Share

172. Wanita Licik

Author: Lil Seven
last update Huling Na-update: 2025-07-19 20:22:16

Esoknya, Elisabeth muncul di rumah sakit tempat Ariella dirawat. Ia datang bukan sebagai musuh, bukan pula sebagai calon istri titipan ibu Rigen.

Ia datang sebagai “kerabat keluarga”—membawa setangkai bunga putih dan senyum yang tak menuntut.

Ariella masih lemah, duduk di kursi roda dekat jendela ketika Elisabeth masuk.

“Boleh aku masuk?” tanyanya lembut.

Ariella menoleh, mengangguk ragu. “Silakan…”

Elisabeth melangkah pelan, penuh empati palsu. Ia menaruh bunga itu di meja, duduk di hadapan Ariella.

“Aku… cuma ingin tahu kabarmu.”

“Kamu sudah tahu, kan?”

Ariella berkata pelan, menyiratkan bahwa kedatangan Elisabeth bukan sesederhana itu.

“Tentang berita-berita itu?” tanya Elisabeth, seraya mengangguk. “Ya. Dan aku muak melihatnya.”

Ariella terdiam. Ia menatap mata Elisabeth, mencoba menembus balik tirai keramahan itu.

Elisabeth melanjutkan, “Aku tahu kamu sedang dalam posisi yang rapuh, dan aku… ingin kamu tahu, aku tidak ada di pihak siapa pun selain kebenara
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   175. Ariella Pergi.

    “Kamu yakin mau pergi?”Suara perawat jaga terdengar pelan, setengah berbisik. Matanya menatap perempuan muda yang berdiri di dekat pintu dengan koper kecil di sisi kaki, wajahnya sayu, tapi sorot matanya penuh tekad.Ariella mengangguk lemah. “Tolong… jangan beri tahu siapa pun dulu. Aku hanya… butuh menjauh.”Perawat itu ragu sejenak, lalu mengangguk. Ia tahu nama “Ariella Smith” sudah terlalu sering disebut di koridor rumah sakit beberapa hari terakhir—bukan karena kesehatannya, tapi karena skandalnya. Karena semua bisikan yang menamainya dengan kata-kata seperti istri pura-pura, pewaris palsu, wanita tanpa nama.Ariella menarik napas panjang, lalu melangkah pelan meninggalkan kamar rawat inap yang menyimpan begitu banyak luka batin. Di atas meja, ia meninggalkan secarik surat yang ditulis semalaman sambil menangis:> “Jika kehadiranku hanya jadi sumber kehancuran, maka aku memilih menjauh. Untuk kebaikanmu. Untuk kebaikan anak ini.”Ia tidak membawa ponsel. Tidak ingin dibujuk. Ti

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   174. Rigen, Kamu Kenapa?

    Tiga hari berlalu sejak badai skandal itu meledak. Ariella menatap langit-langit kamar rawat inapnya, matanya kering kelelahan. Ia bahkan sudah berhenti menangis. Tubuhnya mulai pulih, tapi pikirannya—hancur berkeping. Setiap kali ia membuka media sosial atau sekadar melihat notifikasi berita dari layar ponsel, wajahnya sendiri muncul diiringi tajuk tajam dan menyakitkan. > "Skandal darah campuran mengguncang keluarga Ataraka." "Pewaris hamil? Tapi bukan anak pewaris?" "Rigen Ataraka bungkam, benarkah ada yang disembunyikan?" Dan Rigen? Sejak panggilan teleponnya dengan dokter itu, pria itu belum sekali pun datang menemuinya. Tak ada pesan. Tak ada penjelasan. Ariella mulai bertanya-tanya… Apakah Rigen juga mulai ragu? Apakah tatapan lembut itu… cinta? Atau hanya kewajiban yang perlahan pudar? *** Di sisi lain kota, Elisabeth kembali memantapkan langkahnya. Kini ia bukan hanya memainkan media dan dokumen medis—ia juga mulai merangkul para tetua keluarga Atara

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   173. Tipu Muslihat

    Hari berikutnya, Elisabeth kembali menyusun agenda. Kali ini, ia menghubungi seorang editor majalah fashion yang juga koneksi lama dari masa kuliahnya di Prancis. “Kamu pernah bilang butuh cerita yang eksplosif untuk edisi keluarga bangsawan Asia, kan?” suaranya lembut namun tajam. “Aku punya satu… dan ini akan meledak di mana-mana.” Mereka bertemu sore harinya di lounge hotel yang sama tempat ia bertemu Rigen. Elisabeth menyodorkan flashdisk kecil berisi foto-foto dan dokumen yang ia curi dari latar belakang Ariella. Beberapa di antaranya bahkan berasal dari masa lalu Melinda, ibu Ariella—foto dengan simbol organisasi politik, surat-surat lama, dan potongan artikel tentang skandal finansial era 1998. Editor itu menatapnya dengan mata berbinar. “Ini… bahan emas.” Elisabeth hanya tersenyum. “Pastikan semua sumbernya tidak disebut. Biarkan publik yang membentuk asumsi.” Sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kulit, ia menyesap teh. “Dan satu hal lagi,” tambahnya. “Pastikan ka

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   172. Wanita Licik

    Esoknya, Elisabeth muncul di rumah sakit tempat Ariella dirawat. Ia datang bukan sebagai musuh, bukan pula sebagai calon istri titipan ibu Rigen. Ia datang sebagai “kerabat keluarga”—membawa setangkai bunga putih dan senyum yang tak menuntut. Ariella masih lemah, duduk di kursi roda dekat jendela ketika Elisabeth masuk. “Boleh aku masuk?” tanyanya lembut. Ariella menoleh, mengangguk ragu. “Silakan…” Elisabeth melangkah pelan, penuh empati palsu. Ia menaruh bunga itu di meja, duduk di hadapan Ariella. “Aku… cuma ingin tahu kabarmu.” “Kamu sudah tahu, kan?” Ariella berkata pelan, menyiratkan bahwa kedatangan Elisabeth bukan sesederhana itu. “Tentang berita-berita itu?” tanya Elisabeth, seraya mengangguk. “Ya. Dan aku muak melihatnya.” Ariella terdiam. Ia menatap mata Elisabeth, mencoba menembus balik tirai keramahan itu. Elisabeth melanjutkan, “Aku tahu kamu sedang dalam posisi yang rapuh, dan aku… ingin kamu tahu, aku tidak ada di pihak siapa pun selain kebenara

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   171. Pernikahan Kalian Adalah Kesalahan!

    “Dia bukan untukmu, Rigen. Tidak pernah akan.” Suara Ibu Rigen menggema di ruang kunjungan tahanan pagi itu. Meski mengenakan seragam tahanan berwarna pucat, wibawanya tak juga luntur. Duduk tegak dengan sorot mata tajam, ia lebih mirip kepala rapat dewan direksi daripada tahanan kasus penghasutan dan percobaan pembunuhan. Rigen duduk di seberangnya, tubuhnya tak bergeming. Namun matanya penuh bara. “Dan siapa yang menurut Ibu lebih pantas?” tanyanya datar. Sang ibu menarik napas panjang sebelum menjawab, seolah sedang menyiapkan strategi terakhirnya. “Elisabeth.” --- Nama itu melayang seperti kabut tipis dari masa lalu—cantik, tak berbekas luka, tapi menusuk dari dalam. Elisabeth adalah sepupu jauh dari garis keluarga Ataraka—putri dari kakak ipar ibu Rigen yang menikah dengan diplomat Eropa. Selalu tampil elegan dalam setiap acara keluarga, dengan tutur kata lembut dan mata yang tak pernah kehilangan sorot penuh perhitungan. “Dia punya darah Ataraka. Dia tahu tata cara. Dia

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   170. Masa Lalu Kelam.

    “Kamu pikir aku benci Ariella karena dia miskin? Karena dia cuma ‘perempuan biasa’ yang merebutmu dari keluargamu?” Suara Ibu Rigen parau tapi tajam, menusuk seperti pisau yang sudah lama disimpan dalam sarung, kini ditarik untuk menyayat yang terakhir kali. Rigen menatap ibunya dari seberang ruang interogasi. Dindingnya putih kusam, pantulan sinar lampu menyilaukan. Tapi tak ada yang bisa menutupi kebenaran yang mulai terkuak sedikit demi sedikit. “Aku benci dia,” lanjut sang Ibu dengan suara nyaris gemetar, “karena dia darah kotor. Karena dia bukan siapa-siapa—dan bukan anak dari siapa pun yang pantas kau jadikan istri.” Rigen mengernyit. “Apa maksud Ibu?” “Dia bukan anak biasa, Rigen… Dia anak dari wanita yang menghancurkan keluargamu.” Suara Ibu Rigen pecah dalam ruang tahanan sementara itu. Ruangan sempit dengan lampu putih menusuk tidak mengurangi kesan angkuh dari wanita yang kini duduk di balik meja pemeriksaan. Tapi nada suaranya tak lagi kokoh. Ia seperti batu tu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status