Tak hanya di luar ruangan saja yang memiliki aroma baru, tapi di dalam ruangan Key juga terhirup parfum yang baunya berbeda dari luar. Qesya bingung sendiri saat bosnya berhenti di depan pintu."Ada apa, Pak?" tanyanya heran."Tidak ada," jawabnya menutupi perasaan senang dengan suasana baru hari ini. "Tolong Ibu hubungi restoran unit 2. Minta laporan pengunjung dan keuangannya. Meja kerja Ibu di luar, bukan di ruangan saya. Jadi, sebatas di sini saja kalau saya tidak meminta Ibu masuk," lanjut Key tegas, tapi tetap elegan. Sebagai pemimpin dia harus punya wibawa."Maaf, Pak." Qesya pun menelan saliva kemudian bergegas melihat sebuah meja lengkap dengan peralatan kerja di dekatnya. Dia merasa kalau itu adalah mejanya.Sesampainya di ruangan yang memiliki perbedaan design dengan ruangan kerja di Matsu Raga Jaya. Di sini ruangan Key dikelilingi oleh kaca. Tirai PVC warna putih saja yang diturunkan bila ingin suasana lebih privasi.Key tersenyum mengingat Djuwira pagi ini. Jarinya berjal
"Ya, sahabat sejak kecil." Uwais tersenyum, lalu menepuk sesuatu di dinding. "Ada nyamuk!" sahutnya.Djuwira tersenyum. "Oh," sahutnya singkat, lalu meneruskan, "Alhamdulillah aku bisa diterima bekerja di sini. Pekerjaan apa pun akan aku lakukan demi terbebas dari utang. Bekerja adalah salah satu jalan supaya dapat gaji. Terima kasih banyak atas bantuannya, Uwais.""Apa pun?" tanya Uwais menaikkan alisnya sebelah."Ya, apa pun," jawab Djuwira polos."Kalau jadi pembunuh bayaran, apa kau mau? bayarannya besar," tanya Uwais."Astaghfirullah! bukan kerjaan itu juga kali, Uwais." Djuwira syok mendengarnya."Haha! aku bercanda. Kau di sini tidak sendiri. Ada aku yang bisa kau panggil saat kau butuh pertolongan." Uwais menaikkan kedua alisnya sambil tersenyum.Djuwira pun ikut tersungging mendengarnya. Memang sedari tadi dia merasa asing. Terlebih bekerja bersama karyawan yang super sibuk dan berhati dangkal. Umpatan terus terdengar merendahkannya."Key di mana?" tanya Uwais."Ah, Pak Keane
Deg!Key sepertinya salah sangka. Ia menduga kalau Djuwira terlalu agresif memintanya membuka seluruh pakaian hanya demi luka kecil saja."Ah, maksud saya bukan semua baju bapak, tapi lengan bajunya aja, Pak," lanjut Djuwira memperbaiki ucapannya."Oh, biar aku saja." Key menggulung lengan kemeja birunya kemudian melihat sendiri luka itu."Ya Allah, kenapa bisa terluka, Pak?" tanya Djuwira, mengoleskan kapas basah tadi ke tangannya. "Maaf kalau sedikit perih," sambungnya.Key merespon dengan sakit yang terasa ketika Djuwira membersihkan lukanya. "Aku menolong seseorang dari pencopet tadi," jawabnya.Djuwira langsung kagum. Wajah polosnya menatap Key senang sekaligus tidak percaya. "Bapak serius? di mana kejadiannya?""Di depan waktu mau pulang tadi," jawab Key."Wah, bapak keren!" pujinya."Keren? aku hampir mati!" Key mengernyit tak percaya kalau wanita di sampingnya malah kagum.Djuwira tersenyum manis, lalu mengoleskan obat. "Allah pasti jaga bapak. Soalnya bapak baik," sahutnya.Ke
Secara bergantian, Key memperhatikan Uwais juga Djuwira. Gadis itu bisa melihat tatapan Key dari pinggiran bingkai matanya. Namun, Djuwira sungkan membalas."Kalian sepertinya sangat akrab," ujar Key membuka percakapan. Pertanyaan yang sudah lama dia simpan akhirnya keluar juga.Djuwira menanggapi ucapan Key dalam hati. "Celaka, Tuan Key pasti ngira aku genit ke Uwais."Uwais langsung tertawa kecil. "Di sana di tidak punya teman, Key.""Para karyawan di sana, apa tidak ada yang bisa kau jadikan teman? sesama rekan satu profesimu juga banyak," sambarnya tidak percaya.Djuwira tersenyum, lalu membuka maskernya. Key terkejut dan memintanya langsung menggunakan benda itu lagi. "Pakai lah, jangan kau buka!"Uwais mengernyit kesewa saat sahabatnya mengatakan itu di depan Djuwira secara langsung yang memiliki riwayat perundungan atas tompel di mukanya sejak kecil."Sama seperti Tuan, mereka juga tidak mau mendekati saya karena tanda lahir ini," tandas Djuwira berusaha melapangkan dada, lalu
"Uwais," ucapnya lirih ketika melihat pria itu ada di depan toilet."Kau tidak apa-apa?" tanya Uwais padanya.Djuwira menggeleng kepala menanggapi pertanyaan darinya. Ia melebarkan penglihatan ke berbagai arah. Di beberapa sudut restoran, karyawan yang sedang bersantai melirik pada mereka bertiga."Pak Keane, saya minta maaf atas kejadian tadi," tukasnya merasa bersalah.Key menghela napas cepat. "Minta maaf untuk apa? justru kau berjasa hari ini," pujinya pula.Djuwira tidak menyangka kalau Key malah berterima kasih dengan kalimat tersebut. "Berjasa dalam hal apa, Pak?" tanyanya lagi memastikan firasatnya."Pokoknya kau berjasa. Ayo, kita pergi. Lebih baik kita makan di tempat lain saja. Aku sudah hilang selera makan di sini," jawabnya ketus. Key benar-benar tidak bisa bicara baik dengan Djuwira.Ia berjalan mendahului Uwais juga Djuwira. Key menghubungi seseorang di sepanjang perjalanan menuju parkiran. Sementara itu Djuwira penasaran sekaligus khawatir pada pesanan yang sudah terhi
Djuwira bergidik aneh pada bosnya malam ini yang mendadak banyak meminta tolong padanya. Ia yang selama ini merasa terabaikan, sekarang malah dituntut untuk mengurusnya.Key melarang Djuwira pergi dari kamarnya. Padahal dia ingin keluar hanya untuk menyediakan makanan yang mungkin menjadi penyebab sakit kepalanya. Gadis itu duduk di sofa stoll dekat dengan tempat tidurnya.Sesuai permintaan Key, Djuwira memijat kening bosnya yang masih memejamkan mata. Djuwira tidak bisa diam saja sementara dia yakin kalau penyakit itu asalnya dari perut."Pak, saya buatkan makanan dulu, ya.""Bi Ratih sudah membuatkan.""Tapi, saya gak bisa tenang. Di sini gak ada minum atau apa pun. Saya akan buatkan herbal supaya sakit kepala bapak berkurang."Key menghela napas panjang kemudian membuka kelopak matanya secara perlahan. Ia melirik Djuwira yang terkesan memikirkannya. "Ya, buatkan aku apa pun yang menurutmu baik untukku."Djuwira langsung berdiri. "Iya, Pak. Saya akan segera kembali."Key mengikuti l
Key tidak bisa menahan dirinya yang sudah melihat jelas wajah Djuwira dengan tanda lahir di pipi. Wanita itu benar-benar tidak tahu konsekuensi dari perbuatannya. Key mulai merasa tubuhnya dingin sampai ke ujung kaki.Perutnya berputar seperti rollercoaster yang seolah-olah ingin mengeluarkan sesuatu dari dalam. Key tidak lagi bisa menahan dan langsung menyembur isi perut yang baru saja diisinya. Tepat di muka Djuwira.Sumpah. Djuwira kaget bukan main ketika mukanya basah karena cairan yang dikeluarkan Key. Terasa panas juga beraroma bubur ayam, ditambah air rempah juga buah-buahan.Tidak lama setelah itu Key pun terduduk, menutup mulutnya dan meminta Djuwira menjauh."Pak. Ada apa dengan bapak?" tanya Djuwira kebingungan. Meski mukanya kotor, tapi sikap yang ditunjukkan oleh Key lebih mengkhawatirkan."Aku—minta maaf," jawabnya dengan suara tertahan. "Pergi bersihkan dirimu di kamar mandi," lanjutnya merasa bersalah karena sudah muntah tepat di wajahnya.Djuwira mengusap mukanya, lal
Djuwira memang bekerja untuknya di perusahaan, tapi sekarang bukanlah jam kerja. Dia memberanikan diri untuk menolak permintaan Key."Maaf, Pak. Saya harus pulang," katanya bernada lemah.Key meliriknya setengah sinis. "Kenapa kau mau pulang?""Ayah butuh saya untuk masak sarapan besok. Hanya ada adik saya yang susah diandalkan." Djuwira berusaha jujur.Key menarik napas, lalu membuangnya perlahan sambil berpikir. "Kalau begitu kau bawa saja mobilku dan besok pagi jemput aku ke kantor," jawabnya.Djuwira mengernyit heran. Key memintanya menjadi supir pribadinya? padahal kemarin dia memecatnya. Djuwira sangat terkejut dengan sikap Key hari ini.Key memberikan satu kunci mobil padanya kemudian Djuwira menerima. "Jangan telat. Hubungi aku kalau kau sudah sampai rumah," ujarnya memberi pesan."Menghubungi bapak?" Djuwira menahan tawa karena mendengar permintaan aneh lagi yang keluar darinya."Ya! aku butuh informasi tentangmu karena mobilku kau bawa. Aku takut kau membawanya pergi," jawab