Share

17. Bolehkah Aku Pergi?

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-05-03 04:23:47

"Tidak mungkin. Aku dengar jelas. Kamu bilang ‘terima kasih’. Kenapa? Untuk apa?" kejarku, tak sabar sambil mengerucutkan bibir, menolak menyerah.

Rigen mendekat, setiap langkahnya membuat napasku semakin memburu. Namun aku tetap bertahan, menatap matanya penuh tantangan.

"Kamu ingin aku mengatakannya lagi, Riel?"

Rigen menunduk, wajahnya begitu dekat hingga napasnya menyapu kulitku.

"Kenapa? Apakah kata-kata itu begitu berarti bagimu?"

"Tentu saja," jawabku cepat. "Karena aku tahu kamu bukan tipe orang yang mudah mengucapkannya. Jadi, katakan lagi."

Dia menyeringai dan melontarkan ejekan.

"Memaksa Rigen Ataraka untuk mengulang kata-kata manis? Berani sekali kamu, Riel."

"Aku memang berani," balasku, meski jantungku berdebar keras.

"Jadi ulangi. Atau... apakah kamu takut?" tantangku, menatap tengah matanya.

Tantanganku rupanya berhasil. Mata Rigen menyala, campuran antara godaan dan rasa tergelitik.

Namun alih-alih menjawab, dia tiba-tiba menarikku mendeka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   18. Aku Berubah Pikiran

    "Kamu sudah mengizinkanku tadi pagi, Rigen," jawabku sambil meremas jemari, berusaha tetap tenang. Rigen tersenyum tipis, tapi senyum itu lebih terasa seperti ancaman daripada ketulusan. "Aku berubah pikiran, Riel." Jantungku berdebar keras. Aku tahu ini akan terjadi. "Tapi aku harus pergi, Rigen. Sungguh," kataku dengan suara lebih tegas. Rigen menatapku lekat-lekat, lalu tangannya tiba-tiba melingkar di pinggangku, menarikku lebih dekat ke tubuhnya. "Jadi kamu lebih memilih menghadiri pesta pria lain… daripada tinggal bersamaku?" Merasakan betapa dinginnya nada suaranya, aku menutup mata, mencoba menenangkan diriku sendiri. "Bukan begitu, Rigen. Aku... aku hanya menepati janji yang sudah kubuat," elakku, menggeleng tegas. "Ohya? Tapi kenapa ya rasanya kamu seperti sangat bersemangat pergi ke pesta itu? Rasanya... tidak seperti hubungan biasa," balasnya, tersenyum dingin. "Rigen..... " Aku tahu, aku harus membujuknya lagi. Tapi bagaimana? Menelan lud

    Last Updated : 2025-05-03
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   19. Kamu Berdandan Untuk Pria Lain?

    Menjelang pesta dimulai. Berdiri di depan cermin, aku sekali lagi memastikan gaun yang kupilih sudah sempurna. Warna navy yang kupakai membalut tubuhku dengan elegan, membuatku terlihat lebih anggun dari biasanya. Dengan rambut yang tergerai indah, serta riasan yang tidak berlebihan, tapi cukup untuk menonjolkan fitur wajahku, membuat penampilanku malam ini sempurna. "Ayo pergi," ucapku, mengangguk pada diri sendiri. Aku hampir berhasil. Aku hampir keluar dari rumah ini tanpa insiden apa pun. Namun, saat aku baru saja mengambil tas kecilku, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari arah belakang. Aku berbalik, dan di sana, di ambang pintu, berdiri pria yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Rigen. Dia mengenakan kemeja hitam yang lengannya sedikit tergulung, tampak berantakan seolah habis menghabiskan waktu berjam-jam di balik meja. Mata tajamnya langsung mengunci ke arahku, menyapu setiap detail dari atas ke bawah. Kulihat jelas bagaimana raha

    Last Updated : 2025-05-03
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   20. Pergi Dengan Jejakku Di Tubuhmu

    "Rigen, kumohon.... " Sambil menelan ludah, aku mencoba mengatur napasku yang masih tersengal. Tangan Rigen masih mencengkeram pinggangku, matanya yang gelap menatapku tanpa ampun. Aku tahu dia tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Jadi, dengan suara serendah mungkin, aku mencoba membujuknya. “Rigen… tolong lepaskan aku.” Dia tidak bergerak, bahkan cengkeramannya di pinggangku semakin erat. “Aku hanya ingin pergi ke pesta ulang tahun Drake, itu saja,” lanjutku, mencoba menenangkan situasi. “Dia sahabatku. Aku tidak akan melakukan hal yang aneh. Aku hanya ingin merayakan hari spesialnya," pungkasku dengan ekspresi memohon. Rigen masih diam. Aku bisa melihat otot di rahangnya mengencang, ekspresinya dingin tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Kuangkat tangan, menyentuh pipinya dengan lembut. “Kumohon, Rigen," bujukku dengan nada lembut. "Ya? Kamu sudah memberiku izin tadi," lanjutku, memelas. "Kamu

    Last Updated : 2025-05-04
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   21. Insiden Di Pesta Ulang Tahun

    Rigen akhirnya mengizinkanku pergi ke ulang tahun Drake. Meski terasa seperti kebebasan, aku tahu itu hanyalah ilusi. Sebelum aku pergi, Rigen dengan nada dinginnya mengingatkanku tentang kalung yang melingkar di leherku — sebuah alat pengawas yang bisa memberitahu segalanya padanya. "Jangan lupa, Riel," ucapnya pelan, jemarinya menyentuh liontin kecil di kalungku. "Aku selalu tahu apa yang kamu lakukan." Ku anggukkan kepala, menyembunyikan gejolak di dada. "Tentu, Rigen. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang kamu berikan padaku ini. " Mendengar nada patuhku, Rigen akhirnya tersenyum puas. "Kamu tahu aku paling benci pembohong, Riel." Ada nada ancaman dan rasa jijik di sana, sehingga aku cepat-cepat mengangguk. "Aku mungkin seperti ini, tapi aku bukankah seorang pembohong, Rigen," ujarku dengan percaya diri. Rigen tertawa sekilas, menepuk lembut puncak kepalaku dan akhirnya melepaskan aku pergi. "Oke, aku melepaskanmu kali ini. Tapi, jangan mengecewa

    Last Updated : 2025-05-04
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   22. Sikap Aneh Rigen.

    "Aku tidak bisa, Drake. Aku sudah memiliki seseorang yang kucintai." Suaraku gemetar, hampir tidak terdengar. Drake terdiam. Sorot matanya yang awalnya penuh harapan perlahan meredup. Namun, bukannya menerima penolakanku, dia justru tertawa kecil, seolah menganggap ucapanku hanyalah alasan kosong. "Riel, jangan bercanda," ucapnya, suaranya terdengar getir. "Aku tahu kamu. Tidak mungkin ada seseorang yang benar-benar kamu cintai, Ariella," lanjutnya, percaya diri seakan paling mengenalku sedunia. Kugelengkan kepala, mencoba meyakinkannya. "Aku serius, Drake. Saat ini aku benar-benar memiliki seseorang di hatiku," tegasku, dengan mata memohon. Namun, semakin aku mencoba menjelaskan, semakin besar ketidakpercayaannya. Drake, sahabatku selama ini, kini menatapku dengan tatapan yang penuh luka dan penolakan. "Kalau memang benar, kenapa aku tidak pernah tahu? Kenapa kamu tidak pernah membicarakannya, Riel? Ini jelas sebuah kebohongan, kan?" tanyanya lirih. Aku tidak mamp

    Last Updated : 2025-05-05
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   23. Lelah Bertengkar Denganmu

    Lelah berpikir, aku pun nekat ke kamarnya. Di sana, aku berdiri di dekat ranjang, menunggu. Menantikan amarahnya. Menantikan genggamannya yang menuntut, ciumannya yang penuh emosi, tatapan tajam yang selalu membuat dadaku sesak. Namun, tidak ada. Rigen hanya duduk di kursi, melepaskan jam tangannya dengan tenang. Tidak ada kemarahan di wajahnya, tidak ada aura posesif yang selama ini selalu melekat padanya. Dia hanya… biasa saja. “Aku tidak tidur di kamar malam ini,” katanya, suaranya datar. “Ada pekerjaan yang harus diselesaikan.” Aku mengerjap, menatapnya dengan sedikit bingung. “Oh…” Itu saja? Semuanya terasa… normal. Aku menunduk, mencoba mencari perasaan lega dalam diriku. Bukankah ini yang selama ini kuinginkan? Kebebasan dari tekanan Rigen? Tapi… kenapa dadaku terasa sesak? Kenapa aku justru merasa kehilangan? Kuangkat kepala, menatap punggungnya saat dia merapikan dokumen di mejanya. Biasanya, dia akan menarikku ke dalam dekapannya, se

    Last Updated : 2025-05-05
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   24. Anjing Baru?

    “Tapi… kamu tadi bilang kamu takut kehilangan aku,” suaraku bergetar, mencoba mencari celah dalam dinding yang kembali ia bangun di antara kami. Kutatap wajahnya, berusaha membaca ekspresinya. Namun, yang kudapat hanyalah wajah datar tanpa emosi. Rigen menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku memang takut kehilangan kamu,” katanya, suaranya tetap dingin. “Tapi itu tidak berarti aku bisa memberikan lebih dari ini.” Aku terpaku mendengar jawaban dinginnya. Jadi… selama ini, semua ciuman, semua genggaman eratnya, semua tatapan penuh api itu… tidak berarti apa-apa baginya? Tidak seperti yang kupikirkan? Aku merasa seperti orang bodoh, rasanya mataku mulai panas, tapi aku menolaknya. Aku tidak ingin menangis di depannya. Tidak ketika dia sedang seperti ini. Kutarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil—meskipun terasa begitu getir. “Jadi, kamu hanya ingin aku tetap di sisimu… tanpa benar-benar menjadi milikku?” Dia menatapku lama sebelum akhi

    Last Updated : 2025-05-05
  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   25. Apakah Aku Membosankan?

    "Saya lihat, anjing yang sekarang cukup membuat Anda tidak nyaman, mungkin juga sedikit merepotkan. Jadi, haruskah saya mencarikan yang baru untuk Anda, Tuan?" Jovian bertanya lagi kepada Rigen dengan nada sopan, layaknya seorang bawahan terpercaya. Namun seperti biasa, wajahnya tetap tanpa ekspresi, seolah kata-kata Jovian tak berarti apa-apa baginya. Namun, aku tahu lebih baik dari siapa pun bahwa pria itu tidak pernah membiarkan sesuatu berlalu begitu saja. Rigen menggeser pandangannya padaku. Mata hitamnya tajam, menusuk langsung ke dalam jiwaku. Sorotannya membuatku ingin bersembunyi, tapi aku tetap berdiri di tempatku, mencoba menjaga sisa harga diriku. "Anjingku?" Rigen mengulang dengan nada rendah, nyaris berbisik, tapi setiap kata yang keluar terasa bagaikan ancaman halus. "Aku tidak ingat pernah bosan." Jovian terkekeh kecil, seolah menikmati situasi ini. "Benarkah? Tapi Anda tahu, Tuan? Setiap pria butuh variasi. Anda pasti lelah dengan hal yang sama s

    Last Updated : 2025-05-06

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   27. Jangan Berani Memprovokasiku.

    Kurasakan cengkeramannya mengerat di pinggangku, dan seketika seluruh tubuhku dipenuhi oleh sensasi panas yang menggetarkan. Aku ingin menantangnya, ingin tetap bermain dengan api ini… tapi dalam posisi seperti ini, aku tidak yakin bisa memenangkan permainan. “Aku hanya bercanda,” bisikku, suaraku mulai bergetar. Dia terkekeh, tapi tidak ada tawa di matanya. “Bercanda, ya?” tangannya naik, ibu jarinya mengusap bibirku yang masih berlapis lipstik merah. Gerakannya lambat, nyaris menyiksa, sebelum akhirnya dia menarik daguku, memaksaku menatapnya. “Kalau begitu, aku juga ingin bermain-main sebentar.” Dan sebelum aku bisa bernapas, bibirnya sudah melumat milikku dengan penuh intensitas. "R-Rigen!" Aku berteriak terkejut, tapi tubuhku seakan sudah mengenali sentuhannya—responku datang secara alami, tanganku tanpa sadar meraih kerah bajunya, menariknya lebih dekat. Ciuman ini berbeda. Bukan hanya penuh gairah, tapi juga… menuntut. Seolah dia ingin membukti

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   26. Menggoda Gairah Rigen

    "Ahhh. Aku ingin keluar. Aku ingin menghirup udara segar, berjalan-jalan, melakukan apa saja yang bisa mengalihkan pikiranku dari percakapan pagi tadi. Tapi.... " Kuhela napas, berat. Langit cerah, matahari bersinar hangat, tapi suasana hatiku gelap dan berantakan. Menggigit bibir, sejak tadi aku terus berusaha mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam dadaku tiap ingat percakapan antara Jovian dan Rigen tadi pagi. Rigen. Jovian. Perkataan mereka masih terngiang di kepalaku, berputar tanpa henti. "Apakah Rigen benar-benar bosan denganku?" Pertanyaan ini terus menggangguku seharian. Apakah aku hanya permainan baginya, sesuatu yang bisa dia buang begitu saja ketika sudah tidak menarik lagi? Kugelengkan kepala, mengepalkan tangan. "Tidak. Aku tidak boleh berpikir seperti itu!" Kututup mata, mencoba menenangkan diri. Jika aku tidak bisa keluar dari rumah ini, maka aku harus menemukan cara lain untuk mengalihkan pikiranku. Tapi bagaimana? Aku membuka mat

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   25. Apakah Aku Membosankan?

    "Saya lihat, anjing yang sekarang cukup membuat Anda tidak nyaman, mungkin juga sedikit merepotkan. Jadi, haruskah saya mencarikan yang baru untuk Anda, Tuan?" Jovian bertanya lagi kepada Rigen dengan nada sopan, layaknya seorang bawahan terpercaya. Namun seperti biasa, wajahnya tetap tanpa ekspresi, seolah kata-kata Jovian tak berarti apa-apa baginya. Namun, aku tahu lebih baik dari siapa pun bahwa pria itu tidak pernah membiarkan sesuatu berlalu begitu saja. Rigen menggeser pandangannya padaku. Mata hitamnya tajam, menusuk langsung ke dalam jiwaku. Sorotannya membuatku ingin bersembunyi, tapi aku tetap berdiri di tempatku, mencoba menjaga sisa harga diriku. "Anjingku?" Rigen mengulang dengan nada rendah, nyaris berbisik, tapi setiap kata yang keluar terasa bagaikan ancaman halus. "Aku tidak ingat pernah bosan." Jovian terkekeh kecil, seolah menikmati situasi ini. "Benarkah? Tapi Anda tahu, Tuan? Setiap pria butuh variasi. Anda pasti lelah dengan hal yang sama s

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   24. Anjing Baru?

    “Tapi… kamu tadi bilang kamu takut kehilangan aku,” suaraku bergetar, mencoba mencari celah dalam dinding yang kembali ia bangun di antara kami. Kutatap wajahnya, berusaha membaca ekspresinya. Namun, yang kudapat hanyalah wajah datar tanpa emosi. Rigen menghela napas, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku memang takut kehilangan kamu,” katanya, suaranya tetap dingin. “Tapi itu tidak berarti aku bisa memberikan lebih dari ini.” Aku terpaku mendengar jawaban dinginnya. Jadi… selama ini, semua ciuman, semua genggaman eratnya, semua tatapan penuh api itu… tidak berarti apa-apa baginya? Tidak seperti yang kupikirkan? Aku merasa seperti orang bodoh, rasanya mataku mulai panas, tapi aku menolaknya. Aku tidak ingin menangis di depannya. Tidak ketika dia sedang seperti ini. Kutarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum kecil—meskipun terasa begitu getir. “Jadi, kamu hanya ingin aku tetap di sisimu… tanpa benar-benar menjadi milikku?” Dia menatapku lama sebelum akhi

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   23. Lelah Bertengkar Denganmu

    Lelah berpikir, aku pun nekat ke kamarnya. Di sana, aku berdiri di dekat ranjang, menunggu. Menantikan amarahnya. Menantikan genggamannya yang menuntut, ciumannya yang penuh emosi, tatapan tajam yang selalu membuat dadaku sesak. Namun, tidak ada. Rigen hanya duduk di kursi, melepaskan jam tangannya dengan tenang. Tidak ada kemarahan di wajahnya, tidak ada aura posesif yang selama ini selalu melekat padanya. Dia hanya… biasa saja. “Aku tidak tidur di kamar malam ini,” katanya, suaranya datar. “Ada pekerjaan yang harus diselesaikan.” Aku mengerjap, menatapnya dengan sedikit bingung. “Oh…” Itu saja? Semuanya terasa… normal. Aku menunduk, mencoba mencari perasaan lega dalam diriku. Bukankah ini yang selama ini kuinginkan? Kebebasan dari tekanan Rigen? Tapi… kenapa dadaku terasa sesak? Kenapa aku justru merasa kehilangan? Kuangkat kepala, menatap punggungnya saat dia merapikan dokumen di mejanya. Biasanya, dia akan menarikku ke dalam dekapannya, se

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   22. Sikap Aneh Rigen.

    "Aku tidak bisa, Drake. Aku sudah memiliki seseorang yang kucintai." Suaraku gemetar, hampir tidak terdengar. Drake terdiam. Sorot matanya yang awalnya penuh harapan perlahan meredup. Namun, bukannya menerima penolakanku, dia justru tertawa kecil, seolah menganggap ucapanku hanyalah alasan kosong. "Riel, jangan bercanda," ucapnya, suaranya terdengar getir. "Aku tahu kamu. Tidak mungkin ada seseorang yang benar-benar kamu cintai, Ariella," lanjutnya, percaya diri seakan paling mengenalku sedunia. Kugelengkan kepala, mencoba meyakinkannya. "Aku serius, Drake. Saat ini aku benar-benar memiliki seseorang di hatiku," tegasku, dengan mata memohon. Namun, semakin aku mencoba menjelaskan, semakin besar ketidakpercayaannya. Drake, sahabatku selama ini, kini menatapku dengan tatapan yang penuh luka dan penolakan. "Kalau memang benar, kenapa aku tidak pernah tahu? Kenapa kamu tidak pernah membicarakannya, Riel? Ini jelas sebuah kebohongan, kan?" tanyanya lirih. Aku tidak mamp

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   21. Insiden Di Pesta Ulang Tahun

    Rigen akhirnya mengizinkanku pergi ke ulang tahun Drake. Meski terasa seperti kebebasan, aku tahu itu hanyalah ilusi. Sebelum aku pergi, Rigen dengan nada dinginnya mengingatkanku tentang kalung yang melingkar di leherku — sebuah alat pengawas yang bisa memberitahu segalanya padanya. "Jangan lupa, Riel," ucapnya pelan, jemarinya menyentuh liontin kecil di kalungku. "Aku selalu tahu apa yang kamu lakukan." Ku anggukkan kepala, menyembunyikan gejolak di dada. "Tentu, Rigen. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaan yang kamu berikan padaku ini. " Mendengar nada patuhku, Rigen akhirnya tersenyum puas. "Kamu tahu aku paling benci pembohong, Riel." Ada nada ancaman dan rasa jijik di sana, sehingga aku cepat-cepat mengangguk. "Aku mungkin seperti ini, tapi aku bukankah seorang pembohong, Rigen," ujarku dengan percaya diri. Rigen tertawa sekilas, menepuk lembut puncak kepalaku dan akhirnya melepaskan aku pergi. "Oke, aku melepaskanmu kali ini. Tapi, jangan mengecewa

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   20. Pergi Dengan Jejakku Di Tubuhmu

    "Rigen, kumohon.... " Sambil menelan ludah, aku mencoba mengatur napasku yang masih tersengal. Tangan Rigen masih mencengkeram pinggangku, matanya yang gelap menatapku tanpa ampun. Aku tahu dia tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Jadi, dengan suara serendah mungkin, aku mencoba membujuknya. “Rigen… tolong lepaskan aku.” Dia tidak bergerak, bahkan cengkeramannya di pinggangku semakin erat. “Aku hanya ingin pergi ke pesta ulang tahun Drake, itu saja,” lanjutku, mencoba menenangkan situasi. “Dia sahabatku. Aku tidak akan melakukan hal yang aneh. Aku hanya ingin merayakan hari spesialnya," pungkasku dengan ekspresi memohon. Rigen masih diam. Aku bisa melihat otot di rahangnya mengencang, ekspresinya dingin tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang tidak ingin dia katakan. Kuangkat tangan, menyentuh pipinya dengan lembut. “Kumohon, Rigen," bujukku dengan nada lembut. "Ya? Kamu sudah memberiku izin tadi," lanjutku, memelas. "Kamu

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   19. Kamu Berdandan Untuk Pria Lain?

    Menjelang pesta dimulai. Berdiri di depan cermin, aku sekali lagi memastikan gaun yang kupilih sudah sempurna. Warna navy yang kupakai membalut tubuhku dengan elegan, membuatku terlihat lebih anggun dari biasanya. Dengan rambut yang tergerai indah, serta riasan yang tidak berlebihan, tapi cukup untuk menonjolkan fitur wajahku, membuat penampilanku malam ini sempurna. "Ayo pergi," ucapku, mengangguk pada diri sendiri. Aku hampir berhasil. Aku hampir keluar dari rumah ini tanpa insiden apa pun. Namun, saat aku baru saja mengambil tas kecilku, suara langkah kaki berat terdengar mendekat dari arah belakang. Aku berbalik, dan di sana, di ambang pintu, berdiri pria yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Rigen. Dia mengenakan kemeja hitam yang lengannya sedikit tergulung, tampak berantakan seolah habis menghabiskan waktu berjam-jam di balik meja. Mata tajamnya langsung mengunci ke arahku, menyapu setiap detail dari atas ke bawah. Kulihat jelas bagaimana raha

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status