Share

BAB 3

"Ternyata, kamu sangat tega, Ruby! Kamu itu tunanganku, dan lihat apa yang kau lakukan sekarang? Kau bersama pria lain dalam satu kamar? Sungguh murahan sekali." Gunjingan itu keluar dari mulut pria bernama Toni Blair.

Elvano dan Ruby menoleh. Pria yang bernama Toni itu muncul dari kerumunan para reporter. Mark segera memberikan kemeja kepada Elvano. Elvano meraih kemeja tersebut, lalu mengenakannya. Namun, sorot mata Elvano penuh intimidasi tertuju kepada Toni.

"Hmm... Ada yang aneh. Kamu mengaku sebagai tunangan dari Ruby. Dan bagaimana bisa kamu berada di sini? Kebetulan, kah?" Elvano mencoba memberikan pertanyaan pancingan kepada Toni.

"Aku mengikuti Rubby dan ternyata dia pergi ke hotel ini dan bertemu dengan bajingan sepertimu!" Toni memekik.

Elvano menyunggingkan senyumnya. Ruby yang melihat senyuman itu pun bergidik ngeri. Sepertinya, Elvano mulai menangkap sesuatu yang ganjil dari ucapan Toni. Tapi, Ruby tidak ingin mengambil kesimpulan.

"Sepertinya, kamu sendiri yang menjebak Ruby," ucap Elvano, dia menatap penuh selidik ke arah Toni.

Toni panik, matanya jelalatan seperti seseorang yang ingin mencari sebuah alasan. "Kamu punya bukti jika aku yang menjebak Rubby? Jangan asal menuduh!" bentak Toni.

Elvano yang tidak suku dibentak, dengan refleks menghampiri Toni dan mencengkik leher pria itu. Membuat tubuh Toni sedikit terangkat dari lantai.

"Aku ini bukan pria yang bodoh yang bisa kau bodoh-bodohi. Kau kan yang membawa wartawan kemari untuk merekam kejadian Ruby dengan orang yang kamu sewa?" tekan Elvano.

"Uhuk-uhuk! Kau... Kau akan membunuhku, lepaskan!" Toni terbata, dia kehabisan udara saat Elvano mencekik lehernya.

"Cih!" Elvano berdecit ketika dia mendengar jeritan Toni, Elvano pun membuang asal tubuh Toni ke atas lantai.

Dan para wartawan berlomba-lomba mengambil momen langkah tersebut. Sedangkan Ruby, dia menutup matanya, dia begitu ketakutan saat Elvano bersikap demikian.

Ruby yang sudah menenangkan dirinya mencoba membuka matanya. Mengambil nafas dalam-dalam sebelum dia berjalan ke arah Toni dengan wajah yang datar. "Toni, mengapa kamu menuduhku? Apa kau punya bukti jika aku berselingkuh dengan Tuan Elvano? Lantas, pria yang di kamar sebelah, itu siapa? Dan mengapa kamu bisa berada di hotel? Apakah kau sengaja menjebakku?" tanya Rubby dengan bibir bergetar.

Toni dengan panik mencoba mencari alasan. Namun, gelagatnya sudah tercium oleh para media. Dengan buru-buru, Toni segera berdiri dari lantai, merapikan kemejanya, dia pun memberikan tatapan penuh kebencian kepada Ruby.

Saat Toni berdiri dan belum sempat berkata, para media segera berlari ke arah Toni dan mulai melayangkan beribu pertanyaan.

"Tuan Toni, apakah Anda yang menjebak tunangan Anda sendiri?"

"Tuan Toni, apakah yang dikatakan oleh Tuan Elvano benar? Jika ini semua rekayasa Anda?"

"Apakah yang dikatakan oleh Nona Rubby adalah kebenaran? Jika ada pria di kamar sebelah?"

Para wartawan melontarkan berbagai macam pertanyaan kepada Toni, membuat Toni terlihat kebingungan sendiri dan juga salah tingkah.

"Tidak! Aku tidak melakukan hal demikian. Wanita itu!" Toni menunjuk ke arah Ruby. "Dia yang telah membohongi kalian semua! Dia yang membuat skenario agar aku terlihat seperti ini!" pekik Toni mengalihkan keadaan.

Ruby tertawa sinis mendengar tuduhan Toni kepadanya. Tuduhan yang sama sekali tidak berdasar. "Apa yang kamu katakan, Toni? Membohongimu? Padahal dari tadi, kamu sendiri yang menyudutkanku. Aku hanya bertanya, kenapa kamu bisa berada di hotel ini?" tekan Rubby.

"Ruby, kamu yang kedapatan dengan pria lain dalam satu kamar. Dan sekarang, kamu malah membalikan faktanya kepadaku. Apakah kamu ini memang wanita bermuka dua? Kau malah menuduhku!" cetus Toni, dia seperti kehilangan akal sehatnya.

Elvano hanya menyimak setiap perkataan Toni, masih menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.

Ruby menghela nafas lalu membuangnya secara kasar. Ruby pun menatap ke arah wartawan. "Kalian semua, jika kalian berpikir aku berbohong dan berselingkuh, kalian bisa ke kamar sebelah. Di dalam sana, ada pria yang disewa oleh Toni. Dan aku, diselamatkan oleh Tuan Elvano. Dan Tuan Elvano memintaku untuk menjadi kekasihnya karena dia sudah berhasil menyelamatkanku."

Ruby mencoba menjelaskan kronologi yang terjadi. Walaupun dirinya sedikit berbohong mengenai hubungan dirinya dengan Elvano yang kini telah menjadi kekasih Elvano.

Elvano melirik ke arah Ruby dengan senyuman yang sukar diartikan. 'Gadis kecil ini, pandai sekali memanfaatkan keadaan. Aku benar-benar terlihat seperti seorang pria yang idiot,' Elvano membatin.

Mendengar penjelasan Ruby, wartawan berbondong-bondong berlari ke arah kamar sebelah. Dengan paniknya, Toni segera menghadang para wartawan tersebut.

"Tunggu! Kalian tidak bisa langsung percaya begitu saja. Bagaimana jika pria yang dikatakan wanita ular itu adalah pria yang dia sewa sendiri? Lalu menggiring opini pada kalian, hah?"

Para wartawan saling melempar pandangan. Ada kemungkinan jika Ruby yang ingin memfitnah Toni karena sudah jelas, jika Ruby kini tertangkap basah bersama Elvano dalam satu kamar. Terlebih lagi, pakaian keduanya seperti telah melakukan sesuatu.

Melihat para wartawan sudah mulai percaya dengan omongannya, Toni menyeringai. Ruby yang mendapatkan serangan seperti itu menjadi panik. Padahal, bukan dirinya yang menyewa pria itu. Dan dia juga tidak melakukan apa-apa dengan Elvano. Sungguh, fitnah itu memang keji.

Elvano yang melihat kegelisahan Ruby pun angkat bicara, "Jika sebaliknya, kalau Toni sendiri yang membayar pria di sebelah kamarku dan meminta pria tersebut untuk tutup mulut, kekasihku bisa apa?"

"Keparat kau, Elvano! Berhenti mencampuri urusanku dengan tunanganku!" pekik Toni geram.

"Tentu aku berhak, karena dia sekarang sudah menjadi wanitaku dan juga kekasihku!" hardik Elvano dengan tegas.

Toni begitu murka saat Elvano membela Ruby. Toni pun berlari ke arah Ruby, lalu menunjuk wajah Ruby dengan amarah. "Kau benar-benar wanita murahan yang licik, Ruby. Bisa-bisanya kau memberikan tubuhmu kepada pria lain, sedangkan aku masih menjadi tunanganmu. Jujur, aku begitu kecewa denganmu!" sentak Toni yang mencoba mengalihkan perhatian media.

Elvano, tidak suka jika Toni menunjuk wajah Ruby yang sedang ketakutan itu. Dengan santainya, Elvano menggenggam jari telunjuk Toni yang kini sedang mengarah pada Ruby.

Seketika Toni menjerit saat Elvano memutar jari telunjuk itu. "Bangsat, apa yang kau lakukan dengan jariku, hah?! Lepaskan!" Toni berteriak sambil menahan sakit.

"Kamu menunjuk siapa? Jika jarimu tidak sopan, aku akan mematahkan jarimu, paham?" tekan Elvano dengan tatapannya begitu menusuk kepada Toni.

"Kau sama menjijikkannya dengan wanita ini, bedebah!" pekik Toni, satu tangan melesat memberikan tinjunya ke arah Elvano.

Elvano dengan cepat menahan serangan tersebut. "Bugh!" Elvano memberikan sundulan pada dahi Toni hingga Toni pun meringis kesakitan.

Para wartawan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, mereka dengan antusias mengambil semua adegan yang terjadi.

Bugh!

Lagi-lagi Elvano menyerang, memberikan tinjunya ke arah pipi Toni hingga tubuh Toni pun terduduk di atas lantai dengan sudut bibirnya mengeluarkan darah.

Toni begitu sakit hati diperlakukan seperti ini. Diberikannya tatapan tajam kepada Elvano dan Ruby. "Cih, kalian berdua tunggu saja, aku pasti akan membalas penghinaan ini!" ancam Toni.

Toni beranjak dari lantai, dia kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut dengan langkah sempoyongan.

Elvano menatap ke arah para media dengan tajam. "Mengapa kalian masih berdiri di sini? Jika kalian menginginkan bukti, kenapa kalian tidak pergi ke kamar sebelah?" ucap Elvano kepada para wartawan dengan tegas.

Ramai-ramai, para wartawan berlari ke arah kamar sebelah dari kamar Elvano, di mana pria yang ingin menodai Ruby berada. Elvano segera meminta kepada Mark agar menghubungi pihak hotel supaya mendapatkan kunci kamar tersebut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Destilestari
seru banget suka sama ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status