Share

Chapter 7

Kantin sudah tutup. Grizelle, Stella dan dua orang pekerja lainnya bersiap-siap untuk pulang. 

"Dek!" Stella menyapa Grizelle di tengah-tengah kesibukannya merapikan tas.

"Ya, Mbak?" sahut Grizelle.

"Sepeda motor Mbak mengalami pecah ban. Kayaknya Mbak harus ke bengkel dulu untuk ganti ban."

"Oh, ya udah. Biar aku nunggu di depan gerbang. Mbak bisa pergi sendiri kan?"

"Bisa. Kan bengkelnya gak jauh di sekitar sini. Nanti kalo udah selesai, Mbak bakalan balik jemput kamu."

"Oke deh!" Grizelle menyetujui.

"Kamu gak pa'pa kan Mbak tinggal sendiri?"

"Gak pa'pa kok, Mbak! Kan udah selesai. Hanya tinggal nyapu sedikit, trus setelah itu aku akan tutup pintu kantin."

"Ya, udah kalo begitu Mbak tinggal dulu ya," pamit Stella.

Grizelle mengangguk. Tersenyum manis kepada kakaknya yang berlalu pergi meninggalkannya.

***

Dengan tas kecil yang tersandang menyamping di tubuhnya, Grizelle berjalan keluar gerbang perusahaan. Menunggu kakaknya yang belum kembali dari bengkel sepeda motor. Ia berjalan ke sebuah taman kecil yang terdapat di pinggir jalan tepat di depan gedung perusahaan. Duduk dengan sabar menantikan Stella kembali.

Belum semenit ia duduk di taman itu, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depannya. Menghalau pandangannya yang dari tadi mengarah ke jalan raya. Grizelle terkesiap kala melihat mobil yang sudah sangat ia kenal itu. Mobil itu adalah mobil milik—

"Tuan Tristan!" gumamnya kaget. Terbelalak menatap mobil yang menghalau pandangannya.

Kaca bagian kursi penumpang sebelah kemudi perlahan turun. Tentu Tristan yang melakukannya. Memperlihatkan sesosok laki-laki berwajah garang mengenakan kacamata biru gelap. Pandangan Tristan yang lurus, perlahan bergerak ke samping. Melirik gadis yang tercegang melihat kehadirannya.

"Sedang apa kau di situ?" tanyanya dengan intonasi penuh penekanan.

"Nunggu jemputan, Tuan," jawab Grizelle hati-hati.

Ada angin segar yang menyapa jiwa Tristan saat mendengar jawaban Grizelle.

"Butuh tumpangan?" tanyanya dengan sudut bibir yang melengkung tajam.

"Tidak Tuan! Saya sedang menunggu kakak saya," tolak Grizelle. 

Wajah Tristan berubah kecut saat mendengar jawaban Grizelle kali ini. Tapi ia tidak kehabisan akal. Apapun akan ia lakukan demi mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Hari menjelang malam. Masuklah! Kau akan aku antar sampai rumah," pujuk Tristan. Sungguh, seumur-umur baru kali ini ia memohon kepada seseorang untuk ikut dengannya. Apalagi orang tersebut adalah seorang gadis sederhana yang sama sekali tak memiliki fungsi untuk karirnya.

"Maaf Tuan, saya tidak bisa! Saya sedang menunggu kakak saya. Saya sudah janji akan menunggunya di sini. Saya takut nanti dia merasa khawatir jika saya tidak ada di sini setelah dia kembali nanti."

Jawaban Grizelle membuat Tristan kembali merasa tidak senang. Sebab gadis itu telah berani menolak tawarannya. Bukankah Tristan merupakan sosok yang sangat tidak terima jika seseorang menolak keinginannya? 

Maka, ia turun dari mobil. Tergesa-gesa menghampiri Grizelle yang semakin menguncup karena diserang ketakutan melihatnya mendekat.

Tristan melepas kacamatanya. Menatap Grizelle dengan tajam.

"Kau tau! Hanya baru kali ini aku bersikap baik kepada seseorang terutama pada gadis sederhana seperti dirimu! Kau harusnya paham dengan sifatku!" kecam Tristan.

Grizelle yang tak mengerti hal apa yang membuat Tristan berkata demikian, hanya dapat menundukkan pandangan. Sedikit tidak senang atas ucapan Tristan yang menyebutnya gadis sederhana. Apa itu maksudnya? Apakah itu pujian? Atau malah sebuah penghinaan?

"Ikut denganku sekarang!" hentak Tristan dengan mencekal lengan Grizelle. Menarik tubuh gadis itu secara paksa.

"Maaf Tuan! Saya tidak mau!" ronta Grizelle panik. "Kenapa Anda memaksa saya seperti ini! Saya tidak mau Tuan!" 

Tristan membuka pintu mobil. Sebelum memaksa Grizelle masuk, ia menatap kedua mata Grizelle dengan tajam. Mengangkat telunjuknya mengarah ke wajah Grizelle.

"Kau sudah berani menolak tawaranku! Dan aku tidak suka itu!" sergah Tristan.

"Tapi saya memang sedang menunggu kakak saya! Kenapa Anda marah pada saya! Apa salah saya?" pekik Grizelle dengan tubuh yang luar biasa gemetar.

Sebelum menjawab pertanyaan Grizelle, Tristan diam dalam ekspresinya yang mengeras. Kedua manik matanya mengunci retina mata Grizelle. Hingga mata coklat milik gadis itu melemah karena tatapan tajamnya.

"Kau tau? Kau adalah wanita yang paling berbahaya bagiku! Semua yang ada di dirimu membuatku tak bisa berkonsentrasi dalam pekerjaan!"

'Wanita berbahaya? Tidak bisa berkonsentrasi dalam pekerjaan? Apa maksudnya itu? Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu padanya! Bahwa dia adalah pria paling menakutkan dan berbahaya yang pernah aku temui di dunia ini! Trus kenapa aku yang dapat julukan seperti itu?'

Batin Grizelle memberontak. Perkataan Tristan barusan sangat tidak masuk akal. Tak mengerti apa maksud dari ucapan Tristan. Apa yang ia lakukan hingga pria itu menjulukinya sebagai wanita berbahaya? Bukankah disini dia yang selalu merasa terancam?

"Masuk!" Tristan mendorong tubuh lemah itu agar masuk ke dalam mobilnya.

Siap tidak siap, tubuh lemah Grizelle terhempas masuk ke dalam mobil. Dengan cepat, Tristan memasangkan sabuk pengaman ke tubuh Grizelle yang meronta-ronta. 

"Lepas! Tuan, saya tidak ingin ikut dengan Anda!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status