Share

122. Cepat Masukkan, Aku tidak Tahan!

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-06-26 09:12:13

Rigen mencengkeram payudaraku yang lain dengan kuat. Memutar puncak yang bergetar tepat saat aku melengkung ke arahnya.

"Ah!"

Sisi kiri payudaraku terkubur dalam panas mulutnya. Namun sisi kanan, telanjang dan berkilau di udara terbuka, tersentak karena kejutan kenikmatan yang tiba-tiba.

Aku terkesiap, kakiku mencengkeram pinggulnya dengan putus asa secara naluriah.

“Hn…”

Suara serak rendah di tenggorokan Rigen saat pahaku menegang seperti catok. Masih terkubur di dadaku yang empuk, dia mengerang di kulitku.

“Kamu… tidak tahu betapa menggodanya dirimu, Riel.”

Rigen mengatakan itu, seraya menggigit putingku.

“Ahn—! Hck—ah, ah, ini—ini sakit, Rigen…!”

"Ini nikmat, Sayang. Bukan sakit," sahut Rigen dengan tenang.

Setiap kali dia berbicara, payudaraku mengeluarkan bunyi letupan basah dan cabul.

Giginya terbenam ke bagian bawah yang lembut, mengunyahnya perlahan, dengan sengaja, sebelum menutup bibirnya di sekitar puncak dan mengisapnya dengan keras.

"Uh, ahhh! R-Rigen, ini, ini....!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ninuk Handayani
woohooo panashhhhhhhhhhh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   279. Ini Cintaku

    “Ariella!” Suara Rigen menggelegar di halaman taman itu, tajam dan penuh bara. Ariella tersentak, tubuhnya menegang. Ia baru saja mendorong lengan Ror yang hendak menyentuh wajahnya. Bukan ciuman sungguhan, hanya gerakan spontan Ror saat melihat air mata yang nyaris jatuh dari mata Ariella. Namun tepat di saat itu, Rigen muncul. Mata suaminya memancarkan api. Nafasnya berat, dada bidangnya naik turun cepat. “Rigen… bukan seperti yang kamu lihat,” ucap Ariella dengan suara lirih, terbata. “Bukan seperti yang aku lihat?” Rigen mendengus, melangkah maju. Tangannya langsung menarik pergelangan Ariella kasar, membuat tubuh wanita itu hampir terjerembab ke dadanya. “Aku melihat jelas, Ariella! Dia hampir mencium kamu!” “Bukan!” Ariella berusaha melepaskan diri, tapi genggaman Rigen terlalu kuat. “Ror hanya—” “Diam!” bentaknya. Tatapan Rigen menusuk tajam ke arah bodyguard-nya. “Keluar dari sini sebelum aku benar-benar menghabisimu!” Ror mengepal tangannya, wajahnya tegang. “Tua

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   278. Provokasi

    Pagi itu, Rigen duduk di ruang makan besar dengan secangkir kopi yang masih mengepul. Tatapannya menyipit ke arah Ariella yang sibuk memotong roti, tak menoleh sama sekali padanya. “Kamu marah?” tanya Rigen akhirnya, suaranya rendah. Ariella tidak mengangkat kepala. “Tidak.” Jawaban singkat, datar. “Ariella.” Rigen menekankan nada suaranya, tapi tetap tidak ada respons selain dentingan sendok di piring. Ia mengembuskan napas kasar, lalu berdiri. “Kalau ada sesuatu yang mengganggumu, katakan langsung.” Baru kali ini Ariella menoleh, menatapnya dengan mata yang merah karena semalaman kurang tidur. Senyumnya tipis, getir. “Sudah kukatakan, aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir.” Ucapan itu terdengar sopan, tapi dingin. Membuat dada Rigen sesak tanpa ia sadari. Siang harinya, saat Rigen memeriksa beberapa dokumen di ruang kerja, Lily masuk begitu saja dengan langkah ringan. “Kamu terlihat muram akhir-akhir ini, Rigen,” ucapnya manis, sambil meletakkan secangkir teh di meja.

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   277. Kenapa Selalu Membela Dia?

    “Aneh sekali, Ror. Kamu sudah lama bekerja untuk Rigen, tapi kenapa kamu masih terlihat begitu… sendirian?” Suara Lily meluncur lembut di halaman belakang rumah Ataraka, tepat ketika Ror baru saja menyalakan rokoknya. Ror mengangkat alis, jelas tidak nyaman dengan kedekatan itu. “Apa maksudmu, Nona Lily?” Lily tersenyum samar, menyibakkan rambut hitam panjangnya ke belakang bahu. “Maksudku, seorang pria sepertimu seharusnya tidak hanya hidup untuk menjaga orang lain. Kamu juga pantas mendapatkan perhatian, bukan?” ucapnya dengan nada sedikit genit. Ror menatapnya dingin, mengembuskan asap rokok. “Saya tidak terbiasa membicarakan hal pribadi dengan orang asing," jawabnya dengan ekspresi datar. “Orang asing?” Lily terkekeh, langkahnya maju satu. “Bukankah aku teman lama Rigen? Itu membuatku… tidak terlalu asing, bukan?” Sebelum Ror sempat menjawab, suara Ariella terdengar dari arah taman. “Lily.” Nada Ariella tegas, namun matanya bergetar melihat pemandangan di depa

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   276. Ariella atau Lily?

    “Aku sudah bilang, jangan sedikit sedikit seperti ini, Rigen!” protes Ariella dengan suara bergetar, bercampur marah dan takut. Tubuhnya meringkuk di sudut ranjang, selimut menutupi sebagian tubuhnya yang masih lemah. Mata bengkaknya menolak menatap lelaki yang kini berdiri di hadapannya. Rigen menutup pintu kamar pelan, suaranya rendah tapi mengandung tekanan. “Jangan ucapkan kata-kata itu, Ariella. Kamu tahu aku tidak bisa diam mendengarnya.” Ariella mendengus sambil menahan isak. “Aku lelah… kamu pikir aku bisa terus bertahan? Kamu pikir aku tidak melihat bagaimana Lily memandangmu, bagaimana kamu membiarkannya?” Tatapan Rigen mengeras, langkahnya mendekat. “Cukup. Aku tidak akan biarkan namanya keluar dari mulutmu lagi.” “Kenapa? Karena aku benar?” Ariella melawan, matanya berkaca-kaca. “Karena ada sesuatu antara kamu dan dia yang tidak bisa kamu jelaskan padaku?” Rigen berhenti tepat di depan ranjang, menunduk menatapnya dengan sorot tajam. “Aku tidak perlu menje

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   275. Hukuman.

    Ariella buru-buru mengusap matanya, tapi percuma. Bengkak itu terlalu jelas. Ror menatapnya lama, wajahnya penuh pertimbangan. Lalu ia berkata pelan, “Aku… tahu ini bukan urusanku. Tapi kamu tidak seharusnya sendiri dengan air mata seperti itu.” Ariella tertegun. Tak ada yang pernah bicara padanya seperti itu di rumah ini. Semua hanya patuh pada Rigen, semua hanya menunduk. Dia berusaha tersenyum samar. “Aku baik-baik saja.” “Tidak,” potong Ror tegas, tapi suaranya tetap lembut. “Kamu tidak baik-baik saja.” Ariella menunduk, jari-jarinya meremas ujung gaun. Rasa sakit itu menumpuk, tapi ia tidak punya keberanian untuk meluapkannya. Ror melangkah sedikit lebih dekat, meski masih menjaga jarak sopan. “Kalau kamu mau… aku bisa mengajakmu keluar sebentar. Tidak jauh, hanya agar kamu bisa bernapas tanpa bayangan siapa pun di sekelilingmu. Anggap saja jalan-jalan.” Hati Ariella bergetar. Tawaran sederhana itu terasa seperti uluran tangan dari dunia luar. Dunia yang selama in

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   274. Bodyguard dan Majikan

    “Tolong dijawab, ada hubungan apa kamu dengan Lily, Rigen?” Suara Ariella pecah oleh isak. Air matanya membanjiri wajah, tangannya gemetar saat memegangi selimut yang menutupi tubuhnya. Malam itu, kamar terasa begitu luas, tapi juga menyesakkan. Rigen berdiri di dekat jendela, membelakangi Ariella. Dari tubuhnya terpancar ketegangan, namun suaranya keluar dingin, nyaris tanpa emosi. “Tidak ada hubungan apa-apa.” Ariella menggeleng, air matanya makin deras saat bertanya dengan suara bergetar. “Kalau benar tidak ada apa-apa, kenapa kamu biarkan dia mendekatimu seperti itu? Kenapa aku harus melihat kalian… berpelukan?” Bahunya bergetar. Suaranya pecah saat lanjut bicara. “Kamu bilang aku satu-satunya. Kamu janji akan ada di sisiku. Tapi sekarang? Aku merasa aku hanya bayangan… sementara dia yang sebenarnya kamu lihat.” Rigen menghela napas berat, masih tak berbalik. “Kamu terlalu banyak berpikir, Riel," jawabnya dingin. “Rigen!” Ariella berteriak, rasa sakitnya me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status