Home / Romansa / Gadis Yang Kunodai / Meninggalkan Sarah

Share

Meninggalkan Sarah

Author: Purwa ningsih
last update Last Updated: 2025-01-08 20:11:20

Sarah berbalik menatap nanar Devan dengan mata basahnya, sedangkan Devan mengalihkan pandangan ke bawah tidak sanggup melihat wajah sedih gadis itu yang dia buat jadi seperti itu.

"Aku tidak butuh maafmu, kau kejam," lirih Sarah.

Sarah menangis berharap jika apa yang baru saja terjadi adalah sebuah mimpi buruk.

"Aku … aku khilaf," ucap Devan.

"Kenapa kau lakukan perbuatan kejam ini? Kenapa?!" Teriak Sarah seraya menangis histris.

Devan mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi Sarah teriak mundur lagi mengibaskan tangannya menepis gapaian tangan Devan yang ingin memeluknya.

"Maaf, aku tadi mabuk dan aku, terbawa suasana," ungkapnya menundukkan kepala.

Tampaknya Sarah putus asa dengan jawaban yang Devan berikan.

"Kau tidak peduli bagaimana kehidupanku setelah ini." Protes Sarah.

"Lain kali aku tidak akan melakukan lagi, maafkan aku," ucap Devan sepelan mungkin.

"Hah lucu sekali kau telah memperko-saku, dan kau telah menghancurkan hidupku."

"Maaf," ucap Devan menyerah.

"Pergi!!" Usir Sarah marah.

Devan menghela napas lelahnya berdiri memungut baju Sarah dan menaruhnya di dekat Sarah. Lalu Devan meraih bajunya sendiri dan pergi meninggalkan Sarah dengan perasaan emosi menggebu-gebu ke kamar mandi. Devan mengerjapkan matanya berkali-kali menyalahkan shower. Dia mengingat betul kejadian tadi kalau dirinya mabuk dan menyakiti Sarah yang jalan sendirian mau pulang. Alih-alih mengantarkan lalu Devan menyakiti Sarah dan memaksa membawanya ke apartemen pribadinya.

Kepala Devan terasa sangat berat terangkat disertai pening yang melanda, selesai ia langsung keluar kamar mandi malah mendapat kejutan tidak terduga, dia melihat Sarah tergeletak di lantai. Buru-buru Devan menghampiri gadis itu menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Benar kali ini Devan gemetar takut.

"Sarah … bangun, Sara." Devan menepuk-nepuk pelan pipi Sarah, berharap jika gadis itu segera bangun agar cemas yang Devan rasa segera mereda.

Devan merasakan tangannya basah saat itu juga mengecek tangan yang ternyata sudah banyak darah. Dan ia melihat ada gunting di samping tangan Sarah. Panik Devan begitu panik ia menyentuh kening dengan punggung yang masih hangat, kemudian Devan meraih tangan kanannya yang terasa begitu dingin, beralih ke kakinya yang juga terasa begitu dingin. Devan langsung menggendong gadis itu, dengan hati-hati Devan menggendong tubuh tidak berdaya Sarah ke mobil. Lalu melesat pergi untuk segera membawa Sarah ke rumah sakit.

"Please bertahanlah Sarah. Maafkan aku."

Devan hanya bisa memikirkan gadis itu saja, dengan cepat ia melesatkan mobilnya membelah jalanan sepi dan gelap dengan penuh rasa cemas yang melandanya.

"Bertahanlah, Sarah … aku mohon, maafkan aku," gumamnya.

Suara deru mobil menghiasi kepanikan dan kecemasan Devan, pikirannya hanya di isi dengan perasaan bersalah terhadap gadis itu, Devan kembali merutuki kegila-annya dalam memaksa dan merenggut kesucian Sarah, jika saja dia tidak menodai Sarah mungkin saja Sarah tak mencoba untuk bu-nuh diri.

"Aku benar-benar bodoh,, maafkan aku …," Devan memukul stir mobil.

Sampai di rumah sakit pun Devan masih merasakan kecemasan tentang bagaimana kondisi gadis itu, tembok berwarna serba putih mengapa penglihatannya, wangi khas menyeruak ke hidungnya, Devan berpeluh keringat mengisi setiap sisi wajahnya.

Tangannya ikutan menjadi dingin mengikuti suhu di sekitarnya, banyak perawat yang masuk ke ruangan tempat di mana gadis itu berada, hati Devan rasanya makin mencelos ke bawah merasa keadaan gadis itu berjuang antara hidup dan mati.

***

Devan mondar-mandir cemas berharap jika gadis itu akan baik-baik saja. Dia berdiri lalu duduk berdiri lahi dan duduk lagi. Setiap kali pintu ruang IGD terbuka, tak urung jantung Devan berdegup kencang rasanya seperti mau melompat. Wajah tegangnya kemudian mulai tenang, badan yang tadi juga tegang kemudian kembali layu, bersandar di tembok putih rumah sakit.

"Anda saudaranya atau suaminya." Suara Dokter yang baru saja keluar ruangan itu terdengar lirih.

"Saya Kakaknya. Bagaimana keadaan gadis itu?" tanya Devan berbohong.

"Alhamdulillah masih bisa bertahan. Selain sayatan di nadi itu ada luka robek dibagian intimnya saya akan hubungi pihak kepolisian dan akan melaporkan kondisi gadis itu sepertinya ia di perkosa dan aku harap Anda sebagai Kakaknya mau jadi saksinya. Agar kasus ini bisa terpecahkan."

Deg.

Devan bagaikan tersengat listrik ribuan volt ia lemas dan gemetar mendengar perkataan dokter itu.

"Baik Dok." Devan menggenggam erat ujung bajunya meski wajahnya dipaksa terlihat tenang. Namun tidak dengan batinnya.

"Jangan khawatir, percayakan saja sama perawatan kami, kami akan memberi yang terbaik untuk gadis itu. Selesaikan semua administrasinya. Dan kita cari tahu pelakunya gadis itu korban pemerko-saan."

Devan tangannya terasa sedingin es dan gemetar halus diantara jemari yang mengepal erat itu juga tidak bisa disembunyikan.

"Baik Dokter," hanya ini yang bisa Devan lakukan untuk memberi sedikit kekuatan pada perbuatannya.

Butuh sedikit usaha saat Devan mencoba berdiri dan kemudian melangkah mendekati ruang dimana Sarah dirawat. Pintu ruang IGD itu terbuka Devan hanya melihat dari kejauhan bahwa Sarah telah sadar dengan pandangan kosong. Menenangkan hatinya sekaligus mencoba menghilangkan kecemasan yang kian memuncak.

Segera Devan mengurus administrasi dan kembali berjalan ke kamar dimana Sarah dirawat sampai di sana Sarah tertidur. Devan memberikan uang dalam jumlah besar di amplop colelat di dekat bantal Sarah dan berlalu pergi meninggalkan Sarah sampai hari ini.

"Aku memang sebr*ngsek itu dulu?" Bisiknya dalam hati.

"Pak, kita sudah sampai." Perkataan sopir membuat Devan tersadar dari lamunannya.

"Ya."

Tiba-tiba suara ponsel milik Devan bergetar ia meraih saku dan mengambilnya ternyata sambungan dari Mamanya.

"Dev. Zahira di rumah sakit cepat kesini."

"Ya, Ma."

Devan meletakkan ponselnya kembali dan menyuruh Pak Yan memutar balik mobilnya ke rumah sakit dimana istrinya dirawat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Yang Kunodai   Ending Bersamamu

    "Ya Zahira pelakunya."Devan mencoba menjelaskan, tetapi mengherankan karena saat menjawab tak sedikit pun ia berani menatap Sarah."Astagfirullah jadi?''Devan diam. "Mas!""Iya dia." Sarah bahkan tak tahu jika suaminya Devan menyembunyikan sesuatu yang mungkin bisa membuat Sarah marah. "Kenapa, Mas tak memberitahu aku?" Sarah sungguh tak ingin berprasangka buruk, tetapi ia seorang wanita. Ekspresi sangat bersalah jelas ia tunjukkan, matanya masih belum berani menatap mata Sarah. "Aku tak ingin kamu kepikiran."Sarah diam."Maaf Sayang.""Apa menurut, Mas aku tak bisa dipercaya?" cecar Sarah bertubi-tubi."Sayang bukan begitu.""Aku tidak paham apa yang ada di pikiranmu. Kenapa menyembunyikan sesuatu yang penting begini?""Maaf, Sayang," ujar Devan. "Bukan masalah minta maaf, Mas. Tapi lihat ini kelewatan. Astaga? Dia hampir mencelakai kita semua lo. Pantasnya dia dipenjara kan?""Iya sih tapi belom punya bukti. Lagian hembus yang beredar saat kecelakaan dia hampir kritis.""Mas

  • Gadis Yang Kunodai   Semua Rindu Devan

    "Bunda lihatlah Kak Shaka teleponan sama seorang wanita." Adu Raiyan pada sang Bunda. Sarah tersenyum. "Masa? Benar itu Shaka?" tanya Sarah penasaran karena selama ini Shaka begitu rapat menyimpan teman wanitanya. "Tidak ada. Orang ini teman mengajar aku Bunda. Adek saja yang kepo," jawabannya seraya menunduk. "Itung-itungan buat semangatin kalau ngajar kan, Mas.""Apaan ngak ngak ngak.""Dih. Cakep tau itu fotonya." Goda adiknya Raiyan. Shaka merasa malu. "Adek." Shaka kembali menggendong adik perempuannya Syena. Sarah menggelengkan kepala, "sudah-sudah mungkin Kakak kamu ingin fokus mengajar Raiyan."Raiyan tergelak, jalan pikiran kakaknya Shaka memang lain dari yang lain. Baginya itu sangat menghibur karena ia tipe pendiam, "Ide bagus. Tapi jangan kelamaan jomblo Mas." Godanya seraya menemani Syema bermain. "Raiy sudah jangan ganggu Kakakmu, lihatlah mukanya merah itu." Kata Sarah tersenyum. "Iya iya, Bunda."Shaka menguncir rambut adiknya. ''Bunda Syena dan Syema sudah maka

  • Gadis Yang Kunodai   Rindu kamu

    Devan mengisap dalam-dalam rokoknya, lalu mengembuskannya pelan. Ia menatap istrinya lama. Tatapan mata itu yang dulu selalu berhasil meluluhkan Devan, hingga Devan kalah berulang kali. "Minumlah, Mas!" Sarah membawakan secangkir kopi panas untuk suaminya. "Ya.""Bagaimana tangannya masih linu?'' tanya Sarah pada suaminya lagi. "Lumayan sih."Sarah menggeleng. "Jadi hari ini terakhir kontrol?''"Ya Sayang. Alhamdulillah pen sudah dilepas semua normal tinggal pemulihan saja.''"Alhamdulillah kalau begitu." Sarah duduk didekat suaminya. "Kamu tidak mencintaiku lagi?" Sarah tertawa keras hingga air mata menghentikannya. "Mas."Kekhawatiran berlebih pada sesuatu yang belum terjadi, kerap menimbulkan ketakutan tak beralasan, karena usai jatuh beberapa tahun lalu Devan harus terapi karena tangannya cidera akibat menghindari mobil yang mengarah ke pada dirinya. Sarah mendorong pelan dadanya untuk melepaskan diri dari pelukannya. Tersenyum kaku saat melihat tatapannya yang seolah menunt

  • Gadis Yang Kunodai   Penyesalan Zahira

    Tangan Zahira mengusap cepat air yang tersisa di mata dan pipi. Ia lantas mengulas sebuah senyum, senyum yang bisa Zahira pastikan hanya sebuah kamuflase. Ya, hanya untuk menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Padahal, gurat kesedihan dan kecewa terlihat jelas di wajahnya."Pagi Sayang.""Pagi, Ma.""Bagaimana semalam tidurnya nyenyak?""Eumm.""Syukurlah. Kita lalui ini sama-sama," ucap Mamanya seraya menariknya dalam pelukan. Zahira tahu Mamanya bermaksud menghiburnya, tetapi yang terjadi ia malah kembali menangis, hingga terisak-isak di pelukannya. "Sudah, jangan nangis lagi. Hanya kamu satu-satunya harta Mama.''"Kenapa pas kecelakaan aku tak mati saja, Mama. Kenapa harus Joy?" "Hus. Jangan bicara begitu, mungkin Allah punya rencana lain untukmu, Nak."Zahira terdiam. "Sabar ya."Sang Ibu mendorong kursi Zahira ke dekat sofa. "Tapi aku bukan wanita sempurna aku cacat, Mama."''Kamu masih punya Mama. Tenanglah.''Zahira menggelengkan kepala. "Tidak, aku kesepian, Ma.""Sudah, ja

  • Gadis Yang Kunodai   Tak Bisa Melupa

    Sekarang apa yang bisa Zahira lakukan selain menjalani hidup tanpa arti, mungkin itu karmanya karena sikap jahatnya selama ini padanya. Mata kini terpejam, segera kembali terbuka ketika mobil sepertinya sudah berhenti di depan rumah. Zahira menyusuri halaman rumah di dorong dengan kursi roda, oleh bodyguard sekaligus sopir kiriman Papanya tiga tahun lalu. "Deri, apa aku terlalu buruk?" tanyanya tidak sanggup lagi menahan ucapan. Ada yang menekan keras hati di dalam sini, seluruh sendi seakan lepas dari pengait. "Siapa yang bilang, Non?" tanya balik Deri pada majikannya itu. "Aku. Aku bahkan wanita tak berguna juga wanita jahat, aku telah menyakiti banyak orang.""Non semua orang punya masa lalu.""Aku lelah bolak-balik berobat ke Singapore tapi sepertinya tak ada hasil."Deri menatapnya lembut, terlihat dia tersenyum. "Karena bolak-balik itu akan membuat, Non bisa berjalan lagi."Zahira menunduk karena tidak kuasa menahan rasa bersalah, merasa malu telah berbuat semena-mena dengan

  • Gadis Yang Kunodai   Karma

    Tiga tahun kemudian. Perjalanan pulang dari Singapura terasa panjang dan melelahkan. Bandara Soekarno Hatta yang selalu ramai juga jalanan Jakarta yang padat, menyambut kedatangan Zahira seperti sekarang ini. Sudah hampir satu tahun belakangan ini Sarah mondar-mandir Jakarta-Singapura. Demi pengobatan kakinya yang lumpuh karena tak bisa jalan. Zahira menghela napas panjang. Mematikan layar ponsel dan memasukannya ke tas yang ia kenakan. Di dorong Deri sang bodyguard dengan kursi roda itu membuatnya muak dan putus asa, ia menangis hampir setiap saat. Zahira memejamkan mata lelah dan berat. Teringat terakhir kali mereka bertemu Devan di kantor sehari setelah Zahira mengalami kecelakaan hebat, Karena Zahira ingin menabrak Devan hingga dirinya terbanting sendiri bahkan rekan kerja juga sahabatnya Joy meninggal di tempat. Berdua duduk berdampingan siang itu, Zahira mulai berkeluh kesah. Mulai menyesali diri, mengutuki diri karena kematian Joy sahabatnya. Masih Zahira ingat perkataan Devan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status