Halo Kak. Apa di sini ada yang masih belum baca "KEKASIH BAYARAN TUAN PRESDIR AROGAN"? Ayo mampir, Kak. Bantu ramaikan cerita saya yang satu itu dong kak, biar naik viewnya ^^
“Diego, apa yang sudah kamu pikirkan? Kamu ingin menceraikan Lili?” tanya Nyonya Tua Lorenzo yang tampak murka.Diego menggeleng. “Ibu, saya hanya memberikan Lili pilihan saja. Jika dia memang ingin bercerai, saya akan memberikannya. Saya tidak ingin dia hidup terikat dengan lelaki tidak berguna sepertiku,” terangnya.Tatapan Diego tertuju pada Alejandro yang sedang menyaksikan kebodohannya. Ia tahu jika besannya itu sedang mengasihaninya, tetapi ia tidak peduli.Saat berbicara dengan Alejandro tadi, ayah kandung Amora tersebut berkata kepadanya, “Apa kamu tahu kalau sebenarnya kamu itu adalah bajingan yang lebih beruntung dariku, Diego? Kamu masih memiliki istri cantik yang setia menjagamu meskipun kamu lumpuh. Jaga baik-baik wanita seperti itu atau kamu lepaskan kalau kamu hanya menyakitinya.”Ucapan Alejandro tersebut langsung membuat Diego menyadari jika betapa beruntungnya dirinya. Diego melihat sendiri bagaimana Liliana sudah mencurahkan seluruh tenaga, waktu dan pikirannya untu
Diego terperangah. “Lili, kamu ….” “Aku juga adalah wanita bodoh yang akan terus mengharapkan cinta dari lelaki sepertimu, Diego,” sela Liliana dengan seulas senyuman simpul yang tersungging di bibirnya. “Ma-maksudmu … kamu tidak akan berpisah darinya?” tanya Nyonya Tua Lorenzo dengan bingung. Liliana menoleh dan memberikan anggukan kecil. “Aku tetap akan berada di sisinya, Ibu. Aku tetap akan menjaga komitmenku hingga akhir hayatku,” jawabnya atas keputusan yang diambilnya. Sudut bibir Diego melengkung tipis. Ia tidak mampu berkata-kata atas jawaban wanita itu. Ia mengira Liliana akan memilih untuk pergi, mengingat semua hal buruk yang dilakukannya kepada wanita itu. Nyatanya, wanita itu masih menjaga janji pernikahan mereka. “Kamu … benar-benar bodoh, Lili,” gumam Diego dengan penuh rasa haru. “Kamu dan aku memang adalah dua orang bodoh,” timpal Liliana seraya tertawa kecil. Diego menggenggam erat tangan wanita itu. Setelah mendengar jawaban tak terduga dari istrinya, Diego pu
“Ini bukan mimpi kan, Suamiku?” tanya Amora kepada suaminya. Ia masih tidak dapat percaya dengan hal yang baru saja didengarnya tadi dari ayah mertuanya. Prosesi puncak acara akhirnya selesai dengan penuh haru dan bahagia. Para tamu kembali menikmati alunan musik dan menyantap suguhan makanan dan minuman yang disediakan. “Tentu saja, Sayang.” Regis menyeka air mata di sudut mata istrinya itu. Ia dapat merasakan kebahagiaan wanita itu dan juga merasa sangat lega karena rencana ayah mertuanya ternyata berjalan dengan lancar. “Maaf kalau aku sudah membuatmu menunggu lama hanya untuk mendapatkan pengakuan seperti ini,” ucap Regis dengan penuh penyesalan. Amora menggeleng. “Setidaknya aku senang sekarang Ayahmu sudah mau menerimaku dan Ray. Bagiku, ini semua tidak dapat dibandingkan dengan hadiah mahal apa pun,” timpalnya. “Amora.” Suara Alejandro menyela percakapan mereka. “Ayah,” sapa Amora dengan senyuman sumringah. “Kenapa kamu masih saja menangis? Apa …,” Alejandro melirik Regi
“Untuk masalah ini … saya bicarakan dulu dengannya, Tante. Soalnya dia masih belum terbiasa tinggal di tempat yang asing sebenarnya,” timpal Regis atas penawaran yang diberikan ibu tirinya kepada istrinya. “Baiklah. Aku mengerti. Pergilah temani lagi istrimu,” tutur Liliana. Selesai berbicara dengan ayah dan ibu tirinya, Regis kembali menghampiri istrinya yang telah duduk di kursi rodanya dan memberitahukan tawaran Liliana kepada istrinya tersebut. “Tapi, aku ….” Amora tampak ragu. Ia tidak ingin merepotkan orang-orang di kediaman Lorenzo meskipun sebenarnya masih ada rasa khawatir di dalam dirinya terhadap orang asing. “Kalau kamu memang keberatan, bagaimana kalau Ayah yang menemanimu saat Regis pergi kerja?” Alejandro ikut memberikan tawarannya dan membuat Amora terperangah. “Tapi, bukankah Ayah harus kembali lagi ke Swiss untuk mengelola lahan yang baru Ayah beli?” tanya putri Alejandro tersebut. Alejandro terkekeh kecil. “Masalah lahan masih bisa ditunda. Tapi, untuk putriku
“Apa kamu yakin aku tidak perlu menemanimu?” Amora menoleh kepada Regis yang terlihat sedang memandangnya dengan penuh kekhawatiran. Saat ini Amora sedang memilih pakaian yang akan digunakan oleh suaminya tersebut ke kantor. Hal ini sudah menjadi rutinitas setiap pagi bagi wanita itu.Seperti biasanya Regis harus berangkat lebih awal ke kantor agar ia bisa segera menyelesaikan semua pekerjaannya dan pulang lebih cepat agar ia bisa menemani istrinya di penthouse mereka. Hal ini telah dilakukannya selama tiga minggu terakhir.Namun, semakin hari Regis semakin khawatir meninggalkan Amora meskipun ada ayah mertuanya yang menemani istrinya tersebut. Ia juga mulai mempekerjakan asisten rumah tangga setelah berdiskusi dengan Amora beberapa kali. Tentu saja Regis tidak asal mempekerjakan asisten rumah tangga. Ia telah melakukan beberapa seleksi dan memeriksa latar belakang para pekerja tersebut. Mereka juga hanya bekerja di siang hingga sore hari saja. “Sayang, kamu belum menjawabku,” sung
“Bukan begitu, Sayang. Tapi ….” Ucapan Regis terhenti ketika melihat raut wajah masam istrinya tersebut. Wanita itu memanyunkan bibirnya. Ia menatap Regis dengan tajam. “Kamu tidak percaya kalau aku ngidam mau lihat pertunjukannya? Aku mau foto sama dia juga. Pokoknya aku mau ketemu,” desaknya. Sebenarnya Amora juga tidak tahu kenapa bersikap semanja dan bersikeras seperti ini kepada suaminya hanya untuk mendapatkan izin untuk menonton pertunjukan tersebut. Namun, ia akan merasa sangat gelisah apabila keinginannya itu tidak terpenuhi dan Amora merasa ini adalah ‘keanehan’ dari salah satu perjalanan kehamilannya. Regis menghela napas panjang. Ia tidak tahu harus bagaimana menjelaskan perasaannya kepada istrinya tersebut. Walaupun ia tahu jika istrinya hanya sekedar mengagumi saja dan juga termasuk salah satu bentuk ‘ngidam’ yang terjadi pada istrinya, tetapi tetap saja Regis tidak bisa tinggal diam. Demi memenuhi keinginan istrinya, Regis telah memesan
“Kamu tidak usah menjemputku. Aku sudah ada janji,” cetus Amora yang membuat kening Regis langsung berkerut. Pria itu juga melayangkan tatapan tajamnya. "Janji? Memangnya kamu ada janji sama siapa, Sayang?" selidik Regis yang mulai menginterogasi istrinya tersebut. “Memangnya kenapa sih?” timpal Amora yang telah tertawa geli. Ia dapat melihat kecemburuan dari wajah suaminya itu. Regis pun berdeham pelan. “Aku bukan mau mengaturmu. Aku hanya ingin tahu kamu pergi sama siapa saja,” dalihnya. Amora pun menghela napas panjang. Ia merapikan kerah kemeja suaminya, kemudian membantu Regis memasangkan jas pilihannya. Pria itu masih menunggu jawabannya dan akhirnya Amora pun berkata, “Aku ada janji dengan Ayahku saja. Nanti dia akan datang ke sana setelah selesai konser. Aku mau pergi menjenguk Nenekku hari ini bersamanya.” Hati Regis yang dipenuhi kekhawatiran pun akhirnya terasa lega. Namun, ia dapat merasakan kekhawatiran istrinya. “Apa kamu benaran tidak mau kutemani?” tawar Regis la
“Ada apa dengan Mama kita, Kimmy?” tanya Rayden seraya mengerutkan keningnya saat melihat ibu mereka berjalan dengan cepat mengejar violinis yang mereka tonton tadi. Saat ini kedua anak itu sedang berdiri menunggu ibu mereka di luar kamar kecil bersama kedua pengawal Royal Dragon, tetapi mereka malah ditinggal begitu saja dengan ibu mereka. “Biasalah. Pasti ingin menyapa Paman ganteng itu,” jawab Kimmy dengan acuh tak acuh. “Apa Paman itu lebih tampan daripada Papa kita?” gumam Rayden seraya menghela napas panjang melihat perilaku ibunya dan ibu Kimmy. Anak perempuan itu tampak berpikir keras, lalu bergumam, “Dia memang tampan kok. Tidak kalah dari Papa kita.” Rayden pun menoleh kepada sahabat perempuannya itu. “Jadi kamu juga menyukai tipe seperti itu?” gumamnya. Ia tidak mengerti apa hebatnya memegang biola sampai bisa membuat para wanita dari berbagai kalangan dan usia sampai jatuh hati. “Padahal tidak sulit bermain biola seperti itu daripada berlatih memanah ataupun wushu,” u