Share

4. Kontrak Kerja

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-19 14:54:51

"Cepat keluar! Aku sudah menunggumu begitu lama!" bentak seorang pria dari sambungan ponsel dan sambungan ponsel itu langsung terputus.

Rose dibuat bengong dengan panggilan telepon itu. Rose menatap layar ponselnya yang bertuliskan panggilan telepon dari Ayah selesai. Rose berpikir keras dengan kalimat yang baru beberapa detik yang lalu dia dengar. "Kenapa Ayah menungguku di luar sana? Tidak biasanya Ayah menjemputku ditempat kerja." Rose memasukkan ponselnya ke dalam totebag-nya, lalu dia bergegas keluar dari ruang ganti.

Namun, mendadak Rose berhenti. Dia tidak begitu yakin untuk menemui sang ayah. Mengingat perlakuan ayahnya pada sang ibu yang tidak pernah mengganggapnya istri. Justru lebih tepatnya ayahnya itu menganggap ibunya sebagai pembantu. Kelakuan ayah itu sangat keterlaluan pada ibunya Rose. Sampai pada akhirnya karena tidak tahan sang ibu mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat tragis. Sang ibu pernah berkata pada Rose bahwa Rose adalah dirinya yang terlahir kembali. Rose hanya bisa tersenyum kecil pada saat itu.

Saat ini kehidupan Rose benar-benar berada di garis kesedihan. Kelakuan sang ayah mulai di luar batas. Dia mulai merajalela dan menjadi gila setelah sang istri tiada. Setiap malam dia selalu membawa pelacur pulang ke rumah. Dia sama sekali tidak memikirkan perasaan anak-anaknya.

Tuan Roland adalah seorang CEO di sebuah perusahaan terbaik yang ada di kota Lizzie dan sekaligus pemilik klub malam yang paling ramai dan laris. Dia tidak pernah menyayangi kedua anaknya. Yang Roland tahu hanya bagaimana cara menghidupi kedua anaknya. Dia sama sekali tidak pernah memberi kasih sayang pada Rose mau pun Ryan. Karena menurut Roland, anak adalah penghalang hidup baginya.

Dan pada saat ini Rose bekerja di sebuah kafe kopi milik temannya. Ah, ralat. Lebih tepatnya milih ayah temannya. Rose mengetahui jika dirinya memang terlahir di keluarga yang kaya raya, tapi dia ingin mandiri mencari uang dari hasil jerih payahnya. Rose membagi dua upah hasil kerjanya untuk sang adik. Dia tahu bahwa Ryan lebih membutuhkan uang itu dibanding dirinya sendiri.

Begitulah kesedihan hidup Rose.

Rose tersentak kaget manakala Jesslyn rekan kerjanya menepuk bahu Rose. "Sedang apa? Kenapa melamun? Apa ada masalah?" tanya Jesslyn.

"Ah, tidak ada. Aku hanya sedang berpikir," sahut Rose sambil menggerakkan kedua tangannya.

"Baiklah. Kalau begitu aku pulang dulu. Bye!" Jesslyn melambaikan tangan kanannya. Rose pun membalas lambaian tangan Jesslyn.

Rose menghela napas, "Apa aku harus menemuinya?" pikir Rose yang masih bimbang antara ingin menemui sang Ayah atau tidak. "Tapi sepertinya ada yang ingin Ayah sampaikan padaku. Itu terlihat sangat penting dari nada bicaranya tadi ditelepon," lanjut Rose.

Keinginan untuk menemui dan tidak menemui sang ayah bergelut dalam diri Rose sehingga membuat Rose bimbang serta maju mundur. Rose memang sangat membenci ayahnya karena perlakuannya yang semena-mena.

"Aduh, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Rose memegang kepalanya sendiri. Tiba-tiba Rose terdiam. Dia mengatur napasnya dengan pelan. Rose menenangkan diri sejenak agar bisa mengambil keputusan. Walau bagaimana pun juga, pria yang ada di luar sana adalah Ayah Rose. Seberapa pun jahatnya dia, Rose tetap menghormati Tuan Roland. Tanpa dia, Rose tidak akan pernah terlahir di dunia ini.

Setelah keadaan dirinya sudah tenang, Rose kembali melangkahkan kakinya keluar dari kafe dan mencari mobil sang ayah. Kepala Rose menoleh ke kanan dan ke kiri. Akhirnya Rose mendapatkan mobil hitam milik ayahnya.

Rose berdiri di samping mobil tersebut dan menelan saliva nya sendiri saat hendak membuka pintu mobil. Rose menarik tangannya dan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobil, karena pintu mobil sudah terlebih dulu terbuka. Rose melihat sang ayah duduk di dalam mobil.

"Kenapa lama sekali!" hardik Tuan Roland.

"Maaf ayah, telah membuatmu menunggu lama. Tadi aku bingung mencari mobil ayah," elak Rose.

"Ah, sudahlah. Kau memang tidak berguna!" bentak Tuan Roland. Rose langsung menundukkan kepalanya mendengar kata-kata itu. Rose merasa bersalah.

"Tuan Roland, kau jangan terlalu keras pada putrimu. Lihatlah dia menjadi sangat sedih. Apa kau tidak kasian padanya?" ujar seorang lelaki yang ada di sebelah Ayah Rose.

"Angkat wajahmu!" kata Tuan Roland dengan penuh amarah.

Mendengar kalimat tersebut, Rose langsung mengangkat kepalanya dan tatapannya fokus tertuju pada seorang pria tampan yang duduk di samping ayahnya.

"Perkenalkan, dia adalah Jeno William. Seorang CEO muda dari salah satu perusahaan besar dan terbaik di kota Lizzie," ujar Tuan Roland.

"Halo ... nona, kau begitu sangat cantik. Siapa namamu?" tanya Jeno.

"Namaku Rose Annabella. Panggil saja Rose," jawab Rose terlihat gugup dan sekarang dia benar-benar gelisah.

"Hmm ... nama yang sangat bagus," ujar Jeno sambil melirik Rose. Matanya memperhatikan Rose dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Rose mulai risih diperhatikan oleh pria yang belum dia kenal, tapi Rose berusaha tenang. Dia tidak ingin sang ayah marah besar. Seketika Rose memberikan senyum manisnya agar pria itu tidak kecewa. Terlebih lagi sang ayah. Jika dia marah, habislah sudah.

"Aku dengar kau sangat mirip dengan ibumu?" Jeno melirik Tuan Roland yang ada di sampingnya, lalu tatapannya berganti fokus pada Rose. Jeno menaikkan alis kanannya.

"I-iya," jawab Rose dengan gagap. Rose menatap pria itu lalu berganti ke sampingnya menatap sang ayah. Kemudian Rose menundukkan kepalanya dan memainkan jari jemarinya.

Jeno berdecak melihatnya. Hal itu membuat Roland menatap tajam pada Rose. Tatapan itu seolah mengintimidasi Rose. Roland bergerak dan menggeser duduknya.

"Tuan Jeno, begini-----" Kalimat itu terhenti seketika saat Jeno mengangkat tangan kanannya. Hati Roland sudah mulai gelisah pada saat itu. Pria tua itu takut jika lelaki tampan yang duduk di sampingnya itu tidak mau bekerja sama dengan dirinya.

Jeno William menarik dasi yang melingkar di lehernya. Jeno melonggarkan ikatan dasi tersebut karena dia sudah merasa gerah. Melihat hal itu Roland semakin yakin jika Jeno tidak menginginkan kontrak kerjasama dengan perusahaannya. Jeno melepaskan kancing jas yang dia pakai, lalu menoleh menatap Roland. Jeno tersenyum tipis melihat Roland yang mulai resah gelisah.

"Tenang saja, Tuan Roland. Kenapa kau jadi tegang seperti itu? Santai saja," ucap Jeno santai. Jeno merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda pipih. Dia menggerakkan jempolnya di atas layar dan menempelkan benda pipih itu di telinganya. "Sekarang!" perintahnya. Pria tampan itu langsung menutup sambungan telepon itu.

Tiba-tiba datanglah seseorang yang langsung membekap Rose dari belakang menggunakan sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Seketika tubuh Rose lemas dan pingsan begitu saja.

"Ini ambillah. Aku menerima kerjasama dengan perusahaanmu dan aku sudah menanda tangani kontrak kerjasama itu." Jeno memberikan berkas kontrak kerjasama pada Tuan Roland.

"Senang bisa bekerja sama denganmu, Tuan Jeno," sahut Tuan Roland dengan penuh kemenangan. Keduanya pun berjabat tangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   42. Tawaran Pekerjaan

    Ryan begitu senang dan tidak bisa mengungkapkan kebahagiannya. Dia bahagia bisa hidup bersama dengan Rose. Kini Rose tidak lagi kesepian saat ditinggal Jeno kerja ke kantor.Seperti halnya pagi itu saat Jeno sedang sarapan. Jeno mengutarakan keinginannya untuk mempekerjakan Ryan di kantornya, tapi itu pun dia harus berdiskusi dan meminta izin pada Rose.Rose berpendapat semua terserah Ryan karena Ryan yang akan menjalaninya. Namun, semua kembali ke Ryan dan itu nanti akan dibicarakan bersama setelah Jeno pulang kerja.Setelah kepergian Jeno, Rose pun membereskan rumah dan berniat akan mengunjungi Ryan di rumah kecil di luar sana.Rumah kecil itu masih tertutup rapat. "Sepertinya anak itu belum bangun." Rose memutar kenop pintu dan ternyata terkunci dari dalam."Apa dia belum bangun?" pikir Rose. Kembali gadis itu memutar kenop pintu. "Kenapa harus dikunci segala sih?" keluh Rose mulai kesal pada adiknya sendiri."Kakak, sedang apa di sini?" Tiba-tiba Ryan sudah berdiri di belakang Ros

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   41. Kedatangan Ryan

    Satu jam setelah Rose selesai memasak. Gadis itu menunggu pujaan hatinya di ruang tengah. Beberapa kali Rose melangkah ke depan melihat gerbang. Di sana tampak dua orang penjaga sedang berjaga. Rose kembali melangkah ke ruang tengah sambil melipat tangannya di dada. Sesekali melirik jam yang menempel di dinding."Kenapa dia belum pulang?" dengus Rose.Saat mendengar deru mobil masuk, Rose langsung berlari ke depan. Rose kembali terkejut saat melihat siapa yang pertama kali dilihat oleh Rose."Ryan?" ucapnya lirih.Dari pintu sebelah Jeno keluar dan menatap Rose. Jeno tersenyum saat melihat Rose melangkah mendekati Ryan. Sang adik tersenyum dan merenggangkan kedua tangannya."Kak Rose, tidak rindu padaku?" ujarnya.Tanpa diberi aba-aba pun Rose langsung memeluk Ryan. Jeno melangkah mendekati keduanya yang sedang berpelukan. Rose merenggangkan pelukannya dan beralih menatap Jeno."Kenapa kau tidak bilang padaku?" "Aku berniat memberimu kejutan.""Bahkan aku lupa jika aku sedang marah p

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   40. Adik Ipar

    "Kau tidak bisa menuduhku begitu saja. Aku bisa menuntut mu," ancam Jeff.Jeno membalikkan badannya menatap Jeff dan juga Paul. "Menuntut ku? Kau memperingatkan ku atau kau sedang mengancam ku? Bagaimana bisa kau menuntut ku?" Jeno memperlihatkan benda pipih yang berpindah tangan dari Sean ke Jeno. Lantas Jeno memperlihatkan sebuah video pada Jeff dan Paul. "Setelah melihat ini, apa kalian akan tetap menuntut ku?" Jeff dan Paul saling pandang. Mereka berdua merasa sangat heran pada pria yang berdiri di depan mereka. Jeff dan Paul merasa jika pria itu sangat ingin melindungi Ryan. "Ryan, kau bayar berapa mereka sehingga mereka seperti melindungi mu?" sungut Jeff pada Ryan. Ryan hanya bisa bengong karena memang dia tidak merasa membayar mereka. Ryan pun tidak mengenal siapa mereka."Jeff, jaga mulut mu itu," titah Martin. Martin paham betul siapa Jeno. Jeno adalah orang kaya nomor satu di kota itu bahkan dia bisa membuat orang menderita dan tersiksa hidup di dunia ini."Kenapa Tuan M

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   39. Jeno Turun Tangan

    KLUNTANG!Sebuah benda jatuh ke lantai. Nampan yang dibawa oleh Ryan jatuh dan sajian yang dibawa oleh Ryan berceceran di lantai. Kejadian itu membuat Ryan menjadi pusat perhatian."Ryan, apa yang kau lakukan?" pekik Martin."I-ini ti-tidak seperti yang Anda lihat, tuan," ujar Ryan membela."Maksudmu apa? Jelas sekali ini kesalahanmu," seru Martin."Ti-tidak, tuan. Paul dan Jeff sengaja memasang kakinya agar aku tersandung." Ryan berusaha membela dirinya sendiri."Jangan menyalahkan orang lain. Lihatlah menu makanan yang sudah dipesan oleh pelanggan berserakan di lantai. Siapa yang rugi?" teriak Martin."Sa-ya yang akan mengganti biaya kerugiannya," ujar Ryan sambil menundukkan kepalanya."Huft ... cepat bersihkan lantainya," perintah Martin dengan jari telunjuknya mengarah ke lantai yang penuh dengan ceceran daging."Martin ...," panggil Jeno berjalan mendekati Martin. Martin pun membalikkan badannya dan terkejut melihat Jeno."Ma-maaf Tuan Jeno, atas keadaan yang tidak nyaman ini.

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   38. Teguran dari Jeno

    Paul dan Jeff sengaja ingin mengerjai Ryan kembali. Mereka berpikir jika Ryan melakukan kesalahan, Ryan akan kena tegur dan pastinya Ryan akan mendapat komplain dari pelanggan juga atau bahkan bisa dipecat?Hal negatif sudah meracuni otak Jeff dan Paul hingga menggunakan cara licik. Sebenarnya Jeff tidak mengetahui jika Paul juga menaruh hati pada Monica, akan tetapi Paul begitu menata rapi perasaannya. Pria itu sanggup memendam perasaannya begitu lama. Berbeda dengan Jeff yang takut jika wanita yang dia taksir diambil oleh orang lain, makanya Jeff begitu terlihat grusah-grusuh.Paul memberi isyarat pada Jeff saat Ryan masuk ke dapur memberikan sebuah kertas berisi pesanan menu."Dua Beef Wellington." Hans dengan cekatan membuatkan menu tersebut.Melihat hal itu Jeff mendekati Paul. Pria itu membisikkan sesuatu pada Paul dan Paul menggelengkan kepalanya. Jeff pun menjauhkan kepalanya dan mengangkat kedua tangannya. Paul mendekati Jeff dan memegang pundaknya."Jangan gegabah ambil tind

  • Gadis Simpanan CEO Tampan   37. Ulah Paul dan Jeff

    Sean terus memantau Ryan dari jauh. Gerak-gerik yang mencurigakan dari Jeff pun bisa ditebak oleh Sean. Terlebih lagi Paul, Sean bisa membaca cara Paul memanipulasi Jeff. Seakan Paul sedang mengincar sesuatu dari Ryan melalui kelemahan Jeff, tapi apa yang diincar Paul? Sedangkan Sean sendiri belum begitu mengenal Ryan, tapi tuannya sudah menyuruhnya untuk melindungi Ryan. Paul mencengkeram tangan Jeff dengan kuat. Paul pun menggelengkan kepalanya, lalu dibalas dengan isyarat oleh Jeff. "Kalian berdua sedang apa?" tanya Ryan yang tiba-tiba membalikkan badannya dan mendapatkan Paul sedang memegang tangan Jeff. Melihat wajah Ryan, Jeff tidak bisa menahan amarahnya. Jeff merasa jika Ryan tengah bermain-main dengan dirinya. Jeff tidak bisa menahan diri, laki-laki itu mengibaskan tangannya untuk berusaha melepaskan genggaman tangan Paul. Jeff langsung mengarahkan bogem mentah di muka Ryan hingga Ryan tersungkur jatuh dan mulut Ryan mengeluarkan darah. Paul langsung menarik tubuh Jeff m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status