Share

Bagian 2

Author: David Khanz
last update Last Updated: 2022-11-19 16:06:43

GAIRAH CINTA ROOSJE

Penulis : David Khanz

Bagian 2

------- o0o -------

“Mamang tahu sekali sifat-sifat Aden. Persis seperti mendiang Juragan laki-laki, Tuan Juanda. Sejak menikahi Juragan perempuan, Ibu Aden, beliau selalu mencintai keluarganya. Tidak pernah sedikit pun Mamang mendengar Tuan laki-laki ada main hati dengan perempuan lain. Beliau sangat setia, dan itu menurun semua pada diri Den Hanan. Juga kebaikannya,” tutur Mang Dirman menguak kembali pecahan kenangan yang sempat dialami dulu sebelum Hanan lahir.

“Seperti itu, ya, Mang?”

“Ya, semuanya. Mirip sekali. Bahkan sampai Den Hanan hadir di tengah-tengah keluarga, kecintaan Tuan laki-laki pada keluarga tetap tak berubah. Hingga menjelang ....”

“Ah, sudahlah, Mang. Bagian yang itu jangan Mamang ungkit-ungkit lagi. Saya semakin tak mampu menahan kerinduan ini akan kehadiran sosok Ayah.” Raut wajah Hanan sedikit berubah murung.

“Maafkan Mamang, Den. Mamang tak bermaksud membuat Aden sedih,” kata Mang Dirman tiba-tiba merasa bersalah.

Hanan mengusap bahu orang tua tersebut, usai membantu mengangkat koper dan meletakannya di dalam sado. “Tidak apa-apa, Mang. Saya juga tahu, pasti banyak orang selain saya yang juga turut merindukan Ayah. Beliau memang pantas dirindukan.”

“Untuk itulah, kehadiran Den Hanan di tengah-tengah masyarakat akan mampu mengobati rasa rindu mereka. Harapan Mamang, sih, seperti itu.”

“Kali ini Mamang tidak sedang bercanda, ‘kan?” Hanan menatap mata tua itu. Berkaca-kaca dengan sorot kebahagiaan tiada tara bisa bertemu kembali dengan orang yang sejak kecil dia asuh.

“Mamang sudah berjanji pada mendiang istri Mamang dulu, hidup Mamang akan dihabiskan untuk mengabdi pada keluarga Tuan laki-laki. Selama ini, hanya keluarga Aden saja yang mampu memberikan kenyamanan dan menganggap diri Mamang sebagai bagian dari keluarga Tuan Juanda. Mamang memang bekerja di rumah Den Hanan, tapi Mamang tidak pernah dianggap sebagai pembantu.” Genangan bening di pelupuk mata itu mulai meleleh menyusuri pipi tuanya. Dengan sigap, Hanan segera menghapus dengan jemari tangan. Lembut dan penuh kasih sayang.

“Sudahlah, Mang,” ujar laki-laki muda tersebut seraya menarik Mang Dirman ke dalam pelukannya. “Bagi saya, Mamang adalah bagian terpenting dalam keluarga saya. Tentunya bagi Ibu juga.”

“Den ....”

“Maafkan Hanan kecil, jika dulu sering membuat Mamang muda kesal. Kini, Hanan besar menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya karena selama ini sudah berkenan menjaga Ibu, selagi saya pergi menuntut ilmu di Jakarta. Entah, apakah saya bisa membalas budi atas jasa-jasa Mamang ini atau tidak. Tapi ... percayalah, selama saya hidup, Mamang tidak akan pernah akan saya biarkan menangis sedih.”

“Den ....”

“Apalagi, Mang?” tanya Hanan belum juga melepaskan pelukannya.

“Mamang susah bernapas. Badan Aden ... bau asem.”

“Eh ....” Serta merta Hanan melepas pelukan. Lalu mengendus-endus tubuh serta kedua ketiaknya. “Oh, iya. Saya lupa. Sepanjang perjalanan tadi memang panas sekali di dalam kereta. Saya sampai mandi keringat walaupun jendela gerbong sudah dibuka. Maaf, ya ....”

“Tidak apa, Den. Tapi ... mata Mamang rasanya mulai berkunang-kunang,” ujar Mang Dirman yang tentu saja bermaksud menggoda anak majikannya tersebut.

“Kalau begitu, biar saya saja yang memegang tali kendali kuda,” balas Hanan seperti diingatkan akan kegemarannya beberapa tahun silam.

“Aden masih bisa membawa sado?”

Hanan berpikir sejenak. “Rasanya tidak terlalu sulit. Tapi tak ada salahnya, ‘kan, kalau dicoba lagi.”

“Yakin?”

“Ayolah ....” Hanan menaiki sado dan langsung duduk di bagian depan, diikuti oleh Mang Dirman di belakangnya usai melepas tali pengikat kuda pada sebuah pohon besar. “Bismillahirrahmaanirrahiim ....”

“Ayo, Jalu. Kamu masih ingat siapa yang saya bawa sekarang ini?” tanya Mang Dirman pada kudanya. Binatang tersebut meringkik keras.

“Dia masih mengingat saya, Mang,” seru Hanan seraya tertawa-tawa.

“Baguslah. Berarti Mamang tidak perlu repot-repot lagi mengenalkan si Jalu pada Aden. Hahaha.”

Perlahan kuda pun mulai melangkah. Menggerakkan roda sado, meninggalkan area stasiun Kampung Kedawung menuju hunian keluarga Hanan. Sekaligus, mendatangi dua sosok terkasih yang kini tengah menantikan kedatangannya.

------- o0o -------

Sado berjalan perlahan menyusuri jalanan tanah dan berumput. Sekaligus menguar kembali ingatan Hanan akan kondisi tempat dimana dia terlahir dan dibesarkan dulu. Hingga menjelang dewasa, terpaksa harus ditinggalkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Menjadi seorang dokter adalah cita-cita laki-laki muda itu sedari kecil. Mengabdi dan bisa lebih dekat dengan warga kampung seperti mendiang Tuan Juanda dulu, salah satu tokoh masyarakat yang memiliki banyak tanah dan turut menggarapnya bersama-sama warga sekitar.

Bukan hal mudah untuk mendapatkan harta kekayaan sebanyak dan seluas itu dulu, karena ayah Tuan Juanda, kakeknya Hanan, adalah salah seorang tokoh penting dalam perjuangan melawan penjajah Belanda, sekaligus merebut kembali tanah-tanah yang banyak dikuasai oleh para Meneer tersebut. Kemudian diwariskan secara turun temurun dan kini dalam pengawasan keluarga Hanan.

Ibu Hanan tidak ingin anaknya hanya berkutat pada masalah kekayaan keluarga, wanita itu berharap Hanan menjadi sosok yang berguna bagi masyarakat luas. Makanya dia rela menjual hampir separuh tanahnya demi membiayai pendidikan Hanan, anak semata wayang.

Beberapa tahun hidup berpisah dan hanya berkomunikasi melalui surat, akhirnya kini Hanan kembali pulang usai menyelesaikan jenjang pendidikannya. Menjadi seorang dokter dan diharapkan bisa membantu sesama, terutama warga miskin yang masih buta tentang masalah kesehatan. Waktu itu memang tidak mudah untuk mendapatkan pendidikan bagus, di tengah kecamuk perang melawan penjajah Belanda yang berniat kembali menguasai bumi nusantara. Ibu Hanan bersikeras memberangkatkan anaknya ke Jakarta walaupun risiko kehilangan putra kandung satu-satunya sekalipun.

Doa seorang ibu nyatanya teramat makbul. Akhirnya dengan berbagai usaha dan perjuangan, Hanan kini sudah menjadi sosok yang patut dibanggakan.

“Mang ....” panggil Hanan tiba-tiba pada Mang Dirman sambil menatap ke depan. Tepatnya ke arah sesosok perempuan muda yang sedang duduk di bawah sebuah pohon besar sambil meringis dan mengurut-urut kaki. “Kita harus berhenti sebentar, Mang.”

“Memangnya ada apa, Den?” tanya Mang Dirman heran.

“Mamang tidak lihat di depan sana? Ada seorang perempuan. Sepertinya sedang butuh pertolongan ....” ujar Hanan.

Mang Dirman tidak menjawab.

Sesaat kemudian, Hanan menarik tali kendali kuda untuk menghentikan laju sado. “Sebentar, saya akan menemui perempuan itu dulu, Mang.”

Laki-laki muda itu turun dari atas sado, bergegas mendatangi sosok perempuan yang dimaksud.

“Halo ... selamat siang,” sapa Hanan begitu mendekat. Seorang perempuan berkulit putih dengan rambut pirang dan mengenakan pakaian khas tidak sebagaimana umumnya warga setempat.

Perempuan itu mengangkat kepala. Namun ringis di wajahnya tak kunjung berhenti. “Oh, syukurlah ada yang datang juga akhirnya. Dari tadi saya menunggu seseorang yang lewat, tapi belum satu pun ada,” ujarnya dengan gaya bicara seperti kebanyakan lidah orang-orang Eropa sana.

Hanan sedikit terkesiap. Paras perempuan itu begitu cantik. Dengan bola mata hijau, hidung mancung, dan bibir merah merekah.

BERSAMBUNG

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 76

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 76 —---- o0o —----Setiba di kediaman keluarga, Hanan dan Mang Dirman lekas mengumpulkan orang-orang yang ada di rumah untuk diberikan arahan. Wajah laki-laki muda tersebut tampak tegang dan gelisah saat berbicara."Pokoknya, mulai saat ini kita harus lebih waspada. Terutama di malam hari," kata Hanan seraya menatap ibunya, Juragan Sumiarsih, dan Bunga dengan sorot mata penuh kekhawatiran. "Berjaga-jaga, siapa tahu sosok Nyai Kasambi akan datang sewaktu-waktu ke rumah kita ini, Bu."Juragan Sumiarsih menarik napas panjang. Tampak sekali jika saat itu dia pun merasakan hal yang sama, risau. Kemudian berkata lirih, "Ada apa dengan Nyai Kasambi? Padahal kita tidak pernah mempunyai masalah apa pun dengan dia selama ini. Mengapa justru sekarang Nyai Kasambi mengincarmu, Nak? Apa ada sesuatu yang telah kamu lakukan, Hanan?"Laki-laki muda tersebut menggeleng-geleng seraya menjawab, "Tidak, Bu. Bahkan bertemu saja baru dua kali terjadi. Itu pu

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 75

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 75—---- o0o —----Nyai Kasambi malah tertawa-tawa. Ujarnya kemudian, "Memang itu yang aku inginkan, Kedasih. Aku tidak pernah mendapatkan lelaki yang kucintai, dan kau pun sama-sama tersiksa dengan pendaman perasaanmu terhadap laki-laki yang kau harapkan. Jadi … kita impas, 'kan? Ha-ha-ha!""Aku memang mencintai Kang Waruk! Bukan seperti kau, yang telah tega-teganya mempermainkan dia!" balas Kedasih tidak ingin mengalah, berdebat. "Kau sengaja menjebak dia dengan kehamilanmu dulu, agar perhatian Kang Waruk hanya terfokus padamu. Iya, 'kan?""Apa yang mereka maksudkan itu, Mang?" Hanan dan Mang Dirman spontan saling bertatapan dan bergumam heran. "Maksud mereka … apakah laki-laki yang sedang merek

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 74

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 74—---- o0o —----"Kang Hanan, segera menjauh dari wanita tua bangka itu!" teriak sosok perempuan tersebut mengingatkan Hanan. Namun bukannya menurut, dokter muda itu malah tercekat memandangi. Gumamnya tanpa sadar, "Tèh Kedasih? Bukankah itu Tètèh?"Nyai Kasambi tercekat. Dia menatap Hanan sesaat dengan pandangan menyipit. "Kalian berdua saling mengenal?" tanyanya terheran-heran. "Bagaimana ini bisa terjadi?"Belum sempat dokter muda itu menjauhkan diri dari sosok Nyai Kasambi, tiba-tiba saja ujung tongkat kayu yang dipegang oleh perempuan tua tersebut terangkat dengan cepat, melayang, dan mengincar bahu laki-laki muda yang berada di dekatnya itu.Sontak, soso

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 73

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 73—---- o0o —----Di tengah perjalanan menuju pulang, tiba-tiba kuda berhenti mendadak sambil meringkik-ringkik nyaring. Kedua kakinya diangkat tinggi-tinggi, sehingga membuat badan sado bergerak-gerak tidak tentu arah."Jalu! Hei! Hihiihhh! Hihiiihhh!" seru Mang Dirman mencoba menenangkan kudanya melalui tarikan tali kekang."Astaghfirullah! Ada apa ini, Mang?" tanya Hanan panik seraya berpegangan kuat pada besi penyangga badan sado."Tidak tahu, Den!" jawab Mang Dirman masih berusaha mengendalikan amukan si Jalu. "Hei, Jalu! Tenanglah! Hihiiihhh! Hihiiihhh!"Sebentar kemudian kuda tersebut kembali terdiam sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 72

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 72—---- o0o —----Hanan mendesah, miris, melihat kondisi Dasimah yang tengah tergolek lemah di atas kasur. Sebagai tenaga medis, dia ingin bertugas secara profesional, tapi berhubung ada banyak orang yang turut memperhatikan proses pemeriksaannya, hanya bagian-bagian tertentu saja yang bisa dia teliti.'Hhmmm, kalau memperhatikan psikis Dasimah, sepertinya dia telah mendapatkan perlakuan yang bisa membuatnya merasa ketakutan dan trauma. Tapi aku tidak tahu sepenuhnya, apa yang menyebabkan dia menderita seperti ini,' membatin laki-laki tersebut seraya menatap wajah Dasimah yang pucat. 'Aku yakin, di bagian tubuh yang lebih dalam, masih ada bekas luka lebam yang jauh lebih parah daripada yang kulihat di tangannya itu.'

  • Gairah Cinta Roosje   Bagian 71

    GAIRAH CINTA ROOSJEPenulis : David KhanzBagian 71—---- o0o —----Hanan makin dibuat bingung dan sampai menggaruk-garuk kepala sendiri, padahal tidak merasa gatal sama sekali. Kemudian kembali membalas, "I-iya, Nona. Ada keperluan apa? Kalau di luar urusan tugas dan medis, mohon maaf, aku tidak bisa. Karena saat ini kami sekeluarga sedang—""Dasimah membutuhkan bantuanmu orang, Hanan. Kamu orang masih bersedia untuk menolak?" tukas Roosje buru-buru memotong ucapan laki-laki tersebut. Karena dia tidak ingin mendengar alasan, jika ketidakbersediaannya itu menyangkut urusan dengan sosok Bunga."Dasimah? Ya, Allah! Ada apalagi dengan Nèng Imah, Nona?" Kali ini semua yang ada di sana turut terkejut dan bertanya sendiri-sendiri. "Apakah dia jatuh sak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status