Share

Diterpa badai gosip

Hari sudah beranjak sore, aku sudah selesai membuat rekening bank dan sekalian menabung semua uangku, toh nanti kalau perlu tinggal tarik di ATM, di rumah kontrakan Nek Surti kami juga sudah selesai membuat adonan kue, nanti malam baru akan dikukus oleh Nek Surti. 

Malamnya aku menghubungi kembali CS dari Beauty Skincare, aku meminta arahan soal pembayaran dan karena belum ada kontrakan pasti, aku memberikan alamat kontrakan Nek Surti untuk pengiriman barangnya, akhirnya semua sudah beres untuk hari ini, jadi aku memutuskan untuk tidur karena Nek Surti menyuruhku tidur saja dan tidak diizinkan membantu lagi. 

***

Pagi sudah menjelang aku berangkat untuk bekerja, aku berusaha bersikap biasa dengan harapan fitnah yang menimpaku belum tersebar luas, aku tidak ingin orang lain tahu kepedihan hati ini, biarlah aku sendiri yang merasakannya. 

Awalnya semua berjalan baik-baik saja, tapi suasana berubah saat jam makan siang, seperti biasa aku pergi untuk makan siang di warung seberang jalan tempatku bekerja, ketika akan masuk ke warung sayup-sayup kudengar percakapan beberapa orang yang sedang makan. 

"Iya, Dewi diusir keluarganya dari rumah karena kepergok sedang merayu calon suami adiknya, bahkan saat kepergok si Dewi itu lagi tindih-tindihan di atas sofa, jadi wajar sih kalau akhirnya dia diusir."

"Iya, tega sekali sama adik sendiri."

"Gak nyangka ya, Dewi yang selama ini kita kenal baik, sopan, kalem tapi ternyata bejat."

"Kebanyakan pelakor emang gitu, kelihatannya alim tapi merayu lelaki orang di belakangnya, awas aja suami kalian juga kena rayu."

Tubuhku seperti disengat aliran listrik bertegangan tinggi saat mendengar obrolan mereka, kemalangan dan nasib burukku ternyata belum pergi, fitnah keji sekarang menjadi bahan gosip warga sekitar, bahkan mungkin akan terus meluas. 

"Saya tahu siapa Dewi, dia gak mungkin kayak gitu! Saya yakin pasti ada fitnah dalam kejadian itu!" Terdengar suara lelaki tua memberikanku pembelaan, ternyata itu Pak Karjono penjual es degan keliling yang kebetulan lagi makan siang. 

Ternyata masih ada orang yang percaya padaku, semoga Pak Karjono bukan satu-satunya orang yang percaya padaku. 

Langkahku memasuki warung menghentikan obrolan mereka, terang saja semua menjadi gelagapan, tanpa pikir panjang aku mencoba mengklarifikasi fitnah yang menimpaku itu. 

"Kalau tidak tahu kenyataannya, lebih baik Ibu Bapak sekalian jangan bergosip ke mana-mana, Bapak Ibu sekalian saat ini pasti percuma saja saya mengklarifikasi karena gosip terlanjur sudah tersebar, saya hanya mau bilang, demi Tuhan saya tidak seperti itu dan saya sedang difitnah, Bapak Ibu sekalian kan tahu keseharian saya bagaimana, jangankan merayu lelaki orang, pacaran saja saya tidak pernah! Kalian lihat kan kondisi saya saat ini bagaimana? Saya masih punya harga diri!"

Mereka semua terdiam, tapi belum tentu juga mereka percaya padaku begitu saja, mungkin begitu jauh dariku mereka akan kembali bergosip ria. 

Mungkin karena tidak enak terhadapku, beberapa orang yang telah selesai makan dengan cepat meninggalkan warung itu, aku tidak mau ambil pusing lagi yang penting aku sudah berusaha menjelaskan kebenarannya. 

Suasana sudah terasa kondusif, tapi berubah lagi ketika tiga pemuda masuk ke warung, setelah memesan makanan mereka terdengar membicarakan hal-hal mesum, memang tidak secara langsung menyebut namaku, tapi jelas obrolan mereka mengarah padaku. 

"Sekarang gak perlu jauh-jauh kalau mau booking cewek, ternyata di kampung kita ini juga ada."

"Zaman sekarang banyak cewek yang terlihat alim, tapi lalim di belakang."

"Kalian seperti ibu-ibu arisan, sukanya ngegosip! Kalau masih mau ngegosip mending ganti kelamin aja sekalian," ucap Pak Karjono dengan melototkan matanya. 

Memang Pak Karjono adalah penjual es degan, tapi dengar-dengar dia itu dulunya mantan preman, jadi wajarlah banyak pemuda sekitar yang takut jika berurusan dengannya. 

Para pemuda itu pun berhasil dibuat diam, mereka tidak berani lagi untuk sekadar berdehem saking takutnya kepada Pak Karjono. 

"Sabar ya, Wik, Tuhan pasti akan membersihkan namamu kembali,  saya percaya kamu itu adalah perempuan baik-baik," ucap Pak Karjono kemudian. 

Tak terasa air mataku menetes karena mendengar motivasi dan pembelaan dari Pak Karjono, orang yang terlihat sangar, tapi tersimpan kemuliaan di hatinya. 

Setelah selesai makan aku segera membayar makananku dan aku tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pak Karjono yang tengah menyeruput kopi hitamnya ditemani sebatang rokok Djarum. 

Aku kembali ke laundry untuk melanjutkan  pekerjaanku, sepertinya aku tidak akan bisa tenang lagi, karena mungkin saja teman kerjaku ataupun para pelanggan sudah mendengar gosip tentang fitnah yang menimpaku, bahkan mungkin saja Bu Susi dan Bang Faisal juga sudah mendengarnya, jika benar demikian entah bagaimana pandangan mereka. 

"Dewi, diminta pergi ke rumahnya Bu Susi tuh." Ucap bu Arini teman kerjaku. 

Perasaanku seketika merasa tidak enak mendengarnya, pikiran negatif langsung muncul di kepala, saat sudah sampai di rumah Bu Susi, aku hanya bisa diam berdiri dan ragu untuk mengetuk pintu. 

Dari dalam sayup-sayup kudengar obrolan Bu Susi dan suaminya, terdengar Bu Susi terus membelaku dari nyinyiran suaminya tentangku, aku tak mau mereka terus berdebat jadi aku beranikan diri ini mengucap salam. 

Ucapan salamku menghentikan obrolan Bu Susi dan suaminya, setelah hening sesaat barulah terdengar suara Bu Susi mempersilakan masuk. 

Kulangkahkan perlahan kaki ini memasuki rumah Bu Susi, di ruang tengah terlihat Bang Faisal, Bu Susi dan suaminya tengah duduk di atas sofa, kemudian aku dipersilakan untuk duduk di sofa depan mereka. 

"Begini Dewi, ini tentang beredarnya rumor tak enak soal dirimu hari ini, rumornya juga telah tersebar ke mana-mana, bahkan beberapa pelanggan telah berani secara langsung menanyakan ke saya melalui pesan W******p," jelas Bu Susi.

Aku terdunduk sembari meremas-remas jemariku karena gugup, meskipun sudah kuduga hal ini pasti akan terjadi, tetap saja hatiku menjadi kacau. Bahkan, aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutku. 

"Apa benar gosip itu Dewi?, kamu harus jujur, Ibu lebih suka dengan orang yang jujur karena jujur itu adalah dasar dari kepercayaan," ucap Bu Susi kemudian. 

Aku mencoba menenangkan hati sebelum menjawab, walaupun mereka belum tentu akan percaya, tapi aku harus menjelaskan yang sebenarnya. 

"Demi Tuhan, saya tidak melakukan seperti apa yang digosipkan, justru saya yang menjadi korban pelecehan ketika di rumah sedang sepi, saya telah difitnah seolah-olah sayalah yang merayu calon suami adik saya, saya tahu kalian mungkin tidak akan percaya, tapi itulah kebenarannya." Jelasku kepada Bu Susi dan keluarga. 

"Faisal percaya dengan Dewi, Ma, Pa. Kita bisa lihat kan bagaimana Dewi dalam kesehariannya, kita bisa menilai dari sana kebenaran yang sesungguhnya."

Mendengar pembelaan Bang Faisal, rasa kesalku padanya berangsur pudar, ternyata sisi baiknya memang murni, dia mampu menyimpulkan dengan jernih sebuah permasalahan. 

Bagaimana kelanjutannya? Tunggu di bab berikutnya ya, Guys.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status