Share

Chapter 6

Di sebuah restoran yang cukup ternama di salah satu hotel berbintang lima, Tristan dan beberapa staf perusahaan, sedang sibuk membahas tentang apa saja yang menjadi target utama mereka dalam upaya pengembangan bisnis. Miko sebagai kaki tangan dan juru bicara Tristan, dengan lantang menerangkan dan menjelaskan bagaimana caranya agar perusahaan mereka dapat berkembang dengan optimal, meski nyatanya perusahaan itu sendiri sudah berkembang pesat.

Miko memberi arahan kepada para karyawan yang baru bergabung di perusahaan itu agar mereka dapat bekerja dengan baik dan dapat mempertahankan pencapaian perusahaan saat ini. Terlihat para staf karyawan begitu menyimak dan sesekali merespon apa yang disampaikan oleh Miko. Mereka tampak antusias dan manggut-manggut ketika Miko memberi arahan.

Namun, tidak bagi Tristan. Pria bertampang keras itu terlihat tak menyimak apa yang Miko dan karyawannya perbincangkan. Ia malah asik dengan fantasinya sendiri. Memandang lurus ke sudut tembok dengan mata yang menyala dan tak berkedip. 

"Tuan Tristan, bagaimana pendapat Anda?" Miko melayangkan pertanyaan yang sama sekali tak direspon oleh Tristan. Tristan diam tak bergerak. Pandangannya pun terlihat kosong seperti orang yang sedang melamun. Dan, memang nyatanya pria itu tengah melamun kan?

Pemandangan itu membuat Miko dan para karyawan lainnya ikut begong. Mereka heran menyaksikan pria berwajah tegas itu termangu, memandang lurus ke depan tanpa kedip sedikit pun. Sama-sama mereka mengikuti kemana arah pandang bos mereka itu. Bingung, ketika tak menemukan hal yang menarik perhatian.

Kedua bola mata Tristan hanya mengarah pada sebuah tembok. Ada beberapa pelayan restoran yang sibuk hilir mudik melewati tembok itu dengan membawakan pesanan. Membuat mereka semakin bingung, hal apa yang membuat Tristan terpaku. Matanya juga tidak bergerak mengikuti gerak-gerik pelayan. Lalu, siapa yang dia lihat? Tidak mungkinkan atasan mereka itu mengagumi tembok yang tidak bernyawa! Lalu, apa yang menarik perhatian Tristan sampai ia termangu seperti itu?

Saling memandang, saling mengangkat bahu. Itulah yang para karyawan itu lakukan. Bingung dengan sikap bos mereka saat ini.

"Tuan, Tristan!" tegur Miko lagi. Pelan, namun tegas.

Tristan tak berkutik. Masih diam dalam lamunan.

"Tris!" Miko menyenggol pelan lengan Tristan dengan lengannya. Sesekali melirik ke arah karyawan yang masih terpaku bingung menatap Tristan.

Tristan dibuai angan. Bayang-bayang Grizelle muncul di pelupuk matanya. Melambai-lambai di sudut ruangan. Tersenyum manis penuh godaan. Seakan merayunya untuk mendekat.

"Tristan!" bentak Miko. Terpaksa ia lakukan karena atasannya itu benar-benar sudah seperti orang gila.

'Hah!'

Dengan mata yang membulat, Tristan tersentak kaget. Buyar dari lamunan. Celengak-celenguk seperti orang begok. Memandang satu persatu wajah mereka yang melihatnya serius.

"Ada apa?" tanyanya bingung.

"Ada apa ...?" Miko membeo.

Melihat wajah tegas Miko, Tristan segera tersadar. Sadar kalau dia sedang berada di tengah-tengah bawahannya yang menunggu instruksi darinya.

"Hh, sorry! Aku tidak konsentrasi," akunya hanya pada Miko. Ya, mungkin hanya pada orang-orang tertentu saja Tristan mau mengutarakan kata sorry atau maaf. Seperti yang dia lakukan saat ini pada Miko.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Tristan!" bisik Miko dengan nada tegas dan sedikit menggeram.

"Tidak ada. Aku hanya butuh istirahat. Pikiranku sedang kacau," bisik Tristan pula. Memijat-mijat pelipisnya.

"Apa karna gadis itu?" tebak Miko.

Tristan menghela nafas panjang. Tebakan Miko benar adanya.

"Ya! Gadis itu memenuhi otakku saat ini. Aku jadi tidak dapat berkonsentrasi," jawab Tristan jujur.

Miko menggeleng. Menghembuskan nafas berat. Tidak habis pikir dengan sikap Tristan beberapa hari ini.

"Jadi bagaimana? Menurutmu apa kita harus menunda meeting kali ini?" 

Tristan membenarkan posisi duduknya.

"Tidak perlu! Kau selesaikan saja semuanya. Sampaikan apa yang perlu kau sampaikan. Bagaimanapun keputusanmu, aku akan menyetujuinya. Aku percaya padamu!" Ia berdiri tegak, mengambil tas dan ponselnya, tersenyum kecil sambil menepuk pelan bahu Miko, kemudian pergi meninggalkan Miko dan yang lainnya.

Jika sudah begini, Miko hanya dapat mengelengkan kepalanya. Tristan seperti orang yang baru pertama mengenal cinta. Padahal, sudah banyak wanita yang pernah dia tiduri, tapi tak satupun dari mereka yang mampu mencuri hati Tristan. Perhatian dan pikirannya hanya tertuju pada Grizelle. Gadis belia yang baru dua bulan ini dia kenal.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status