kini penuh kebencian. Rasanya seperti ditikam tanpa darah. Semua kenangan yang dulu hangat kini terasa menjijikkan. Ia memutar ulang setiap kata manis yang dulu membuatnya percaya, dan kini dirinya baru menyadari bahwa semuanya hanyalah jebakan halus untuk membuatnya tunduk. Hasa tak tahu mana yang lebih menyakitkan pengkhianatan itu sendiri, atau kenyataan bahwa ia begitu mudah dibodohi oleh cinta. Rene menariknya dalam pelukan, memberikan kehangatan agar Hasa sanggup menghadapi cobaan besar yang tengah menghantam hidupnya. "Aku di adopsi hanya untuk dimanfaatkan. Aku... aku ingin membalas mereka." Bohong jika Hasa tidak punya dendam setelah disakiti bertubi-tubi. Kini dia memahami apa yang sebenarnya terjadi. Semua yang pernah ia lakukan tidak pernah berarti apa-apa bagi orang-orang yang disayanginya. Ia menatap ke luar jendela, hujan turun mulai pelan, mirip dengan hatinya yang remuk tapi masih berusaha tenang. Mungkin ia terlalu percaya. Mungkin ia terlalu baik. Tapi bagaimana caranya menyesali kebaikan sendiri? "Lakukan hal-hal yang baik maka kebaikan akan menghampirimu," Hasa berbisik pahit. "Sepertinya kiasan itu tidak berlaku untukku." Rene menggenggam tangan Hasa erat, mencoba menyalurkan kekuatan pada sahabatnya itu. "Padahal Morena akan menikah, tapi kenapa mereka tega?" Hasa tersentak, matanya melebar. "Menikah?" "Kau belum baca beritanya? Perjodohan antara keluarga Huston dan Halyas. Di berita dituliskan bahwa wanitanya adalah Morena, sedangkan lelakinya belum jelas, karena keluarga Huston punya dua anak lelaki." Kata-kata itu menyalakan obor dalam benak Hasa. Perencanaan balas dendamnya kini memiliki target dan jalan. Dengan penuh tekad, ia menoleh pada Rene. “Ren, mau bantu aku?” Rene mengangguk tanpa bertanya. "Bantu aku mencari cara untuk bisa bertemu dengan anak keluarga Huston." "Apa itu penting?" "Ya, tiba-tiba aku punya rencana." "Jangan berpikir untuk balas dendam, cukup jalani hidupmu yang baru." "Apa aku harus membiarkan mereka hidup tenang? Dua puluh tahun aku menderita, dijadikan babu, lalu dibuang. Ini tidak adil. Aku akan balaskan sakit hatiku selama ini,” ucap Hasa, suaranya kini kembali datar, seolah ia telah mematikan emosinya. Rene menghela napas pendek. "Tapi tidak semudah itu, Has. Keluarga Huston dikelilingi oleh orang-orang yang kompeten, waktunya dihabiskan untuk bekerja dan mereka dijaga ketat. Tidak sembarang orang bisa mendekat." "Ayolah, di balik kesempurnaan mereka, aku yakin mereka juga manusia biasa seperti kita." Senyum tipis Hasa terlihat dingin. Rene hanya bisa menghela napas. "Kau ini…" Dua hari kemudian, Hasa dan Rene menonton televisi sambil bersantai dengan setumpuk camilan. "Seluruh pewaris pengusaha kelas A, akan mengadakan pesta di Hotel Krisan, acara ini digelar setiap satu tahun sekali, guna untuk mempererat ikatan kerja sama antar pengusaha dan yang paling menarik dari itu adalah perkenalan antar pewaris," ucap pembawa acara di televisi. Seketika Hasa dan Rene saling bertatapan. Berita itu langsung membuat mata Hasa berbinar licik. "Ren, aku akan datang ke pesta itu," ungkapnya. "Kau tidak dengar yang dikatakannya? Pewaris pengusaha kelas A, memangnya kau kelas berapa? Dan lagi kau sudah dibuang. Hasa bukan lagi bagian dari Halyas." Rene menyadarkan Hasa atas idenya yang terdengar konyol. "Ren, bukankah pacarmu anak pemilik rumah sakit? Ayolah, bantu aku!" mohon Hasa. Rene memutar bola mata malas, namun tak kuasa menolak permintaan Hasa. Selain itu Hasa sendiri mulai mencari informasi tentang pesta itu. Hingga harinya tiba dia bersiap. Saat hendak berangkat Rene menahan tangannya. "Has, kau yakin ini tidak akan ketahuan? pasti sulit untukmu masuk ke sana." "Malam ini akan menentukan nasibku, ini adalah caraku untuk membalas perlakuan Don, ibuku dan Morena," ucap Hasa, menatap dirinya di cermin. Gaun seksi yang berkilau di bawah lampu membuat wajahnya tampak lebih berani dari biasanya. Pacar Rene sendiri tidak jadi pergi, dia memberikan e-invitation miliknya pada Hasa. Ia tiba di hotel dengan taksi. Lampu kristal menggantung megah, gemerlap pesta menyambut para tamu. Setiap tamu wajib menunjukkan e-invitation. Saat gilirannya diperiksa, petugas menatap layar agak lama. Hasa mendongak dengan tatapan dingin, namun elegan. "Kau mau membuatku ketinggalan acara? Atau kau bermaksud meminta suap di depan umum?” Suaranya datar, tanpa emosi, sebuah ancaman halus yang menembus pertahanan petugas itu. Petugas itu tersentak, cepat-cepat mengangguk, dan mempersilakan Hasa masuk.Suasana di lantai atas terasa memanas. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar menaiki tangga."Nirin, ada apa ini? Hasa, kau kenapa ada di sini?" Rupanya Don sudah kembali ke atas. Ekspresi bingung dan sedikit terkejut terpancar jelas di wajahnya melihat dua wanita itu.Nirin memalingkan wajahnya, raut mukanya masih menunjukkan kemarahan yang membekas pada Don. Sementara itu, Hasa terlihat lebih tenang, namun tatapannya serius saat menatap Don."Jangan tinggalkan dia di tempat ekstrem begini." Setelah mengucapkan kalimat dingin itu, Hasa segera berbalik. Niatnya untuk mencari udara segar di luar sirna sudah. Dia turun ke bawah dan kembali ke area pesta. Anehnya, Dama sudah tidak terlihat di sana.Hasa memutuskan untuk melangkah keluar. Ternyata, Dama sedang berdiri di dekat mobilnya, asyik bercerita dengan wanita yang sempat dilihat oleh Hasa tadi. Begitu menyadari kehadiran Hasa, Dama langsung sigap menghampirinya."Kenapa lama sekali? Aku pikir kau sudah pulang?" sapa Dama, na
Di tengah keramaian acara, Nirin mulai dilanda gelisah. Waktu berlalu terasa lambat dan mengkhawatirkan. Don, kekasihnya, pamit ke toilet, namun kepergiannya terasa sangat tidak wajar, melebihi batas normal seseorang buang air. Kekhawatiran mencekik Nirin, mendorongnya untuk menyusul. Namun, baru saja ia beranjak, langkahnya terhenti. Dari arah berlawanan, ia berpapasan dengan seorang wanita yang familier—Hasa.Hasa melangkah tanpa tujuan pasti, pikirannya melayang-layang. Ada perasaan aneh, semacam sensasi dejavu yang kuat saat ia bersirobok dengan gadis itu. Ia mencoba mengabaikannya, tetapi saat ia berjalan, ingatan itu menyeruak dengan kejam. Hasa tersentak. Dia ingat sekarang. Wanita ini! Inilah gadis yang pernah menghampiri mereka saat ia masih bersama Don. Lebih menyakitkan lagi, Hasa ingat jelas gadis inilah yang duduk di mobil Don saat lelaki itu memutuskan hubungan mereka, mengakhiri kisah mereka dengan dingin.Tak ingin tenggelam dalam pusaran kepahitan masa lalu, Hasa meng
Suasana di kediaman Huston terasa mencekam, diselimuti bayangan kekhawatiran yang tebal. "Kita tidak butuh waktu lagi, sebaiknya nikahkan Dama dan Hasa secepatnya," ujar Rania, suaranya mengandung urgensi yang tak terbantahkan. Kejadian mengerikan yang hampir merenggut nyawa Hasa sudah ia ketahui secara rinci."Kenapa terburu-buru, gadis itu baru saja sembuh. Biarkan mereka saling mengenal lebih jauh. Lagi pula kau sendiri yang meragukan perasaan wanita itu terhadap Dama," balas Nenek Mori, nadanya lebih tenang namun penuh pertanyaan. Ia memandang Rania dengan sorot mata yang mencari penjelasan."Hanya dengan cara itu wanita itu terlindungi," jawab Rania singkat, raut wajahnya menunjukkan keputusan yang sulit.Nenek Mori mengerutkan kening. "Maksudmu? Apa terjadi sesuatu dengan Hasa?" Ia belum mendengar detail mengerikan di balik kecelakaan yang menimpa Hasa.Rania menarik napas perlahan. "Ibunya Sarah adalah dalang di baliknya," ia menyebut nama itu dengan ketidakpercayaan dan kekesa
Dua orang bertubuh besar itu saling pandang, lalu serempak mengalihkan fokus mereka ke daun pintu kamar yang tertutup rapat. Mereka mulai mengatur jarak memundurkan kami, mengambil ancang-ancang penuh tekad untuk mendobraknya.Brak..Bunyi benturan keras terdengar, namun daun pintu itu masih kokoh pada tempatnya. Wajah mereka menunjukkan sedikit kekesalan. Gagal, mereka tidak menyerah. Mereka mencoba lagi secara bergantian, menguras tenaga."Pencuri, pencuri..."Teriakan nyaring itu memecah kesunyian lingkungan. Di lingkungan kecil dengan rumah-rumah yang jaraknya cukup rapat, kegaduhan yang mereka timbulkan menarik perhatian. Para tetangga yang curiga melihat dua orang asing yang tampak mencurigakan itu langsung berteriak waspada."Ayo lari."Kedua orang itu sontak menghentikan usaha mereka. Mereka memilih untuk lari ke arah pintu belakang, menyelinap dengan cepat melewati gang-gang kecil. Mereka bergerak begitu gesit dan lincah, sehingga warga yang tadi berteriak-teriak tidak


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.