Rose Annabella dijual oleh ayahnya untuk melancarkan bisnisnya dan Rose menjadi wanita simpanan seorang CEO yang tampan dan kaya raya bernama Jeno William. "Kenapa ayah begitu jahat padaku?" isak Rose. "Sudahlah. Kau jatuh ke tangan pria yang tepat seperti aku ini," ujar Jeno.
Lihat lebih banyakPYAARR!
Bunyi vas bunga yang baru saja jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Pecahan kaca itu berserakan ke mana-mana. Rose kecil yang melihat kejadian tersebut hanya bisa diam dan menangis. Rose melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang ayah memukul ibunya.Roland mendorong Clara dengan sangat kasar hingga Clara terjatuh ke lantai dan tangan kirinya terkena pecahan vas bunga tersebut. Wanita itu hanya bisa menangis. Dia tidak mampu melawan Roland, karena jika semakin Clara melawan Roland, maka Roland akan semakin liar. Roland sama sekali tidak menganggap Clara sebagai istrinya.Bagaimana bisa Roland menganggap Clara seperti itu? Sedangkan jika Roland tidak menganggap Clara sebagai istrinya, tentu saja tidak akan ada Rose dan Ryan di dunia ini. Lalu Roland menganggap Clara itu apa?Setiap hari Clara diperlakukan seperti seorang pembantu di rumahnya sendiri. Baik Rose ataupun Ryan tidak bisa membantu sang ibu karena mereka masih sangat kecil. Mereka berdua hanya pasrah melihatnya. Hal itu tentu saja tidak baik untuk pertumbuhannya. Apalagi sering dipertontonkan dengan adegan kasar sang ayah pada ibunya. Itu bisa menimbulkan traumatik yang sangat dalam untuk Rose dan Ryan."Bangun!" teriak Roland pada Clara. "Punya hak apa kau melarangku, hah? Kau ini hanya menumpang di rumah ini. Kau ini hanyalah seorang pembantu," lanjut Roland. Seketika hati Clara seperti tertusuk pisau. Begitu sakit sekali dengan ucapan suaminya. Clara terisak dan memegang dadanya. "Bersihkan pecahan vas bunga itu sampai benar-benar bersih. Aku tidak ingin ada pecahan kecil yang melukai kulitku," seru Roland. Kemudian dia pergi begitu saja.Melihat kepergian sang ayah, Rose dan Ryan langsung berlari memeluk Clara. Clara pun membalas pelukan erat kedua anaknya."Pergilah masuk ke kamar kalian. Ibu tidak ingin kalian kena marah ayahmu gara-gara ibu.""Tidak. Kami berdua ingin membantu ibu," protes Rose. Disusul anggukan kepala sang adik, Ryan."Tidak perlu. Ini sangat berbahaya jika sampai menggores kulit kalian berdua yang lembut ini." Clara mengusap pipi Rose.Rose dan Ryan pun menuruti apa dikatakan Clara. Mereka berdua masuk ke dalam kamar dan Clara kembali membersihkan pecahan vas bunga yang berserakan di lantai. Itupun Clara harus menahan rasa sakit, karena goresan pada kulitnya yang terus mengeluarkan darah segar. Clara menjadi pelan-pelan membersihkan pecahan tersebut dan dia tidak sadar jika Roland memperhatikannya dari lantai atas."Dasar jalang. Kenapa lelet sekali dia membersihkan ruang tamu," gerutu Roland. Pria itu menarik napas dan mengembuskannya secara kasar. "Kau ini bisa kerja atau tidak, hah? Hanya membersihkan sedikit pecahan vas bunga saja lama sekali," teriak Roland dari atas. Clara mendongak ke atas, lalu dia kembali menunduk tak kala dia tidak menemukan sosok suaminya di atas sana. Wanita itu benar-benar tersayat hatinya. Lebih perih dari sayatan pecahan vas bunga yang menggores kulit jemari tangannya. Tetesan air mata kembali mengalir dari mata Clara dan jatuh ke lantai. Sejak menikah dengan Roland, Clara memang tidak pernah bahagia. Dia selalu tersiksa raga dan batinnya. Akan tetapi dia mencoba kuat bertahan hidup. Selama menikah pun Clara tidak pernah dianggap sebagai seorang istri. Lalu untuk apa Roland menikahi Clara, jika dia sama sekali tidak mencintai Clara?Benar-benar sangat menyiksa batin. Bukan hanya itu saja, terkadang Roland membawa wanita penghibur pulang ke rumah dan bermain semalaman tanpa memikirkan perasaan Clara. Roland masa bodoh dengan hal itu, bahkan selama bermain pun pintu kamar tidak ditutup. Sungguh pemandangan yang benar-benar sangat menyakitkan bagi Clara."Tuan, bagaimana dengan dia?""Jangan kau pikirkan wanita itu. Malam ini kita cukup bersenang-senang, sayang." Begitulah jawaban dari Roland setiap kali wanita penghibur yang dia bawa ke rumah bertanya tentang sosok Clara. Dengan entengnya kalimat tersebut terlontar dari bibir Roland, sedangkan Clara hatinya sangat terluka dan tersiksa mendengar dan melihat suaminya melakukan hubungan dengan wanita lain.***Rose dan Ryan, mereka berdua hanya selisih dua tahun saja. Keduanya benar-benar tumbuh menjadi anak-anak yang kuat. Mereka tidak seperti anak-anak lainnya yang tumbuh di lingkungan broken home dan melakukan hal-hal negatif. Justru Rose dan Ryan, keduanya saling mendukung satu dengan yang lainnya. Hal itu karena didikan dari Clara. Clara selalu mengajari mereka berdua untuk berpikir dan melakukan hal positif. Kendati mereka berdua sering mendengar pertengkaran Clara dan Roland.Clara memang hebat. Dia bersikap seolah dirinya kuat, walaupun sebenarnya Clara sudah hampir menyerah. Sejujurnya Clara tidak kuat menghadapi perilaku Roland, tapi dia ingin melihat Rose dan Ryan tumbuh."Apa ini? Kau ingin meracuni ku?" bentak Roland dengan melemparkan sebuah piring berisi daging bakar yang sudah diiris di atas meja tepat di hadapan Clara yang sedang menikmati makan malamnya bersama Rose dan Ryan. Clara melihat daging iris yang berceceran di atas meja."Kenapa lagi ini?" tanya Clara dengan nada lembut."Kau masih bertanya kenapa?" hardik Roland.Tiba-tiba tangan Rose dan Ryan terulur ke depan dan mengambil irisan daging bakar tersebut. Kemudian mereka berdua memakannya."Ini rasanya enak kok, Yah," celetuk Rose dan Ryan bersamaan."Diam kalian. Anak kecil tidak usah ikut campur," sungut Roland menatap Rose dan Ryan secara bergantian, lalu dia beralih menatap Clara. "Kau tahu apa kesalahanmu dalam memasak daging ini?" tunjuk Roland pada daging bakar yang berceceran di atas meja. Clara pun memperhatikan dengan seksama daging-daging itu. "Pergi dan masakkan satu lagi untukku." Setelah itu Roland pergi meninggalkan dapur. Clara hanya menghela napas pelan menatap punggung sang suami."Ibu ...," panggil Rose lirih. Clara menoleh menatap Rose dan Ryan. Wanita itu tersenyum manis menutupi kesedihannya."Sudahlah. Kalian berdua lanjutkan makan malam kalian. Ibu akan memasak lagi untuk ayah kalian." Clara beranjak dari sana dan melangkah menuju kulkas. Dia mengambil sekotak daging sapi dan kembali mengolah daging sapi tersebut. Pada awalnya memang itu kesalahan Clara. Clara melupakan sesuatu yang hal itu tidak disukai oleh Roland. "Kenapa aku bisa melupakan hal itu," ucapnya lirih sembari fokus membolak-balikkan daging sapi di atas pembakaran.Bagi Clara mungkin itu adalah kesalahan kecil, tapi bagi Roland itu kesalahan yang besar. Clara sempat mendengarkan kedua anaknya bercakap-cakap mengomentari daging sapi yang berceceran di atas meja."Bukankah ini daging yang sama seperti yang kita makan ini kan, Kak Rose?""Iya. Sama persis rasanya, tapi kenapa ayah berbicara seperti itu pada ibu?"Keduanya beranjak dari kursi dan membersihkan daging-daging tersebut. Mereka berinisiatif membantu ibunya agar tidak kena marah lagi oleh ayahnya. Clara yang melihat hal itu tersenyum bangga. Namun, masih ada siratan luka di balik senyuman Clara.Ryan begitu senang dan tidak bisa mengungkapkan kebahagiannya. Dia bahagia bisa hidup bersama dengan Rose. Kini Rose tidak lagi kesepian saat ditinggal Jeno kerja ke kantor.Seperti halnya pagi itu saat Jeno sedang sarapan. Jeno mengutarakan keinginannya untuk mempekerjakan Ryan di kantornya, tapi itu pun dia harus berdiskusi dan meminta izin pada Rose.Rose berpendapat semua terserah Ryan karena Ryan yang akan menjalaninya. Namun, semua kembali ke Ryan dan itu nanti akan dibicarakan bersama setelah Jeno pulang kerja.Setelah kepergian Jeno, Rose pun membereskan rumah dan berniat akan mengunjungi Ryan di rumah kecil di luar sana.Rumah kecil itu masih tertutup rapat. "Sepertinya anak itu belum bangun." Rose memutar kenop pintu dan ternyata terkunci dari dalam."Apa dia belum bangun?" pikir Rose. Kembali gadis itu memutar kenop pintu. "Kenapa harus dikunci segala sih?" keluh Rose mulai kesal pada adiknya sendiri."Kakak, sedang apa di sini?" Tiba-tiba Ryan sudah berdiri di belakang Ros
Satu jam setelah Rose selesai memasak. Gadis itu menunggu pujaan hatinya di ruang tengah. Beberapa kali Rose melangkah ke depan melihat gerbang. Di sana tampak dua orang penjaga sedang berjaga. Rose kembali melangkah ke ruang tengah sambil melipat tangannya di dada. Sesekali melirik jam yang menempel di dinding."Kenapa dia belum pulang?" dengus Rose.Saat mendengar deru mobil masuk, Rose langsung berlari ke depan. Rose kembali terkejut saat melihat siapa yang pertama kali dilihat oleh Rose."Ryan?" ucapnya lirih.Dari pintu sebelah Jeno keluar dan menatap Rose. Jeno tersenyum saat melihat Rose melangkah mendekati Ryan. Sang adik tersenyum dan merenggangkan kedua tangannya."Kak Rose, tidak rindu padaku?" ujarnya.Tanpa diberi aba-aba pun Rose langsung memeluk Ryan. Jeno melangkah mendekati keduanya yang sedang berpelukan. Rose merenggangkan pelukannya dan beralih menatap Jeno."Kenapa kau tidak bilang padaku?" "Aku berniat memberimu kejutan.""Bahkan aku lupa jika aku sedang marah p
"Kau tidak bisa menuduhku begitu saja. Aku bisa menuntut mu," ancam Jeff.Jeno membalikkan badannya menatap Jeff dan juga Paul. "Menuntut ku? Kau memperingatkan ku atau kau sedang mengancam ku? Bagaimana bisa kau menuntut ku?" Jeno memperlihatkan benda pipih yang berpindah tangan dari Sean ke Jeno. Lantas Jeno memperlihatkan sebuah video pada Jeff dan Paul. "Setelah melihat ini, apa kalian akan tetap menuntut ku?" Jeff dan Paul saling pandang. Mereka berdua merasa sangat heran pada pria yang berdiri di depan mereka. Jeff dan Paul merasa jika pria itu sangat ingin melindungi Ryan. "Ryan, kau bayar berapa mereka sehingga mereka seperti melindungi mu?" sungut Jeff pada Ryan. Ryan hanya bisa bengong karena memang dia tidak merasa membayar mereka. Ryan pun tidak mengenal siapa mereka."Jeff, jaga mulut mu itu," titah Martin. Martin paham betul siapa Jeno. Jeno adalah orang kaya nomor satu di kota itu bahkan dia bisa membuat orang menderita dan tersiksa hidup di dunia ini."Kenapa Tuan M
KLUNTANG!Sebuah benda jatuh ke lantai. Nampan yang dibawa oleh Ryan jatuh dan sajian yang dibawa oleh Ryan berceceran di lantai. Kejadian itu membuat Ryan menjadi pusat perhatian."Ryan, apa yang kau lakukan?" pekik Martin."I-ini ti-tidak seperti yang Anda lihat, tuan," ujar Ryan membela."Maksudmu apa? Jelas sekali ini kesalahanmu," seru Martin."Ti-tidak, tuan. Paul dan Jeff sengaja memasang kakinya agar aku tersandung." Ryan berusaha membela dirinya sendiri."Jangan menyalahkan orang lain. Lihatlah menu makanan yang sudah dipesan oleh pelanggan berserakan di lantai. Siapa yang rugi?" teriak Martin."Sa-ya yang akan mengganti biaya kerugiannya," ujar Ryan sambil menundukkan kepalanya."Huft ... cepat bersihkan lantainya," perintah Martin dengan jari telunjuknya mengarah ke lantai yang penuh dengan ceceran daging."Martin ...," panggil Jeno berjalan mendekati Martin. Martin pun membalikkan badannya dan terkejut melihat Jeno."Ma-maaf Tuan Jeno, atas keadaan yang tidak nyaman ini.
Paul dan Jeff sengaja ingin mengerjai Ryan kembali. Mereka berpikir jika Ryan melakukan kesalahan, Ryan akan kena tegur dan pastinya Ryan akan mendapat komplain dari pelanggan juga atau bahkan bisa dipecat?Hal negatif sudah meracuni otak Jeff dan Paul hingga menggunakan cara licik. Sebenarnya Jeff tidak mengetahui jika Paul juga menaruh hati pada Monica, akan tetapi Paul begitu menata rapi perasaannya. Pria itu sanggup memendam perasaannya begitu lama. Berbeda dengan Jeff yang takut jika wanita yang dia taksir diambil oleh orang lain, makanya Jeff begitu terlihat grusah-grusuh.Paul memberi isyarat pada Jeff saat Ryan masuk ke dapur memberikan sebuah kertas berisi pesanan menu."Dua Beef Wellington." Hans dengan cekatan membuatkan menu tersebut.Melihat hal itu Jeff mendekati Paul. Pria itu membisikkan sesuatu pada Paul dan Paul menggelengkan kepalanya. Jeff pun menjauhkan kepalanya dan mengangkat kedua tangannya. Paul mendekati Jeff dan memegang pundaknya."Jangan gegabah ambil tind
Sean terus memantau Ryan dari jauh. Gerak-gerik yang mencurigakan dari Jeff pun bisa ditebak oleh Sean. Terlebih lagi Paul, Sean bisa membaca cara Paul memanipulasi Jeff. Seakan Paul sedang mengincar sesuatu dari Ryan melalui kelemahan Jeff, tapi apa yang diincar Paul? Sedangkan Sean sendiri belum begitu mengenal Ryan, tapi tuannya sudah menyuruhnya untuk melindungi Ryan. Paul mencengkeram tangan Jeff dengan kuat. Paul pun menggelengkan kepalanya, lalu dibalas dengan isyarat oleh Jeff. "Kalian berdua sedang apa?" tanya Ryan yang tiba-tiba membalikkan badannya dan mendapatkan Paul sedang memegang tangan Jeff. Melihat wajah Ryan, Jeff tidak bisa menahan amarahnya. Jeff merasa jika Ryan tengah bermain-main dengan dirinya. Jeff tidak bisa menahan diri, laki-laki itu mengibaskan tangannya untuk berusaha melepaskan genggaman tangan Paul. Jeff langsung mengarahkan bogem mentah di muka Ryan hingga Ryan tersungkur jatuh dan mulut Ryan mengeluarkan darah. Paul langsung menarik tubuh Jeff m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen