Pagi hari di rumah Rio dan Anya terasa berbeda. Udara terasa lebih segar, sinar matahari menyelinap lembut ke dalam ruang makan, dan aroma kopi yang diseduh Rio memenuhi udara. Anya berdiri di depan jendela besar, mengenakan gaun putih sederhana, memeluk secangkir teh hangat.Hari ini genap dua bulan sejak pernikahan mereka.Rio mendekat, memeluk Anya dari belakang.“Aku pikir cinta hanya tentang perasaan,” kata Anya pelan, “tapi ternyata… cinta juga soal keberanian, memaafkan masa lalu, dan memilih untuk tetap tinggal.”Rio mengecup pelipisnya. “Terima kasih karena tetap memilihku, setiap hari.”Di tengah sarapan sederhana, ponsel Anya berbunyi. Sebuah pesan masuk dari salah satu produser acara televisi lokal yang dulu pernah melihatnya membaca tarot di mall:"Kami tertarik menjadikan Anya sebagai pembaca tarot tetap di segmen spiritual show. Apakah Anda bersedia hadir untuk diskusi minggu ini?"Anya menatap Rio dengan mata berbinar. “Apa ini pertanda, Rio?”Rio tersenyum bangga. “It
Keesokan harinya setelah acara di Villa Aurora, Anya dan Rio kembali ke apartemen dengan hati yang penuh syukur. Saat membuka pintu, mereka menemukan sebuah amplop cokelat tua terselip di bawah pintu. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan halus: “Untuk Anya.”Dengan hati-hati, Anya membukanya. Di dalamnya ada selembar surat tua yang sudah sedikit menguning, ditulis dengan tinta biru. Begitu Anya membaca baris pertama, tubuhnya langsung merinding.“Anya, jika kamu membaca ini, artinya aku sudah gagal melindungimu dari Nathan…”Itu adalah tulisan tangan dari Damar — teman lama sekaligus penyelamatnya saat dulu ia pertama kali belajar tarot dan spiritualitas. Damar adalah orang yang dulu mengenalkan Anya pada dunia energi dan intuisi, lalu menghilang tanpa kabar ketika Nathan muncul dalam hidupnya.“…waktu itu, aku sudah tahu kamu akan diburu oleh mereka yang ingin menggunakan kekuatanmu untuk tujuan gelap. Nathan bukan sekadar penculik, dia adalah pengumpul energi spiritual dan
Pagi itu, setelah semalam mengalami pengalaman spiritual yang mendalam di pura, Anya kembali ke penginapan dengan hati yang lebih tenang. Sinar matahari pagi menembus tirai tipis jendela kamar. Ia duduk di balkon, memandangi hamparan sawah yang membentang hijau dan embun yang masih menempel di dedaunan.Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Rio muncul di layar."Sayang, kamu di mana? Aku sudah di bandara Ngurah Rai."Anya tersenyum kecil, "Aku di Ubud... Aku butuh waktu sendiri semalam."“Boleh aku jemput kamu hari ini?” suara Rio terdengar lembut, sedikit khawatir.Tanpa menjawab, Anya hanya berkata, “Aku tunggu kamu di bawah pohon beringin di depan pura tempat semalam aku meditasi.”Beberapa jam kemudian, sebuah mobil berhenti perlahan. Rio keluar, mengenakan kemeja putih sederhana. Matanya langsung menemukan Anya yang duduk di bawah pohon besar itu, mengenakan kebaya putih yang sama, rambut dikuncir rendah.Tanpa bicara, Rio berjalan pelan lalu duduk di samping Anya.“Aku sadar… sela
Seminggu setelah Anya menemukan surat masa lalunya, ia menerima sebuah amplop berwarna biru muda yang dikirim ke booth tarot-nya di restoran. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan halus di bagian depan: “Untuk Anya, tangan yang menuntun hati banyak orang.”Rio yang saat itu sedang menemaninya di booth sempat curiga, tapi Anya tersenyum dan berkata, “Mungkin dari klien.” Ia membuka amplop itu perlahan.Di dalamnya, ada selembar undangan bergaya klasik, berbau bunga lavender, tertulis:“Undangan Kehormatan:Anda diundang dalam Pertemuan Konselor Spiritual Nasional di Ubud, Bali.Tanggal: 20 Oktober Tempat: Villa Seruni Ubud Peserta Terbatas: 12 orang pilihan dari seluruh Indonesia”Rio membacanya bersama Anya. “Ini... undangan bergengsi. Kamu dikenal sampai ke tingkat nasional, Sayang,” kata Rio bangga.Anya membaca ulang nama penyelenggara. Tak ada nama lembaga resmi, hanya inisial: D & L. Tapi itu cukup menggugah rasa penasaran.“Ini bukan sekadar pertemuan biasa,” gumam Anya.
Pada akhir pekan, mereka rutin mengisi kelas meditasi pasangan. Anya memandu dengan nada suara lembut, sementara Rio mendampingi dengan logika dan kehangatan. Banyak pasangan mengaku merasa lebih terhubung setelah ikut kelas mereka.Malam itu, saat semua aktivitas selesai, Anya dan Rio duduk bersandar di balkon apartemen mereka. Kota menyala di bawah, seperti lautan cahaya.“Kita sudah sejauh ini ya,” bisik Anya.Rio menatapnya, “Dan ini baru permulaan.”Anya tersenyum. Di dalam hatinya, ia tahu: kisahnya dengan Rio bukan hanya tentang cinta dua insan. Tapi tentang bagaimana luka berubah jadi kekuatan. Tentang cahaya yang terus menyala—dari Ruang Harmoni, menuju dunia.***Suatu pagi saat Anya sedang merapikan koleksi kartu tarotnya di booth, seorang kurir datang membawa sebuah surat yang ditujukan kepadanya. Surat itu tak ada nama pengirim, hanya tertulis “Untuk Anya – dari seseorang yang pernah hadir.”Penasaran, Anya membukanya perlahan. Isinya adalah tulisan tangan yang rapi:Anya
Beberapa minggu setelah Ruang Cinta & Harmoni resmi dibuka, Anya menerima pesan dari seorang nama yang tak asing di masa lalunya: Mira, sahabat lama semasa kuliah yang dulu sama-sama menyukai dunia metafisika dan psikologi spiritual.Mira kini tinggal di Bali dan sedang dalam perjalanan singkat ke Jakarta. Ia ingin bertemu Anya dan mengikuti sesi tarot privat. Anya menyambut dengan senang hati dan mengatur janji di ruang konsultasinya.Saat Mira datang, pelukan hangat pun terjadi. Keduanya terharu. “Aku mengikuti perkembanganmu dari media sosial. Kamu luar biasa, Anya,” kata Mira sambil menatap dekorasi ruangan yang menenangkan.Sesi konsultasi berjalan hangat dan mendalam. Mira bercerita bahwa ia sedang bimbang karena akan dilamar oleh pria yang ia kenal dalam komunitas spiritual. Anya menarik tiga kartu: The Lovers, The Hierophant, dan The Wheel of Fortune.“Tampaknya ini bukan hanya hubungan cinta, tapi perjalanan jiwa. Kalian saling membawa pelajaran besar,” ujar Anya.Setelah ses
Seminggu setelah grand opening, Ruang Harmoni mulai dipenuhi klien setia. Jadwal Anya padat, tapi hatinya tenang. Setiap pembacaan tarot, setiap konsultasi journaling, menjadi cara Anya menyalurkan cintanya pada semesta dan sesama.Suatu sore, setelah sesi terakhir, Anya duduk di kursi pojok favoritnya, menatap langit senja dari jendela besar restoran. Hujan rintik-rintik turun, aroma tanah basah memenuhi udara. Rio datang membawa dua cangkir teh melati hangat.“Aku suka suasana habis hujan,” kata Anya lirih.Rio duduk di sampingnya. “Tenang ya? Sama seperti kamu.”Anya tersenyum. Mereka duduk tanpa banyak kata. Diam di antara mereka bukan keheningan kosong, tapi ketenangan yang nyaman.Anya lalu bertanya, “Rio, kamu pernah ragu sama aku?”Rio menoleh. “Pernah. Tapi hanya saat aku belum mengerti, bahwa cinta itu bukan soal siapa duluan datang… tapi siapa yang memilih tinggal.”Anya menunduk, matanya basah. Kata-kata Rio menenangkan luka-luka yang sempat membingungkan hatinya.“Aku jug
Pagi itu restoran maminya Rio tampak lebih ramai dari biasanya. Booth tarot Anya sudah dipenuhi klien yang ingin konsultasi sebelum makan siang. Rio juga datang lebih awal dari kantor karena ada janji bertemu investor di ruang VIP lantai dua.Setelah sesi terakhir, Anya duduk sejenak sambil menyeruput teh hangat. Rina datang tiba-tiba sambil membawa sebuah kotak kecil. “Ini, coba buka. Aku nemu waktu beberes apartemen lamaku,” katanya.Anya membuka kotak itu. Di dalamnya, ada buku catatan kecil berisi sketsa kartu tarot dan catatan prediksi masa lalu. Di halaman terakhir, tertulis tangan Anya sendiri: “Saat bayangan masa lalu muncul kembali, cinta yang sejati akan diuji dengan kesadaran.”Anya terdiam. Lalu tiba-tiba, pelayan restoran datang membawakan secarik surat untuk Anya. “Tadi ada yang titip ini sebelum pergi,” katanya.Surat itu dari Reza.Anya,Aku akan pindah ke luar negeri. Ada peluang baru yang harus kuambil. Terima kasih sudah menjadi bagian dari kenanganku yang paling ha
Hari-hari setelah percakapan dengan Rina terasa lebih ringan bagi Anya. Ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, seperti beban yang terangkat, meski hanya sedikit. Ia merasa semakin yakin dengan keputusan yang ia ambil. Rio adalah pilihannya, dan meskipun masa lalunya dengan Reza pernah mewarnai hidupnya, kini ia tahu ke mana arah hatinya.Setelah Rina pulang, Anya memutuskan untuk kembali ke rutinitasnya, membaca tarot di booth restoran. Namun, kali ini ada perasaan tenang yang mengalir dalam dirinya. Ia tak lagi merasa bingung dengan perasaan yang dulu sempat menghantui—apakah yang ia rasakan terhadap Reza adalah cinta sejati, atau hanya perasaan yang muncul karena kedekatannya dengan Reza yang dulu sempat mewarnai hidupnya.Di restoran, suasana masih tetap sama. Anya duduk di meja booth tarot, mempersiapkan kartu-kartu yang biasanya ia gunakan untuk membantu orang lain menemukan jalan mereka. Hari ini, ia merasakan ketenangan lebih dalam, seolah dirinya sedang berada di tempat yang