"Kamu tahu rumor terbaru?" Rona mulai bergosip. Keduanya tengah berjalan di lorong kampus. Masih ada setengah jam sebelum kelas pertama dimulai. Zee mengedikkan bahu, acuh pada berita yang akan Rona sampaikan. Kepala gadis itu sibuk mengangguk, membalas senyum pada tiap orang yang menyapanya.Efek dari dietnya yang berhasil. Zee pun sukses mencuri perhatian warga kampus. Sudah jelas 70% adalah kaum Adam, sementara 10% kaum hawa. Sisanya mencibir dalam diam."Ingat, sudah punya lakik di rumah, ada cincin di jari manis." Rona mengingatkan."Lagi di Jepang." Rona menghentikan langkah Zee. Ini baru gosip, sejak kapan Zee tahu posisi terkini sang suami."Kalian mulai berkomunikasi?" Zee mengedikkan bahu, lantas menerangkan kalau dia tahu Birru di Jepang dari paman Birru. Rona mendesah kecewa. Dia pikir ada perkembangan dalam pernikahan sang bestie. Mereka terus berjalan sampai rombongan May lewat di depan mereka. Rona menarik tiba-tiba tubuh Zee. Berhenti, memberi jalan pada May yang meli
"Ini aneh kan?" Ivan bertanya dengan Birru hanya terdiam tak menanggapi. Ivan belum berani memberitahu kalau ada kemungkinan Vero dan Dion ada hubungan. Sesuai perintah Dika, Ivan sudah menyuruh anak buahnya membuntuti Dion dan Vero selama keduanya ada di kota ini."Ada ada kemungkinannya?" Birru akhirnya balik bertanya. Meski dalam hati dia pun tak menampik kalau ada kecurigaan mengenai dua orang itu. Sikap Dion dan Vero terlalu ramah satu sama lain. Satu sikap yang justru menimbulkan tanya akan hubungan mereka sebenarnya. "Kemungkinan akan selalu ada pak bos. Walau nol koma sekian persen." Birru segera menatap sang co-asisten yang justru nyengir dipandang tajam oleh sang atasan.Ivan berperan sangat penting selama lima bulan dinas luarnya. Banyak hal yang Ivan lakukan untuk menjaga dirinya dari banyaknya mara bahaya yang mengintai. Lelaki itu pikir perlu memberikan bonus pada Ivan jika mereka kembali ke tanah air. Ivan keluar dari ruang kerja Birru, menerima pesan dari anak buahny
Nafas Zee tersengal tapi staminanya masih terjaga. Hari beranjak sore, kawasan kampus sudah sepi. Tak ada orang pun yang Zee jumpai sepanjang perjalanannya mencari Rona. Ponsel dia tidak punya, dia tidak tahu harus bagaimana.Yang dia tahu hanya berusaha mencari Rona. "Ya Allah, lindungi Rona." Doa itu berulang kali terlantun dalam hati Zee. Dia sungguh ingin menangis. Rasanya putus asa. Namun dia tidak mau menyerah. Dia harus menemukan Rona.Feeling Zee menuntunnya ke area belakang gedung yang sepi. Ada beberapa ruang kosong yang Zee tahu sering dijadikan tempat bolos oleh mahasiswa juga mereka yang ingin berbuat di luar aturan kampus.Berjalan mengendap-endap. Zee meminimalkan suara dari sepatunya sendiri. Dua ruangan kosong, dia tak menemukan apapun di dalamnya. Satu ruangan terkunci dari luar. Zee mengetuk pelan pintunya. Berharap Rona tak pingsan hingga bisa menjawab kode darinya. Tak ada respon, Zee beralih ke ruang keempat yang seketika membuat Zee menajamkan pendengarannya. S
Jepang. Bunyi benda jatuh membuat Ivan lari tergopoh-gopoh menuju dapur. "Ada apa pak bos?" Lelaki itu bertanya panik, gegas menolong Birru yang menekan dada kiri, dengan wajah memucat. Di kaki lelaki itu ada pecahan gelas. "Dadaku sakit Van," keluh Birru. Lelaki itu meringis, nyerinya tak tertahan. Diikuti rasa panas menjalar ke mana-mana. Ivan tentu kebingungan. Dia memapah Birru ke sofa di ruang tengah. Tangannya dengan sigap meraih ponsel, menghubungi dokter pribadi Birru."Ponselku Van," pinta Birru lirih. Tidak tahu kenapa, dalam keadaan sakit begini ada satu nama yang terlintas di wajahnya."Dokter otewe ke sini." Info Ivan. Sang co- asisten bergerak ke dapur. Membereskan kekacauan akibat ulah Birru. Sementara sang tuan gegas mendial nomor yang selama lima bulan ini nyaris tak terpikir olehnya. Panggilan terhubung tapi diangkat. Tidak sabaran, jemarinya mengetik sebuah pesan, yang mungkin sebentar lagi akan Birru sesali. "Gemoy, apa kamu baik-baik saja?" Entah kenapa, rasa ce
Alfa menerjang dua pria yang nyaris menjamah tubuh Zee. Pria itu kalap, dia menghajar mereka tanpa ampun. Darah Alfa mendidih melihat keadaan Zee yang berantakan. Sekilas dia melihat celana jeans sudah separuh jalan menuruni paha, untungnya Zee masih melapisi jeansnya dengan hot pants. Hingga paha putih mulusnya masih aman. Sementara kemeja Zee sudah robek bagian depan."Brengsek! Bajingan! Sialan!" Alfa menginjak perut dua pria itu bergantian. Membuat empat perempuan menjerit histeris. Darah muncrat dari mulut keduanya. Teriakan histeris mengalihkan perhatian Alfa. Lelaki itu bak serigala pemburu berganti target.Suara tamparan terdengar keras, empat kali membuat empat wanita itu tersungkur di lantai semen. Alfa tanpa perasaan menginjak tangan satu dari mereka. Si empunya tangan melolong kesakitan. Memohon ampun untuk dilepaskan."Ampun? Kalian tahu siapa yang kalian usik?" Suara Alfa bergetar menahan amarah. Belum pernah dia semarah ini pada dirinya sendiri. Dia merasa gagal melindu
Selang oksigen terpasang dengan Wafa sendiri menangani, dibantu seorang perawat wanita. Zee setengah sadar ketika Alfa membaringkannya di brankar. Lelaki itu mundur membiarkan Wafa menangani Zee. Saat itulah, Dika muncul dengan Rona yang terlihat pucat. Gadis itu pun segera mendapat penanganan. "Zee, mereka sempat memukul lehernya." Kata Rona lemah, sebelum memejamkan mata. Si perawat langsung menyampaikan pesan Ronaa pada Wafa yang segera menyiapkan rontgen sekalian CT scan jika diperlukan."Dia minta jangan memberitahu mereka." Alfa berbisik pada Dika."Gak bisa Al. Ini saja Birru yang nyuruh aku nyari Zee sendiri. Dia sepertinya punya bad feeling soal ini. Birru langsung dikasih obat tidur dan besok harus menjalani pemeriksaan jantung."Ucapan panjang kali lebar Dika membuat Alfa mengerutkan dahi. Sejak kapan Birru peduli pada Zee. Apa tadi? Birru harus melakukan cek up kesehatan jantung. Yang benar saja. "Begini saja. Jangan beritahu Birru, katakan saja kalau Zee tidak apa-apa j
"Aku ingin pulang." Birru bersikeras dengan keinginannya. Sementara Ivan yang sudah diberitahu kejadian sebenarnya, ditugaskan untuk menahan Birru selama mungkin."Yo, ndak bisa begitu. Selesaikan cek up jantungnya dulu. Memangnya pak bos mau Tuan Besar khawatir kalau pak bos melakukan pemeriksaan di sana. Sepintar apapun kita menyembunyikannya. Tuan Besar pasti akan tahu. Lagi pula tinggal tiga hari urusan kita sudah selesai."Ivan berusaha membujuk dengan nada sesantai mungkin. Padahal dia semalam ikut mengumpat brutal waktu video call dengan Dika. Di mana bos kecil Ivan menceritakan kejadian yang menimpa nyonya muda mereka."Rona tidur sama gemoy, dan si gemoy sudah tidur." Gemoy, gemoy! Nyonya sudah tidak gemoy lagi, pak bos. Nyonya sudah langsing, cantik, kinyis-kinyis. Ingin sekali Ivan menyela ucapan Birru. Sang asisten terkikik dalam hati. Bisa jadi Birru bakalan _fall in_ nanti kalau sudah pulang."Terus apa masalahnya. Siapa tahu nyonya lagi nglembur bikin tugas, terus minta
Hanya perlu dua hari, untuk mengembalikan mood Zee, selama itu ada Rona yang setia menemani. Juga Alfa yang kemarin berkunjung. Memanfaatkan kesempatan Birru tidak ada di rumah. Kalau lelaki itu ada, mereka bakal berakhir gelut. Meski Zee sampai sekarang tak tahu apa permasalahan keduanya.Rona pulang hari ini. Dua hari menginap tentu dia harus menengok kamarnya, apalagi keadaan Zee sudah membaik, jadi dia bisa pulang dengan tenang. Pukul sembilan malam, Zee tak bisa tidur.Serta ingatan Zee yang melayang pada pertemuannya dengan Vero kemarin di toko buku. Zee tersenyum melihat ekspresi kaget Vero. Wanita itu jelas terkejut melihat tampilan baru Zee. Tak banyak kata terucap dari Vero, tapi Zee yakin kalau perempuan itu pasti merencanakan sesuatu. Dan Zee harus mulai waspada. Tidak ingin kejadian kemarin terulang lagi.Mengingat beberapa hari ini dia tidak berolahraga. Pun rasa kantuk tak jua datang, Zee mengganti pakaiannya. Tank top khusus untuk olahraga dengan celana training. Lanta