Share

Kakak Tiri

Hati Daffin tak bisa digambarkan lagi. Diciumi oleh gadis gila yang baru ia kenal pagi ini tapi rasanya wajah Lili sudah familier di ingatannya. Daffin mencoba untuk melepaskan pelukan Lili tapi gadis itu makin mengeratkan pelukannya, tubuh Daffin seperti terkunci. Padahal tubuh Daffin lebih besar daripada Lili tapi entah kenapa tenaga Lili sangat kuat untuk memeluknya.

“Lepaskan aku,” teriak Daffin. Dia tidak tahu lagi bagaimana melepaskan pelukan dari gadis gila itu.

Para warga mulai berdatangan melihat kejadian yang aneh bagi mereka. Selama ini, Lili selalu mengusir orang yang mencoba mendekatinya. Bahkan ia tak segan untuk menimpuk dengan batu orang yang menurut ia mengganggunya. Tapi dengan Daffin malah dipeluk dengan erat, bahkan tanpa malu, ia mencoba untuk meraih bibir Daffin.

Sampai sang kakak akhirnya, memukul leher Lili. Lili langsung jatuh dan pingsan, Daffin membeku melihat itu, kakaknya yang memberhentikan ketidak warasan adiknya dengan cara memukul.

Ini bukan Lili yang gila, kakaknya juga gila, tega banget pukul adiknya sampai pingsan gitu, batin Daffin.

Arina langsung menarik lengan Daffin, ia mengajaknya untuk kembali ke rumah Gilang.

“Fin, go home now,” ajak Arina.

Daffin menganggukkan kepalanya, ia melangkahkan kakinya. Tak mau berurusan dengan gadis gila, tapi ketika beberapa langkah berjalan. Langkahnya terhenti karena ibu dari Lili berlari dan berlutut memegang kaki Daffin, ia memohon agar Daffin tidak pergi.

“Nak, tolong jangan pergi. Jangan tinggalkan Lili,” mohon ibu dari Lili, yang bernama Nisa.

Walaupun sudah berumur, kecantikan ibu Lili seperti abadi. Wajahnya masih sangat kencang, tidak ada keriput atau flak-flak hitam.

Daffin terkejut, karena Nisa berlutut di kakinya. Nisa memohon agar Daffin tidak pergi begitu saja, jika Daffin tidak mau membantu maka ia akan terus berlutut tidak mau melepaskan kaki Daffin.

“Hai Bu, jangan memaksa dong,” bentak Arina. Ia tak suka apa yang Nisa lakukan, ia juga tak rela Daffin terus berdekatan dengan gadis tak waras itu, hatinya sangat mendidih karena melihat Daffin diciumi wajahnya setiap inci. Semakin tak rela jika Daffin tinggal lebih lama di kediaman gadis gila.

Gilang terdiam, ia tampak bingung dengan situasi ini. Yang ia tahu bahwa Lili selama dua tahun, tidak mau berbicara dengan seseorang. Suaranya tak ia keluarkan selama dua tahun. Ia tahu kejadian di Desa Lembah ini, walaupun ia tinggal di Amerika. Karena sepupunya selalu menceritakan peristiwa di Desa Lembah yang viral termasuk kisah Lili yang ditinggal kabur oleh mempelai pria ketika ijab kabul ingin diucapkan.

Ia tak tega hati melihat ibu Lili berlutut di kakinya, mengingatkannya pada mendiang ibunya yang pernah hidup bersamanya. Sejenak, mata Daffin berkaca-kaca saat ia mengingat kasih sayang yang dulu pernah ia rasakan kepada mendiang ibunya.

Dengan hati yang berat, Daffin menganggukkan kepala setuju terhadap permohonan yang tidak pernah ia pikirkan. Langkahnya masuk ke dalam rumah, dan pandangannya tertuju pada Lili yang masih terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya terlihat tenang, kontras dengan kekacauan yang baru saja terjadi. Daffin merasa ada sesuatu yang lebih dalam pandangan Lili, ada trauma yang besar dalam kehidupan Lili.

Nisa, ibu Lili, mendekat dengan tatapan tulusnya. "Maaf, nama kamu siapa?" tanya Nisa dengan suara lembut, mencoba mencari tahu lebih banyak tentang pria yang membuat putrinya bisa berbicara.

"Nama saya Daffin, Bu," jawab Daffin, mencoba menjaga hati seorang ibu yang menangis tentang kondisi putrinya.

Dengan wajah penuh rasa, Nisa mengangguk mengerti. "Nak Daffin, saya tahu permohonan ini mungkin terdengar sangat aneh, dan mungkin terasa seperti permintaan yang tak masuk akal. Tapi putriku, Lili hari ini bisa bicara, sudah dua tahun putriku ini tak mau mengeluarkan suaranya lagi."

Daffin mendengarkan kalimat yang dilontarkan. Dia sangat terkejut, bagaimana bisa manusia tidak berbicara selama dua tahun. Hari ini ia mendengar suara Lili dengan lembut, ketika memanggilnya sayang. Wajahnya memang kotor tapi matanya sangat bening, mengingatkan kepada sesuatu.

Arina, sangat tak suka kepada Nisa yang terus mendekati Daffin. Karena posisinya akan sulit berdekatan dengan Daffin. Ia sudah menyukai Daffin sejak lama, bahkan kuliah di Amerika alasannya ingin dekat dengan Daffin walaupun ia tak pernah menemukan Daffin di Amerika.

Tapi ketika ke Desa Lembah dan liburan dengan Daffin malah bertemu dengan gadis tak waras, ia memperhatikan Daffin yang selalu menatap Lili yang sedang pingsan. Hatinya bergemuruh, kesal, cemburu, karena tatapan Daffin seperti tertarik oleh gadis tak waras itu.

"Nak Daffin, mungkin permohonan Ibu sangat gila. Tapi demi Lili, Ibu akan memohon sampai kamu setuju. Tolong nikahi Lili.” Nisa berlutut kembali untuk memohon kepada Daffin. Sang bapak hanya tertunduk dan mengeluarkan air mata.

Tampak beban yang berat kepada orang tua Lili, Daffin melihat itu. Ada rasa iba di hatinya, tapi ia pun harus tetap waras. Tidak mungkin ia menikahi gadis tak waras, menikah bukan sebuah permainan. Ia tak mau apa yang dialami mendiang ibunya, terjadi dalam kehidupannya. Suasana menjadi sunyi ketika Nisa menyampaikan niatnya untuk menahan Daffin.

Mata Lili mulai terbuka perlahan, ia melihat di sekitar tapi fokus tatapanya ketika menatap wajah Daffin, ia tersenyum manis. Daffin merasa detak jantungnya semakin cepat. Matanya melirik kepada Lili, memandangnya dengan pandangan yang lebih berempati. Pandangan mereka terkunci seketika seperti mendalami perasaan mereka masing-masing.

"Fin, dia gila. Lu jangan ikutan gila menerima pernikahan dengan gadis gila,” bisik Gilang.

Daffin mendengar setiap perkataan Gilang, ia menganggukkan kepalanya dan berbalik badan melangkah keluar dari rumah itu. Tapi dari belakang pinggang Daffin dipeluk dengan erat, Lili langsung berlari dan memeluk Daffin. Kepalanya disenderkan ke punggung Daffin. Sangat nyaman dan hangat yang Daffin rasakan kala itu tapi ia langsung menggelengkan kepalanya.

“Lepaskan, aku bukan kekasihmu, apalagi calon suamimu. Dasar gadis gila!” teriak Daffin.

Arina tersenyum mendengar ucapan Daffin yang terdengar sangat marah. Lili langsung melepaskan pelukannya itu, ia langsung mengambil sesuatu di laci dan ditunjukkan kepada Daffin. Daffin terperangah ketika melihat apa yang ditunjukkan oleh Lili.

Kakak? Si berengs*k itu! batin Daffin.

Lili menunjukkan fotonya bersama kekasihnya yang tak lain adalah kakaknya, sekilas wajah Daffin mirip dengan Diki, kakak tirinya. Ia baru mengingat, suatu waktu kakaknya memasang foto di media sosialnya. Memuji kecantikan Lili dan dalam status sosmednya itu tertulis.

Aku akan mendapatkan apa yang kumau darimu, cantik.

Para pembaca statusnya, akan berkomentar tentang apa yang ia tulis, karena kata-kata yang sangat ambigu. Daffin terdiam. Dunia seolah berputar mempermainakannya, merangkulnya dengan menendang ke jantung. Ia melirik Lili lagi, dan kali ini, ia melihat lebih dari sekedar seorang gadis tak waras. Diki yang dimaksud adalah Faris Diki Pratama. Kakak tirinya, yang ia benci bahkan dendam dengan Diki karena ia yang menyebabkan sang ibu meninggal.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status