Share

16. Ciuman Yang Dalam.

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-05-02 14:52:50

Rigen bersandar santai di ranjang, matanya menatapku dengan kilatan tajam penuh ejekan. Senyuman miring menghiasi wajahnya, membuatku semakin gelisah.

"Jadi, Riel."

Suaranya rendah, teramat dalam, seolah setiap katanya sengaja diucapkan untuk menusukku.

"Kamu benar-benar tidak tergoda dengan tawaran manis Jason?"

Menyembunyikan gemetar karena aura Rigen yang mendominasi, aku mengepalkan tangan di pangkuanku, mencoba mempertahankan ketenangan.

"Aku sudah menjawabnya, Rigen. Aku tidak tertarik. Berapa kali harus kukatakan hal ini agar kamu percaya padaku?" jawabku, menatap matanya dengan berani.

Dia tertawa pelan melihat wajah lelahku, dengan tatapan penuh sindiran.

"Tapi kenapa aku merasa jawabanmu terlalu... muluk? Apa kamu berusaha meyakinkanku, atau dirimu sendiri, Ariella?"

Mendengar itu, aku mengalihkan pandangan, tak ingin membiarkan matanya menelanjangi isi hatiku.

"Percaya atau tidak, itu terserah kamu."

Akhirnya, aku memilih jawaban yang aman.

Rig
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Lil Seven
makasih udah mampir kak Nani :) aku akan up tiap hari 3 bab yaaa stay tune
goodnovel comment avatar
Abut Thoyyib
lanjutkan kaaaa
goodnovel comment avatar
Nani Sunarni
yang banyak up nya donk thor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   17. Bolehkah Aku Pergi?

    "Tidak mungkin. Aku dengar jelas. Kamu bilang ‘terima kasih’. Kenapa? Untuk apa?" kejarku, tak sabar sambil mengerucutkan bibir, menolak menyerah. Rigen mendekat, setiap langkahnya membuat napasku semakin memburu. Namun aku tetap bertahan, menatap matanya penuh tantangan. "Kamu ingin aku mengatakannya lagi, Riel?" Rigen menunduk, wajahnya begitu dekat hingga napasnya menyapu kulitku. "Kenapa? Apakah kata-kata itu begitu berarti bagimu?" "Tentu saja," jawabku cepat. "Karena aku tahu kamu bukan tipe orang yang mudah mengucapkannya. Jadi, katakan lagi." Dia menyeringai dan melontarkan ejekan. "Memaksa Rigen Ataraka untuk mengulang kata-kata manis? Berani sekali kamu, Riel." "Aku memang berani," balasku, meski jantungku berdebar keras. "Jadi ulangi. Atau... apakah kamu takut?" tantangku, menatap tengah matanya. Tantanganku rupanya berhasil. Mata Rigen menyala, campuran antara godaan dan rasa tergelitik. Namun alih-alih menjawab, dia tiba-tiba menarikku mendeka

    Last Updated : 2025-05-03
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   18. Aku Berubah Pikiran

    "Kamu sudah mengizinkanku tadi pagi, Rigen," jawabku sambil meremas jemari, berusaha tetap tenang. Rigen tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih terasa seperti ancaman daripada ketulusan. "Aku berubah pikiran, Riel." Jantungku berdebar keras. Aku tahu ini akan terjadi. "Tapi aku harus pergi, Rigen. Sungguh," kataku dengan suara lebih tegas. Rigen menatapku lekat-lekat, lalu tangannya tiba-tiba melingkar di pinggangku, menarikku lebih dekat ke tubuhnya. "Jadi kamu lebih memilih menghadiri pesta pria lain… daripada tinggal bersamaku?" Merasakan betapa dinginnya nada suaranya, aku menutup mata, mencoba menenangkan diriku sendiri. "Bukan begitu, Rigen. Aku... aku hanya menepati janji yang sudah kubuat," elakku, menggeleng tegas. "Ohya? Tapi kenapa ya rasanya kamu seperti sangat bersemangat pergi ke pesta itu? Rasanya... tidak seperti hubungan biasa," balasnya, tersenyum dingin. "Rigen..... " Aku tahu, aku harus membujuknya lagi. Tapi bagaimana? Menelan lud

    Last Updated : 2025-05-03
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   19. Kamu Berdandan Untuk Pria Lain?

    Menjelang pesta dimulai. Berdiri di depan cermin, aku sekali lagi memastikan gaun yang kupilih sudah sempurna. Warna navy yang kupakai membalut tubuhku dengan elegan, membuatku terlihat lebih anggun dari biasanya. Dengan rambut yang tergerai indah, serta riasan yang tidak berlebihan, tapi cukup untuk menonjolkan fitur wajahku, membuat penampilanku malam ini sempurna. "Ayo pergi," ucapku, mengangguk pada diri sendiri. Aku hampir berhasil. Aku hampir keluar dari rumah ini tanpa insiden apa pun. Namun, saat aku baru saja mengambil tas kecilku, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari arah belakang. Aku berbalik, dan di sana, di ambang pintu, berdiri pria yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Rigen. Dia mengenakan kemeja hitam yang lengannya sedikit tergulung, tampak berantakan seolah habis menghabiskan waktu berjam-jam di balik meja. Mata tajamnya langsung mengunci ke arahku, menyapu setiap detail dari atas ke bawah. Kulihat jelas bagaimana raha

    Last Updated : 2025-05-03
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   20. Pergi Dengan Jejakku Di Tubuhmu

    "Rigen, kumohon.... " Sambil menelan ludah, aku mencoba mengatur napasku yang masih tersengal. Tangan Rigen masih mencengkeram pinggangku, matanya yang gelap menatapku tanpa ampun. Aku tahu dia tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Jadi, dengan suara serendah mungkin, aku mencoba membujuknya. “Rigen… tolong lepaskan aku.” Dia tidak bergerak, bahkan cengkeramannya di pinggangku semakin erat. “Aku hanya ingin pergi ke pesta ulang tahun Drake, itu saja,” lanjutku, mencoba menenangkan situasi. “Dia sahabatku. Aku tidak akan melakukan hal yang aneh. Aku hanya ingin merayakan hari spesialnya," pungkasku dengan ekspresi memohon. Rigen masih diam. Aku bisa melihat otot di rahangnya mengencang, ekspresinya dingin tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Kuangkat tangan, menyentuh pipinya dengan lembut. “Kumohon, Rigen," bujukku dengan nada lembut. "Ya? Kamu sudah memberiku izin tadi," lanjutku, memelas. "Kamu

    Last Updated : 2025-05-04
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   21. Insiden Di Pesta Ulang Tahun

    Rigen akhirnya mengizinkanku pergi ke ulang tahun Drake. Meski terasa seperti kebebasan, aku tahu itu hanyalah ilusi. Sebelum aku pergi, Rigen dengan nada dinginnya mengingatkanku tentang kalung yang melingkar di leherku — sebuah alat pengawas yang bisa memberitahu segalanya padanya. "Jangan lupa, Riel," ucapnya pelan, jemarinya menyentuh liontin kecil di kalungku. "Aku selalu tahu apa yang kamu lakukan." Ku anggukkan kepala, menyembunyikan gejolak di dada. "Tentu, Rigen. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang kamu berikan padaku ini. " Mendengar nada patuhku, Rigen akhirnya tersenyum puas. "Kamu tahu aku paling benci pembohong, Riel." Ada nada ancaman dan rasa jijik di sana, sehingga aku cepat-cepat mengangguk. "Aku mungkin seperti ini, tapi aku bukankah seorang pembohong, Rigen," ujarku dengan percaya diri. Rigen tertawa sekilas, menepuk lembut puncak kepalaku dan akhirnya melepaskan aku pergi. "Oke, aku melepaskanmu kali ini. Tapi, jangan mengecewa

    Last Updated : 2025-05-04
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   22. Sikap Aneh Rigen.

    "Aku tidak bisa, Drake. Aku sudah memiliki seseorang yang kucintai." Suaraku gemetar, hampir tidak terdengar. Drake terdiam. Sorot matanya yang awalnya penuh harapan perlahan meredup. Namun, bukannya menerima penolakanku, dia justru tertawa kecil, seolah menganggap ucapanku hanyalah alasan kosong. "Riel, jangan bercanda," ucapnya, suaranya terdengar getir. "Aku tahu kamu. Tidak mungkin ada seseorang yang benar-benar kamu cintai, Ariella," lanjutnya, percaya diri seakan paling mengenalku sedunia. Kugelengkan kepala, mencoba meyakinkannya. "Aku serius, Drake. Saat ini aku benar-benar memiliki seseorang di hatiku," tegasku, dengan mata memohon. Namun, semakin aku mencoba menjelaskan, semakin besar ketidakpercayaannya. Drake, sahabatku selama ini, kini menatapku dengan tatapan yang penuh luka dan penolakan. "Kalau memang benar, kenapa aku tidak pernah tahu? Kenapa kamu tidak pernah membicarakannya, Riel? Ini jelas sebuah kebohongan, kan?" tanyanya lirih. Aku tidak mamp

    Last Updated : 2025-05-05
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   23. Lelah Bertengkar Denganmu

    Lelah berpikir, aku pun nekat ke kamarnya. Di sana, aku berdiri di dekat ranjang, menunggu. Menantikan amarahnya. Menantikan genggamannya yang menuntut, ciumannya yang penuh emosi, tatapan tajam yang selalu membuat dadaku sesak. Namun, tidak ada. Rigen hanya duduk di kursi, melepaskan jam tangannya dengan tenang. Tidak ada kemarahan di wajahnya, tidak ada aura posesif yang selama ini selalu melekat padanya. Dia hanya… biasa saja. “Aku tidak tidur di kamar malam ini,” katanya, suaranya datar. “Ada pekerjaan yang harus diselesaikan.” Aku mengerjap, menatapnya dengan sedikit bingung. “Oh…” Itu saja? Semuanya terasa… normal. Aku menunduk, mencoba mencari perasaan lega dalam diriku. Bukankah ini yang selama ini kuinginkan? Kebebasan dari tekanan Rigen? Tapi… kenapa dadaku terasa sesak? Kenapa aku justru merasa kehilangan? Kuangkat kepala, menatap punggungnya saat dia merapikan dokumen di mejanya. Biasanya, dia akan menarikku ke dalam dekapannya, se

    Last Updated : 2025-05-05
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   24. Anjing Baru?

    “Tapi… kamu tadi bilang kamu takut kehilangan aku,” suaraku bergetar, mencoba mencari celah dalam dinding yang kembali ia bangun di antara kami. Kutatap wajahnya, berusaha membaca ekspresinya. Namun, yang kudapat hanyalah wajah datar tanpa emosi. Rigen menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku memang takut kehilangan kamu,” katanya, suaranya tetap dingin. “Tapi itu tidak berarti aku bisa memberikan lebih dari ini.” Aku terpaku mendengar jawaban dinginnya. Jadi… selama ini, semua ciuman, semua genggaman eratnya, semua tatapan penuh api itu… tidak berarti apa-apa baginya? Tidak seperti yang kupikirkan? Aku merasa seperti orang bodoh, rasanya mataku mulai panas, tapi aku menolaknya. Aku tidak ingin menangis di depannya. Tidak ketika dia sedang seperti ini. Kutarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil—meskipun terasa begitu getir. “Jadi, kamu hanya ingin aku tetap di sisimu… tanpa benar-benar menjadi milikku?” Dia menatapku lama sebelum akhi

    Last Updated : 2025-05-05

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   34. Bisakah Bersikap Manis Sedikit Saja?

    Aku menatap Rigen yang kini mengenakan kemeja putih yang sedikit terbuka di bagian dada, memperlihatkan bekas cakaran yang kutinggalkan semalam. Rambutnya sedikit berantakan oleh angin pagi, dan tatapan matanya menyapu tubuhku dengan cara yang membuat kulitku meremang. "Kenapa... kamu menyiapkan ini semua?" tanyaku pelan, suaraku sedikit bergetar. Rigen menatapku lama, lalu melangkah masuk mendekat. Setiap langkahnya menimbulkan tekanan yang aneh di dadaku, seolah udara menghilang bersamaan dengan jaraknya yang menyempit. "Apa kamu berharap aku akan bersikap dingin dan membuangmu setelah tadi malam, Ariella?" tanyanya dengan senyum samar yang tak bisa kutebak. "Sayangnya, aku bukan pria murahan yang memperlakukan wanitanya seperti barang bekas." Kalimatnya menusuk sesuatu dalam diriku. Tapi bukankah aku hanya istri kontrak? Menunduk, aku menatap jemariku sendiri, berusaha menenangkan gemuruh dalam hati. "Rigen…" bisikku. "Kamu sudah pernah melakukan ini sebelumny

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   33. Apakah Ini Bukan Pertama Kalinya?

    Aku bangun sangat kesiangan. Saat membuka mata, yang pertama kali kulihat adalah langit-langit yang sedikit kukenal, kamar tidur Rigen. Seluruh tubuhku sakit seperti dipukuli dan rasa sakit dapat kurasakan di perut. 'Dan apa yang terjadi kemarin di sofa ruang kerja Rigen….' Wajahku memerah ketika dia teringat tertidur di sofa setelah berhubungan seks dengan Rigen. Aku memutar mata dan mengamati sekeliling, mendapati diriku kini berada di tempat tidur yang nyaman, terbungkus selimut tebal. Cuacanya terlalu hangat untuk musim panas, pikirku, namun anehnya, aku merasa nyaman. Sisi lain tempat tidur itu kosong. Aku tidak menganggap Rigen sebagai tipe pria romantis yang akan bangun bersamaku setelah bercinta, tetapi aku masih merasakan sedikit penyesalan. "Kami hanya tidur bersama. Tidak lebih." Aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkan kejadian menginap tadi malam. Kami adalah dua pria dan wanita dewasa, yang terikat sebagai suami istri, meskipun secara kontrak. K

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   32. Sisi Liar Rigen (21+)

    Aku masih berbaring di atas sofa ruang kerja Rigen yang lembut, dengan rambut acak-acakan, napas berat dan tidak teratur. Air liur berkilauan di payudaraku saat payudaraku naik turun mengikuti irama napas yang terengah-engah. Itu pemandangan yang tidak senonoh. Rigen yang sudah membasahi sekujur tubuhku dengan ludah dan air mani, menatapku dengan malu, tetapi sensasi penisnya yang mencengkeram erat terlepas dari tubuhku, terlalu kuat untuk membuat aku menyadari hal lain. "Ugh, Rigen!" "Sedikit lagi, Ariella. Ayo sedikit lagi." Kami masih terus melanjutkan aktivitas itu sampai tengah malam. Rigen benar-benar tak bisa berhenti, dia terus mengisiku lagi dan lagi. Aku memohon untuk berhenti tapi Rigen terus berkata sedikit lagi dan lagi. Bagaimanapun juga, hubungan intim itu akhirnya berakhir, setelah aku hampir pingsan karena kelelahan. Aku terengah-engah dan menangis, pikirannya kacau karena kebingungan. Itu adalah campuran antara rasa sakit, kesenangan, dan pengkhia

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   31. Kenikmatan Tiada Tara (21+)

    Rigen membelai payudaraku dengan penuh kasih sayang dan perlahan mendorong penisnya di sepanjang jalan masukku yang santai. Begitu yakin berada di tempat yang tepat, ia menurunkan berat badannya dan menekan pinggangku dengan kuat. Alat kelaminnya bergerak maju, membelah celah sempit itu. Dengan satu gerakan cepat, Rigen meluncur di bawahku, yang masih basah kuyup karena belaian lembutnya. Tubuh bagian bawah kami pun bersentuhan penuh. "Haah!" Aku spontan mendesah karena rasa sakit yang menyerang. Terlalu sakit untuk berteriak, hanya suara napas yang terdengar seperti angin yang bertiup kencang. Tubuhku bergetar, dan air mata menggenang di mataku. Aku pernah diajarkan bahwa pengalaman pertama biasanya menyakitkan, tetapi ini jauh dari imajinasiku. Aku bertanya-tanya apakah wanita menahan rasa sakit seperti ini setiap kali berhubungan seks, atau apakah penis pria ini luar biasa besar. Pikiran-pikiran berkecamuk dalam benakku, tetapi tidak ada yang masuk akal. Aku tidak m

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   30. Malam Pertama! (21+)

    Rasanya otakku meleleh. Lalu, Rigen mendekatkan bibirnya ke dadaku. Jari-jarinya yang tadinya meremas-remas pintu masukku, ditarik kembali, digantikan oleh bibirnya yang dengan lembut membungkus kuncup yang sensitif itu. Sensasi diselimuti oleh panasnya yang lembut dan basah membuat air mataku mengalir deras. Perlahan, lidahnya menjilati kemaluanku yang menegang. Panas yang lembut dan lembap mengusap lembut, lalu menekan lebih kuat pada daging yang sensitif, menyebarkan ketegangan ke seluruh tubuhku dengan setiap gerakan. “Hah… ah… ahh…!” Kehangatan lembut mulutnya yang menyelimuti kemaluanku yang mengeras membuat bulu kudukku merinding. Seolah ingin menghiburku, Rigen mulai memijat dadaku dengan lembut. Mungkin itu dimaksudkan untuk membantuku rileks, tetapi efeknya justru sebaliknya. Aku menegang sampai ke ujung kaki. Meskipun tekanan yang menyesakkan itu tampaknya mereda, itu tidak membantu. Malah, debaran jantungku bertambah kuat, dan sensasi melayang menj

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   29. TERLALU BESARR!! (21+)

    "Rigen.... " Dengan lengannya yang mengurungku, dan napasnya mengalir di pipiku—panas dan lembap, seperti api neraka, Rigen mendorongku lembut, tubuhku terjatuh ke sofa empuk dekat meja kerja Rigen. "Diam, Riel." Perlahan, Rigen menurunkan bibirnya ke tengkukku. Panas yang menyentuh kulit tipisku membuat bahuku tanpa sadar bergidik lagi dan lagi. Rigen lantas membuka kancing celananya. Begitu ia menurunkan celana dalamnya sedikit, penisnya menyembul keluar seolah-olah sudah menunggu. Mulutku perlahan menganga saat melihat penis yang tegak kaku itu, sedangkan Rigen malah tampak menyeringai senang. “Lihat, Riel. Gara-gara provokasimu, penisku sudah ereksi. Bagaimana kamu harus bertanggung jawab sekarang?" Rigen bertanya dengan ekspresi santai. "A-apa itu?" Aku benar-benar tercengang karena melihat penis Rigen yang luar biasa besar. Alis Rigen tampak sedikit berkerut saat menyadari bahwa itu sebenarnya bukan respons yang baik. Aku masih menatap kemaluannya denga

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   28. Konsekuensi Membangunkan Macan Tidur

    "R-Rigen.... "dan sebelum aku sempat memahami maksudnya, tubuhku kembali tertarik ke dalam dekapannya. "Diam dan nikmati, Riel," bisik Rigen, menyisir rambutku dengan jarinya. Bibirnya kembali menemukan milikku, kali ini lebih dalam, lebih menuntut, seakan dia ingin memastikan bahwa aku tidak bisa berpikir tentang hal lain selain dirinya. Aku tidak bisa melawan. Tanganku tanpa sadar meraih kerah bajunya, menariknya lebih dekat, membiarkan panas tubuhnya menyelimutiku sepenuhnya. Ciumannya semakin dalam, semakin membara, seolah ingin mencuri seluruh kesadaranku. Aku kehilangan kendali atas tubuhku, atas pikiranku—semuanya hanya tersisa satu hal: Rigen. Saat Rigen akhirnya menarik diri, aku terengah-engah, menatapnya dengan mata yang masih dipenuhi euforia dari ciumannya. Dia menatap bibirku yang sedikit bengkak sebelum matanya kembali mengunci milikku. "Bagaimana? Masih bosan?" tanyanya, suaranya serak. Tidak bisa menjawab, aku hanya menatapnya, dengan tubu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   27. Jangan Berani Memprovokasiku.

    Kurasakan cengkeramannya mengerat di pinggangku, dan seketika seluruh tubuhku dipenuhi oleh sensasi panas yang menggetarkan. Aku ingin menantangnya, ingin tetap bermain dengan api ini… tapi dalam posisi seperti ini, aku tidak yakin bisa memenangkan permainan. “Aku hanya bercanda,” bisikku, suaraku mulai bergetar. Dia terkekeh, tapi tidak ada tawa di matanya. “Bercanda, ya?” tangannya naik, ibu jarinya mengusap bibirku yang masih berlapis lipstik merah. Gerakannya lambat, nyaris menyiksa, sebelum akhirnya dia menarik daguku, memaksaku menatapnya. “Kalau begitu, aku juga ingin bermain-main sebentar.” Dan sebelum aku bisa bernapas, bibirnya sudah melumat milikku dengan penuh intensitas. "R-Rigen!" Aku berteriak terkejut, tapi tubuhku seakan sudah mengenali sentuhannya—responku datang secara alami, tanganku tanpa sadar meraih kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Ciuman ini berbeda. Bukan hanya penuh gairah, tapi juga… menuntut. Seolah dia ingin membukti

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   26. Menggoda Gairah Rigen

    "Ahhh. Aku ingin keluar. Aku ingin menghirup udara segar, berjalan-jalan, melakukan apa saja yang bisa mengalihkan pikiranku dari percakapan pagi tadi. Tapi.... " Kuhela napas, berat. Langit cerah, matahari bersinar hangat, tapi suasana hatiku gelap dan berantakan. Menggigit bibir, sejak tadi aku terus berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam dadaku tiap ingat percakapan antara Jovian dan Rigen tadi pagi. Rigen. Jovian. Perkataan mereka masih terngiang di kepalaku, berputar tanpa henti. "Apakah Rigen benar-benar bosan denganku?" Pertanyaan ini terus menggangguku seharian. Apakah aku hanya permainan baginya, sesuatu yang bisa dia buang begitu saja ketika sudah tidak menarik lagi? Kugelengkan kepala, mengepalkan tangan. "Tidak. Aku tidak boleh berpikir seperti itu!" Kututup mata, mencoba menenangkan diri. Jika aku tidak bisa keluar dari rumah ini, maka aku harus menemukan cara lain untuk mengalihkan pikiranku. Tapi bagaimana? Aku membuka mat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status