Share

Bagian 3

Author: David Khanz
last update Last Updated: 2022-11-19 16:07:45

GAIRAH CINTA ROOSJE

Penulis : David Khanz

Bagian 3

------- o0o -------

“Oh, syukurlah ada yang datang juga akhirnya. Dari tadi saya menunggu seseorang yang lewat, tapi belum satu pun ada,” ujarnya dengan gaya bicara seperti kebanyakan lidah orang-orang Eropa sana.

Hanan sedikit terkesiap. Paras perempuan itu begitu cantik. Dengan bola mata hijau, hidung mancung, dan bibir merah merekah. Lekas pemuda itu menguasai diri dan lanjut bertanya, “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”

Perempuan itu kembali meringis sambil mengusap-usap persendian di kakinya. “Saya terjatuh dari kuda. Rasanya kaki ini terkilir dan sakit sekali. Saya tidak bisa jalan, makanya duduk di sini menunggu seseorang yang lewat. Beruntunglah ada ....”

“Hananta Adiswara. Cukup panggil saja saya Hanan,” ucap laki-laki muda itu memperkenalkan diri.

Lanjut perempuan itu berkata, “O, iya ... Hanan. Untunglah ada kamu yang lewat, Hanan. Saya tidak tahu harus bagaimana pulang, sementara kuda saya pergi entah kemana.”

Hanan membungkuk. Mencoba memperhatikan pegelangan kaki yang dimaksud perempuan tadi. “Mohon maaf, jika dizinkan ... saya bermaksud ingin memeriksa kondisi kaki Nona ....”

“Roosje Van Der Kruk.” Perempuan itu menyebutkan nama lengkapnya dengan sedikit angkuh. Mungkin sekalian hendak memperkenalkan dari keluarga mana dia berasal.

“Baiklah, Nona Roosje Van Der--“

“Kamu boleh panggil saya Roosje saja, atau juga Rose,” ujar Roosje menyela.

Hanan mengangguk. “Terima kasih, Nona Rose. Mohon izin untuk memeriksa pegelangan kaki Nona. Boleh?”

Perempuan itu berpikir sejenak. Sampai akhirnya menjawab ragu, “Asal kamu tidak mempunyai maksud lain pada saya, Hanan.”

Laki-laki itu tersenyum. Dia memahami maksud Roosje barusan. “Tentu saja tidak, Nona. Saya hanya ingin memeriksanya sedikit. Bagaimana?”

“Lakukanlah.”

“Terima kasih,” balas Hanan kemudian perlahan memegangi pegelangan kaki Roosje yang penuh kehati-hatian. Setelah agak lama memijit dan menyusuri area yang dimaksud, kemudian lanjut berkata, “Syukurlah, tidak terjadi hal yang terlalu serius dengan kaki Nona. Hanya terkilir sedikit, dan butuh istirahat. Beberapa hari ke depan, kemungkinan sudah sembuh kembali, Nona Rose.”

Roosje menatap Hanan dengan saksama. “Betulkah itu? Kamu yakin?”

Hanan tersenyum tanpa balas menatap bola mata hijau milik perempuan tersebut. “Saya hanya sekadar memperkirakan, Nona. Kemungkinan lain mungkin bisa saja di luar dari apa yang saya katakan tadi.”

“Hhmmm ....” Roosje bergumam. Tanyanya kemudian, “Kamu tabib? Atau seorang dukun pijat?”

Mang Dirman hampir saja tertawa di atas sadonya mendengar pertanyaan Roosje barusan. Hanan berusaha untuk tidak bereaksi. Termasuk senyum sekalipun. Dokter muda itu tampak tenang. “Bukan, Nona. Saya bukan siapa-siapa. Hanya sekadar mengira-ngira saja, karena kebetulan sering dipinta ibu saya memijiti beliau.”

Lagi-lagi Mang Dirman menahan gelak tawanya yang hampir membuncah.

“Siapa kakek tua di atas sado sana. Saya lihat berulang kali dia menertawakan kita,” kata Roosje seraya mendelik. Merasa tidak menyukai sikap yang ditunjukkan oleh Mang Dirman tadi.

Hanan menoleh sebentar ke arah lelaki tua itu. Mengedipkan mata, memberi isyarat agar dia tidak menunjukkan reaksi apa pun. Lalu kembali memandang ke arah Roosje yang masih menampakkan rasa tidak suka pada Mang Dirman. Jawab Hanan kemudian, “Beliau kawan saya, Nona. Kebetulan tadi bertemu di tengah jalan, dan saya ikut menumpang bersama beliau sampai ke rumah saya nanti. Namanya Mang Dirman.”

“Kawan?” Roosje tersenyum mengejek. “Wajah kalian sangat jauh berbeda usianya. Bagaimana mungkin seseorang muda sepertimu berkawan dengan laki-laki tua seperti dia?” Hanan berusaha untuk tetap tenang mendengar penuturan Roosje tersebut. Mata dokter muda itu sampai terpejam diiringi tarikan napasnya. Lanjut perempuan itu berkata, “Lagipula, saya lihat ... kamu tidak seperti kebanyakan penduduk di sini. Terlihat bersih dan necis. Saya pikir, kamu pasti bukan penduduk kampung sini, ‘kan? Saya tidak pernah melihatmu sebelumnya.”

Hanan mengangguk perlahan. “Iya, betul sekali apa yang Nona ucapkan barusan. Saya memang baru datang ke kampung ini. Mengunjungi keluarga yang lama tidak bertemu.”

“Sudah kuduga,” desah Roosje seraya menilik-nilik raut wajah Hanan. "Een knappe man ook. Ziet eruit als een hoogopgeleid persoon. De stijl van spreken is als mensen in stedelijke gebieden."

(Tampan juga laki-laki ini. Terlihat seperti orang berpendidikan tinggi. Gaya bicaranya pun seperti layaknya orang-orang daerah perkotaan.)

Hanan diam saja mendengar gumaman Roosje. Dia masih sibuk memijat pegelangan kaki perempuan tersebut.

“Bagaimana sekarang, Nona?” Suara Hanan memecah kesunyian yang sesaat datang melanda di antara mereka.

“Tentang apa?” tanya Roosje langsung tersadar setelah sekian lama memperhatikan wajah Hanan.

“Sakit di pegelangan kaki Nona.”

“Oohhh ....” Roosje gelagapan. Dia menggerak-gerakkan kaki. “Masih terasa sakit, tapi agak lebih baik dari sebelumnya.”

Hanan manggut-manggut. “Mungkin ada baiknya Nona kami antar pulang. Nona bisa ikut bersama kami naik sado. Itu pun, kalau Nona tidak keberatan.”

“Kuda saya?” Roosje mengitari pandangan ke sekeliling tempat. Mencari-cari sosok kudanya yang tidak terlihat di sana. Hanan menoleh ke belakang. Tepatnya memandang Mang Dirman yang terlihat masam. “Saya berjanji, nanti akan saya carikan bersama kawan saya itu. Semoga saja lekas ditemukan, ya, Nona?”

“Saya harap juga begitu,” balas Roosje. “Kuda itu pemberian papah saya atas hadiah ulang tahun beberapa minggu lalu. Baru hari ini saya coba untuk menungangginya. Kalau saja tahu akan seperti ini, mungkin saya tidak akan pernah mau menerima hadiah kuda itu.”

Hanan tersenyum. “Menurut saya, tidak baik menolak pemberian dari orang yang kita cintai. Maksud saya, hadiah untuk Nona dari papah Nona. Setidaknya, jika belum sanggup untuk menunggangginya, menerima pemberian dari beliau tentu saja akan membuat hati papah Nona senang, bukan?”

Roosje tersenyum. Manis. Untuk pertama kalinya sejak mereka berbincang-bincang tadi. “Saya memang mencintai papah saya. Begitu pula dengan papah. Tapi ... mendengar kata-katamu tadi, saya merasa sangat senang. Hanan? Itu namamu, ‘kan?”

Hanan mengangguk.

“Bagaimana? Ikut bersama kami, Nona? Karena tidak mungkin kami meninggalkan Nona sendirian di tempat seperti ini.” Kembali Hanan mengingatkan.

“Antarkan saya sampai kediaman Tuan Guus Van Der Kruk. Kamu tahu tempatnya, ‘kan?” Roosje berusaha berdiri dengan sangat hati sembari meringis kesakitan.

Hanan berpikir sesaat. “Saya pikir, Mang Dirman pasti sudah mengenal kampung ini. Nanti beliau yang akan menunjukkan jalannya.”

“Kamu tidak mengenal papah saya?”

“S-saya ....”

“Sama sekali tidak pernah mengenal Tuan Guus?”

“Maksud saya ....” Hanan berusaha mengingat. Namun semuanya mendadak buntu. Dia tidak bisa menjawab, sampai Roosje menggeleng-geleng. “Sudah saya duga, kamu memang bukan penduduk kampung ini.”

“Maafkan saya, Nona. S-saya ....”

“Sudahlah. Lupakan saja. Sekarang, antarkan saja saya pulang. saya takut Papah mencari-cari kalau lama saya tidak kembali,” ujar Roosje seraya mencoba melangkah, akan tetapi tiba-tiba saja kembali terjatuh limbung. Untung saja Hanan spontan menahannya.

“Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud ....” Hanan melepaskan cekalannya pada pinggang Roosje. Posisi mereka begitu dekat dan rapat. Bahkan hampir saja ujung hidung laki-laki muda itu menyentuh pada bagian dada perempuan bermata hijau tersebut.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 76

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 76 —---- o0o —----Setiba di kediaman keluarga, Hanan dan Mang Dirman lekas mengumpulkan orang-orang yang ada di rumah untuk diberikan arahan. Wajah laki-laki muda tersebut tampak tegang dan gelisah saat berbicara."Pokoknya, mulai saat ini kita harus lebih waspada. Terutama di malam hari," kata Hanan seraya menatap ibunya, Juragan Sumiarsih, dan Bunga dengan sorot mata penuh kekhawatiran. "Berjaga-jaga, siapa tahu sosok Nyai Kasambi akan datang sewaktu-waktu ke rumah kita ini, Bu."Juragan Sumiarsih menarik napas panjang. Tampak sekali jika saat itu dia pun merasakan hal yang sama, risau. Kemudian berkata lirih, "Ada apa dengan Nyai Kasambi? Padahal kita tidak pernah mempunyai masalah apa pun dengan dia selama ini. Mengapa justru sekarang Nyai Kasambi mengincarmu, Nak? Apa ada sesuatu yang telah kamu lakukan, Hanan?"Laki-laki muda tersebut menggeleng-geleng seraya menjawab, "Tidak, Bu. Bahkan bertemu saja baru dua kali terjadi. Itu pu

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 75

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 75—---- o0o —----Nyai Kasambi malah tertawa-tawa. Ujarnya kemudian, "Memang itu yang aku inginkan, Kedasih. Aku tidak pernah mendapatkan lelaki yang kucintai, dan kau pun sama-sama tersiksa dengan pendaman perasaanmu terhadap laki-laki yang kau harapkan. Jadi … kita impas, 'kan? Ha-ha-ha!""Aku memang mencintai Kang Waruk! Bukan seperti kau, yang telah tega-teganya mempermainkan dia!" balas Kedasih tidak ingin mengalah, berdebat. "Kau sengaja menjebak dia dengan kehamilanmu dulu, agar perhatian Kang Waruk hanya terfokus padamu. Iya, 'kan?""Apa yang mereka maksudkan itu, Mang?" Hanan dan Mang Dirman spontan saling bertatapan dan bergumam heran. "Maksud mereka … apakah laki-laki yang sedang merek

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 74

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 74—---- o0o —----"Kang Hanan, segera menjauh dari wanita tua bangka itu!" teriak sosok perempuan tersebut mengingatkan Hanan. Namun bukannya menurut, dokter muda itu malah tercekat memandangi. Gumamnya tanpa sadar, "Tèh Kedasih? Bukankah itu Tètèh?"Nyai Kasambi tercekat. Dia menatap Hanan sesaat dengan pandangan menyipit. "Kalian berdua saling mengenal?" tanyanya terheran-heran. "Bagaimana ini bisa terjadi?"Belum sempat dokter muda itu menjauhkan diri dari sosok Nyai Kasambi, tiba-tiba saja ujung tongkat kayu yang dipegang oleh perempuan tua tersebut terangkat dengan cepat, melayang, dan mengincar bahu laki-laki muda yang berada di dekatnya itu.Sontak, soso

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 73

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 73—---- o0o —----Di tengah perjalanan menuju pulang, tiba-tiba kuda berhenti mendadak sambil meringkik-ringkik nyaring. Kedua kakinya diangkat tinggi-tinggi, sehingga membuat badan sado bergerak-gerak tidak tentu arah."Jalu! Hei! Hihiihhh! Hihiiihhh!" seru Mang Dirman mencoba menenangkan kudanya melalui tarikan tali kekang."Astaghfirullah! Ada apa ini, Mang?" tanya Hanan panik seraya berpegangan kuat pada besi penyangga badan sado."Tidak tahu, Den!" jawab Mang Dirman masih berusaha mengendalikan amukan si Jalu. "Hei, Jalu! Tenanglah! Hihiiihhh! Hihiiihhh!"Sebentar kemudian kuda tersebut kembali terdiam sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 72

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 72—---- o0o —----Hanan mendesah, miris, melihat kondisi Dasimah yang tengah tergolek lemah di atas kasur. Sebagai tenaga medis, dia ingin bertugas secara profesional, tapi berhubung ada banyak orang yang turut memperhatikan proses pemeriksaannya, hanya bagian-bagian tertentu saja yang bisa dia teliti.'Hhmmm, kalau memperhatikan psikis Dasimah, sepertinya dia telah mendapatkan perlakuan yang bisa membuatnya merasa ketakutan dan trauma. Tapi aku tidak tahu sepenuhnya, apa yang menyebabkan dia menderita seperti ini,' membatin laki-laki tersebut seraya menatap wajah Dasimah yang pucat. 'Aku yakin, di bagian tubuh yang lebih dalam, masih ada bekas luka lebam yang jauh lebih parah daripada yang kulihat di tangannya itu.'

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 71

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 71—---- o0o —----Hanan makin dibuat bingung dan sampai menggaruk-garuk kepala sendiri, padahal tidak merasa gatal sama sekali. Kemudian kembali membalas, "I-iya, Nona. Ada keperluan apa? Kalau di luar urusan tugas dan medis, mohon maaf, aku tidak bisa. Karena saat ini kami sekeluarga sedang—""Dasimah membutuhkan bantuanmu orang, Hanan. Kamu orang masih bersedia untuk menolak?" tukas Roosje buru-buru memotong ucapan laki-laki tersebut. Karena dia tidak ingin mendengar alasan, jika ketidakbersediaannya itu menyangkut urusan dengan sosok Bunga."Dasimah? Ya, Allah! Ada apalagi dengan Nèng Imah, Nona?" Kali ini semua yang ada di sana turut terkejut dan bertanya sendiri-sendiri. "Apakah dia jatuh sak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status