Aarav jadi bingung sendiri, puluhan kali dia menolak gadis yang dijodohkan kepadanya dan baru kali ini dia menerima seorang gadis tapi ujungnya malah dia juga yang salah.
“Gue enggak bisa nolak oma lagi, Bel … makanya gue nerima lo.”Aarav kemudian terdiam, dia jadi merasa bersalah.“Gini deh, Bel … gue balik lagi ke rumah bokap lo … gue minta restu sekali lagi, gue yang minta maaf atas nama lo … tapi nanti gue janjiin lo akan telepon bokap lo buat minta maaf … gue akan bilang kalau sekarang lo lagi emosional … kalau setelah semua itu bokap lo masih enggak kasih restu juga, ya udah … kita enggak perlu menikah, gue juga punya alasan membatalkan perjodohan ini.”Tumben-tumbenan Aarav bisa serius, berpikir dewasa dan bijaksana.Sifabella mengangkat pandangan menatap Aarav.“Wah … ide bagus itu, gue jadi enggak perlu menolak perjodohan ini dan juga gue enggak perlu menikah … tapi sayang enggak sih, gue ngelewatin cowok“Cepetan Bella! Lo tinggal milih doank lama banget.” Aarav menggeram menahan suaranya.Bagaimana Aarav tidak kesal, sudah dua jam lamanya dia menunggu Sifabella memilih cincin namun gadis itu tak kunjung bisa menentukan pilihan.Waktu tidur siangnya terbuang percuma, padahal baru sekarang—semenjak dia dibebaskan di perusahaan opa Beni di Jakarta, untuk kemudian nanti memimpin perusahaan beliau di Sydney—Aarav akhirnya bisa menikmati tidur siang selain weekend.“Sebentar ih, milih cincin nikah itu harus santai biar pas di hati karena akan dipake seumur hidup,” kata Sifabella sembari menatap koleksi cincin nikah di butik perhiasan ternama.Sifabella lantas tertegun begitu juga Aarav, kalimat itu menunjukkan seolah mereka akan menikah selamanya.Karena sesungguhnya Aarav sanksi kalau pernikahan yang akan dijalaninya bersama Sifabella akan langgeng bila mengingat pernikahan tersebut berawal dari perjodohan bukan cinta.“Saya mau yang ini aja, Mas!” kata Sifabella kepada seorang pria pelay
“Cieeee … yang baru pulang ketemu calon ayah mertua.” Daddy Akbi sedang menggoda Aarav yang baru saja sampai ke rumah.“Gimana? Sukses?Restu di tangan donk!” Mommy bertanya antusias sedangkan Aarav menunjukkan ekspresi lelah dan bergerak malas-malasan.Mommy langsung tahu kalau pertemuan tadi tidak berjalan lancar.“Coba sini cerita,” kata Mommy menepuk space kosong sofa di sampingnya.Aarav duduk di sana kemudian mengembuskan napas berat.Punggungnya bersandar nyaman pada sandaran sofa.“Bella itu punya kecewa yang besar sama papapnya, dia ditelantarkan papapnya semenjak mamanya meninggal … papapnya Bella lebih sayang sama istri muda dan dua anak tirinya … jadi tadi itu situasinya enggak kondusif … Bella emosional, papapnya juga enggak bijaksana main tuduh aja … masa dia nuduh Bella hamil karena tiba-tiba minta restu mau nikah … terus ibu tirinya Bella juga terlalu ngatur sih.” Aarav menceritakan.“Terus gimana? Masa gagal lagi, Rav?” Daddy tampak kecewa.“Tadi Aarav udah bicara sama
Aarav jadi bingung sendiri, puluhan kali dia menolak gadis yang dijodohkan kepadanya dan baru kali ini dia menerima seorang gadis tapi ujungnya malah dia juga yang salah.“Gue enggak bisa nolak oma lagi, Bel … makanya gue nerima lo.” Aarav kemudian terdiam, dia jadi merasa bersalah.“Gini deh, Bel … gue balik lagi ke rumah bokap lo … gue minta restu sekali lagi, gue yang minta maaf atas nama lo … tapi nanti gue janjiin lo akan telepon bokap lo buat minta maaf … gue akan bilang kalau sekarang lo lagi emosional … kalau setelah semua itu bokap lo masih enggak kasih restu juga, ya udah … kita enggak perlu menikah, gue juga punya alasan membatalkan perjodohan ini.” Tumben-tumbenan Aarav bisa serius, berpikir dewasa dan bijaksana.Sifabella mengangkat pandangan menatap Aarav.“Wah … ide bagus itu, gue jadi enggak perlu menolak perjodohan ini dan juga gue enggak perlu menikah … tapi sayang enggak sih, gue ngelewatin cowok
Mata Aarav memindai sekeliling ruang tamu, banyak foto keluarga tapi tidak ada Sifabella.Hanya ada foto ayahnya Sifabella bersama ibu tirinya dan dua orang gadis yang Aarav duga adalah kakak tiri Sifabella, sungguh ironi.Dia lantas melirik ke samping pada Sifabella yang terlihat gugup dengan menggenggam kedua tangan di atas paha.Sementara itu pria paruh baya yang merupakan ayahnya bela duduk di depan mereka bersebelahan dengan seorang wanita paruh baya yang memindai Sifabella dan Aarav dari atas hingga ke bawah.Yang membuat Aarav heran adalah kenapa ayahnya Sifabella tidak membawa mereka masuk ke ruang keluarga?Sifabella bagian dari keluarga mereka, bukan?Pasalnya di rumah Aarav, ruang tamu tidak pernah berguna karena mereka yang datang ke rumah akan selalu dibawa ke ruang keluarga yang luas.“Jadi, nak Aarav ini siapanya Bella?” Papap Heru akhirnya bertanya kepada Aarav.“Saya?” Aarav menunjuk ujung hidungnya sendiri.Dia lantas menoleh lagi kepada Sifabella lalu menggenggam ta
Aarav masuk ke sebuah unit apartemen setelah menekan angka-angka yang diberitahu Sifabella barusan.Dia disambut oleh apartemen yang berantakan. “Ada ya cewek jorok kaya gini.” Aarav bergumam.Tujuannya adalah sofa panjang di depan televisi dan ketika sampai di sana, dia menatap nanar pada celana dalam berwarna merah yang teronggok di atas sofa.“Masa celana dalem ada di sini?” Dia bicara sendiri sambil mengerutkan keningnya.Tangan Aarav terulur perlahan untuk meraih celana dalam tersebut namun dia terhenyak saat tiba-tiba Sifabella lebih dulu meraih benda seksi tersebut.“Ini punya Rossa … teman gue yang tinggal di sini juga,” kata Sifabella sambil berlalu menuju sebuah pintu yang tertutup.Rambut Sifabella masih basah dan dia tanpa makeup.Kening Aarav mengkerut kian dalam, dia tidak terima karena meski tanpa makeup tapi Sifabella tetap cantik.Memang seperti itu wajahnya, sama percis sewaktu mereka pertama kali bertemu.Sifabella membuka pintu kemudian melemparkan celana dalem ter
Aarav : Oma, bilang sama Bella … nanti Aarav jemput jam sembilan.Oma Aneu berdecak lidah membaca pesan dari cucunya.Rumah mereka saling berhadapan hanya dibatasi jalanan komplek. Apa tidak bisa cucu lucknutnya itu datang ke rumah untuk bicara secara langsung, bukannya malah mengirim pesan.Oma Aneu : Chat sendiri orangnya.Oma Aneu menyematkan nomor ponsel Sifabella dalam chat tersebut agar Aarav menyimpannya.Aarav : Oma aja yang chat Bella, dia ‘kan jodoh pilihan Oma.“Halaaah, memang mau ngerjain aja ini bocah.” Oma Aneu bergumam.Malas berdebat lagi, beliau yang tengah menikmati teh sambil menonton televisi mau saja dijadikan perantara oleh sang cucu.Oma Aneu pun mengirim pesan kepada Sifabella.Bu Aneu : Bel, kata Aarav dia jemput kamu jam sembilan.Sifabella : Baik, Oma.Beberapa detik kemudian, balasan pesan dari Sifabella masuk ke ponsel oma Aneu.Oma Aneu membuka ruang pesan dengan Aarav.Oma Aneu : Kata Bella oke.Aarav : Thanks Oma ku sayang.Tidak lupa Aarav menambahka