"Satu... dua... tiga!"
Gadis seksi bersurai panjang itu segera memutar botol bir kosong dengan posisi rebah di atas meja bartender.Malam ini ia ingin menghabiskan waktu untuk bercinta dengan salah satu dari tiga lelaki tampan yang mengerubunginya dengan tatapan lapar.Si Baju Hitam, si Mata Sipit, dan si Suara Lembut.Kia sama sekali tidak mengingat nama mereka, akibat efek alkohol yang telah hampir mengambil alih seluruh fungsi otaknya, jadi dia menamakan ketiga lelaki itu berdasarkan penilaian subyektif. Alias semaunya.Botol bir itu pun mulai berputar, dan Kia tertawa geli saat salah seorang lelaki mengecup lehernya dengan penuh nafsu."Berhenti, Suara Lembut! Dilarang sentuh kecuali kamulah pemenangnya." Gadis cantik bergaun hitam ketat itu pun menjambak kasar rambut lelaki yang curang dengan mencuri start.Kia tersenyum ke arah lelaki itu, lalu mengusap bibirnya. "Jika kamu yang menang, maka malam ini aku adalah milikmu seorang," bisiknya mesra dengan nada seduktif. "Kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau padaku, Sayang."Ah, benar. Dia tidak akan rugi sama sekali.Tiga lelaki ini sangatlah tampan, dan Kia hanya ingin bersenang-senang sepuasnya. Lupakan Alex--brengsek--Guntoro yang sudah berani meninggalkannya demi menikahi wanita pilihan orang tuanya!'Lihat saja, Alex. Akan kukirimkan fotoku bersama lelaki yang tidur denganku, dan kita lihat apakah kau akan tetap bertahan menikah dengan jalang itu!' Batin Kia antara geram dan panas oleh amarah.Kia pun kemudian mengalihkan tatapannya kepada botol bir yang masih bergerak di atas meja, namun pergerakannya terlihat mulai memelan.Hingga akhirnya, botol kaca itu pun berhenti bergerak.Kia menelengkan kepalanya, merasa bingung ketika ujung mulut botol bir itu saat ini menghadap ke arah......seorang lelaki berseragam bartender yang berdiri di balik meja, dan ikut membalas tatapannya.Alis Kia yang melengkung indah sontak terangkat naik. "Wow," ucapnya sambil mendengus geli. "Well, tampaknya pemenangnya sudah ketemu."Si Baju Hitam-lah yang paling terlihat gusar dari ketiga lelaki yang sama-sama kecewa itu. Lelaki itu menjulurkan tangannya menyeberangi meja panjang bartender untuk merenggut kerah kemeja putih Sang pramusaji minuman. Alkohol tampaknya ikut mempengaruhi pola pikirnya yang kalut karena kalah oleh seseorang yang tak berarti di matanya."Katakan kau tidak akan menerima tawaran Nona ini," ucap Si Baju Hitam dengan suara menggeram kepada Bartender itu.Si Bartender hanya tersenyum malas, lalu dengan sengaja kembali menatap Kia dari ujung kepala hingga pinggangnya, karena dari pinggang ke bawah tertutup meja."Maaf, tapi hanya lelaki buta dan tidak normal yang bisa menolak tawaran semenggiurkan ini," ucapnya dengan seringai yang menghiasi wajahnya. "Aku terima tawaranmu, Nona."Si Baju Hitam pun terlihat makin naik pitam mendengar perkataan Sang Bartender yang seolah mengabaikan peringatannya. Sambil mengumpat keras, lelaki itu pun sontak melayangkan tinjunya kepada Bartender."Aarrgghh!!" Teriakan kesakitan pun terdengar, disertai suara derak mengerikan dari tulang yang patah.Kia pun seketika mengerjap kaget saat melihat pemandangan di depannya. Sejak kapan Bartender itu membuat sebelah sisi wajah Si Baju Hitam menempel di atas meja, dengan tangan yang dipiting kuat? Saking cepatnya, Kia bahkan tidak melihat gerakan Si Bartender!Anehnya, tak ada satu pun pekerja club atau pun bagian keamanan yang berusaha memisahkan Bartender itu dengan Si Baju Hitam, padahal dia terlihat sangat butuh bantuan."Jangan menyentuhku, kecuali kamu ingin kehilangan fungsi salah satu tanganmu," guman pelan namun penuh ancaman dari Si Bartender di telinga Si Baju Hitam yang meringis menahan sakit di tangannya."Oke. Aku menyerah, tolong lepaskan... ini sakit sekali," mohon lelaki berbaju hitam yang kini malah berbalik berada di posisi yang terjepit.Namun alih-alih langsung melepaskan, Si Bartender itu malah mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Kia. "Bagaimana, Nona? Apa dia harus saya lepaskan, atau sekalian saya hancurkan tulangnya saja?"Kia mengangkat alisnya tinggi-tinggi, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa barusan kamu meminta pendapatku?" Tanya gadis itu memastikan.Sikap tubuh Kia itu membuat dadanya semakin membusung, sedikit mencuat dari kerah gaunnya yang rendah, menampakkan belahan indah berbalut kulit mulus tanpa cela dengan warna seputih susu.Seringai di wajah Bartender itu pun semakin melebar melihat pemandangan indah di depan matanya. "Ya, saya meminta pendapat Anda."Suara serak dan dalam milik Si Bartender itu membuat sesuatu terasa menggelitik di dalam perut Kia. Mendadak tenggorokannya terasa kering, terutama ketika untuk yang kesekian kalinya ia beradu tatap dengan lelaki itu.Gadis berambut panjang itu pun mendehem pelan untuk mengusir desir-desir aneh yang tiba-tiba terasa di jantungnya. 'Cuma efek alkohol,' guman Kia dalam hati."Lepaskan dia," ucap Kia tegas, setelah beberapa saat diam untuk menguasai diri.Lelaki Bartender itu pun kemudian mengangguk pelan, dan tak lama kemudian ia benar-benar melepaskan Si Baju Hitam. Tampak kedua temannya, Si Mata Sipit dan Si Suara Lembut, membantu lelaki malang itu untuk berdiri. Tak perlu menunggu waktu lama, ketiga lelaki itu pun pergi di bawah tatapan pengunjung club yang mendapatkan tontonan gratis.Kia menatap kepergian ketiga lelaki itu sembari berdecih pelan. Dasar pengecut, apa mereka tak ada niat untuk duel dengan bartender yang membuat teman mereka terluka? Bukannya biasanya seorang teman akan membela harga diri temannya? Entahlah. Mungkin pikirannya yang kacau saja yang beranggapan begitu.Kia terkesiap ketika merasakan seseorang yang mendadak telah berdiri di sampingnya. Ternyata lelaki itu melompati meja bartender dengan mudahnya, dan kini menatap Kia sambil menyeringai tipis.Gadis itu memutar kedua bola mata. "Dasar pamer," desisnya sembari mencebik, membuat Bartender itu tertawa pelan."Sekarang bagaimana, Nona?" Tanya lelaki itu dengan sisa tawa kecil yang masih menguar dari bibirnya. "Apa kita langsung check-in ke hotel, atau Anda mau minum-minum dulu?"Kia menumpukan sikunya ke atas meja, lalu menaruh satu sisi wajahnya di telapak tangan. Menatap ke arah lelaki di depannya dengan sorot tertarik."Siapa kamu sebenarnya?" Tanya gadis itu penasaran, lalu mengulurkan tangannya satu lagi ke wajah lelaki itu. Telunjuk Kia menyusuri pelipis dan turun ke pipi Si Bartender, lalu mengelis bibir melekuk di atas dan membusur di bawah milik lelaki itu. Seksi sekali."Kamu terlalu tampan untuk menjadi seorang Bartender. Hm... apa kamu juga berprofesi ganda sebagai seorang gigolo?" Tanya Kia antusias. Dia belum pernah mengenal seorang gigolo sebelumnya. Dan jika benar lelaki ini gigolo, maka itu akan menjadi sebuah keberuntungan baginya. Seorang gigolo pasti bisa memuaskan hasratnya.Lelaki itu menangkap jemari Kia yang mulai nakal bergerilya di dadanya dengan gerakan-gerakan zig-zag yang membuat darahnya berdesir. Lalu dengan tetap menatap lekat mata Kia, ia pun mengecup jemari gadis itu."Aku adalah milik Anda seorang, Nona. Aku akan jadi apa pun yang Anda inginkan," ucapnya, dengan sengaja mengulang perkataan yang sama yang sebelumnya diucapkan Kia kepada Si Suara Lembut.Kia pun tertawa mendengarnya. "Tampan dan humoris. Ah, kamu sangat sempurna, Sayang." Kia pun segera turun dari kursi bar stool-nya, hingga tak pelak kini ia berdiri sangat dekat dengan lelaki itu. Aroma perpaduan musk dan kayu-kayuan yang lembut namun maskulin samar-samar terhidu olehnya. Aroma yang cukup menyenangkan, dan Kia menyukainya.Gadis itu berjinjit untuk berbisik kepada Bartender itu karena tinggi badan mereka yang cukup jauh. "Bawa aku dari sini, bawa aku sejauh mungkin... hingga tak ada seorang pun yang bisa menemukan kita."BERSAMBUNG"Byan!" Suara yang memanggilnya itu membuat Byan mengangkat wajahnya yang semula tertunduk dalam kalut. Lelaki itu pun berdiri dari duduknya di atas sofa panjang rumah sakit tempat penunggu pasien yang sedang berada di ruang emergency. Tak terkira betapa leganya dirinya melihat wajah secantik bidadari dengan sosoknya yang akan selamanya sempurna di matanya itu, kini tengah memeluk dirinya dengan erat.Byan menghirup aroma lembut rambut istrinya yang sejenak mengalihkan gelisahnya, memberikan suntikan adrenalin yang kembali memimbulkan asa yang semula telah surut. Byan membuka mulutnya, untuk mengeluarkan suara serak yang dipenuhi kecemasan mendalam. "Kia, ayah..." "Ayahmu akan baik-baik saja," potong Kia. Ia mengeratkan pelukannya sebelum mulai melepasnya perlahan sembari mendongakkan wajahnya, hingga kini ia beradu tatap dengan wajah tampan suaminya yang kini terlihat murung. Satu tangannya terulur untuk mengusap pipi Byan. Seulas senyuman manis ia berikan untuk suaminya, berha
Kedua lelaki itu saling menatap dengan sorot yang dipenuhi oleh permusuhan. Perkataan telak dari Byan barusan sebenarnya cukup membuat batin Alex goyah, namun lelaki itu sepertinya menolak untuk menyerah. Meskipun harapan yang semula hadir karena ia meyakini bahwa janin yang dikandung Kia adalah miliknya, kini menjadi semu. Seiring dengan penyesalan demi penyesalan yang saat ini memenuhi benaknya.Alex mengutuk diri sendiri yang begitu bodohnya karena telah menyia-nyiakan Kia, setelah kehilangan membuatnya sadar bahwa sesungguhnya ia mencintai gadis itu. Alex mengira bahwa Kia hanyalah "ngambek" padanya, karena ia tidak bisa memberi status yang jelas untuk Kia dan malah hendak menikahi Tessa.Ia pun mengira bahwa Kia hanya ingin bermaksud membuat dirinya cemburu dengan mendekati Byan, karena Alex yang berkeyakinan jika Kia juga masih mencintainya.Namun kabar berita yang diberikan oleh Bara membuat Alex sangat terkejut. Ketika berita pertama yang ia dengar adalah Byan yang membawa K
"Morning, my sexy wifey." Suara berat yang berbisik lembut di telinganya itu membuat Kia seketika terbangun. Ia sedang menguap, ketika bibir Byan mengecup dadanya dengan bertubi-tubi dan membuat Kia tertawa pelan. Wanita itu lalu tersenyum dan mengelus rambut lebat lelaki itu yang masih asyik berkelana di dadanya dan tidak terlihat ingin beranjak. "Byan." "Hm?" Kia terdiam sebentar, seperti sedang berpikir untuk menyusun kalimat yang tepat. Namun akhirnya ia pun menyerah, karena kehamilan ini membuat kepalanya terasa agak pusing di pagi hari untuk berpikir terlalu berat. "Uhm... sampai kapan kita di sini?" Kia pun akhirnya menyuarakan pertanyaan yang terus berputar di dalam benaknya secara gamblang. "Di sini?" Ulang Byan yang telah mengangkat kepalanya dari dada Kia dan menatap istrinya sambil menaikkan alis. "Maksudmu di Bali? Atau di resort?" "Di Bali. Maksudku, sampai kapan kita di Bali," sahut Kia cepat. Ia tahu resort ini memiliki arti yang sangat dalam bagi Byan,
Sempurna.Kia tak bisa menemukan kata yang jauh lebih tepat untuk mendeskripsikan semua yang sedang terjadi hari ini... selain tanpa cela.Semua yang ia pandang terlihat begitu indah dan memukau. Bunga-bunga berwarna putih, merah muda lembut, kuning pucat dan biru muda menghias seluruh ruangan yang menjadi dekorasi acara pernikahannya hari ini.Manik coklat sayu itu pun mengerjap pelan seolah tak percaya, karena kalimat yang dalam hati ia ucapkan sendiri barusan.Pernikahannya.Selama seminggu penuh kemarin, dirinya dirawat di rumah sakit karena dokter menyarankan Kia untuk total bedrest, sebagai upaya untuk menjaga kehamilannya yang masih muda dan agak rentan.Lalu ketika ia telah diperbolehkan untuk pulang, tiga hari kemudian Byan pun mengundang Om dan Tantenya Kia yang bernama Burhan dan Ana untuk datang ke Bali. Mereka berdua adalah satu-satunya keluarga Kia yang tertinggal, setelah ayahnya meninggal ketika Kia masih kecil dan ibunya juga telah berpulang beberapa tahun yang lalu.
Kia bernapas pelan sebelum perlahan ia membuka kedua matanya. Posisi kepalanya yang bertumpu di atas lengan Byan terasa sangat nyaman, begitu pun halnya dengan 'selimut hidup' yang semalaman mendekap tubuhnya erat, seolah tak ingin kehilangan. Untuk kali ini, Kia-lah yang lebih dulu terbangun dibandingkan Byan selepas mereka tertidur setelah puas bercinta.Gadis itu pun sontak mendongak, untuk menatap seraut wajah tampan Byan yang masih terlelap dengan pulasnya.Bibir penuh Kia pun melukiskan sebuah senyuman, ketika teringat kembali pada perkataan yang semalam dengan sengaja diucapkan berulang-ulang oleh Byan. "I love you, Kia." Mengingat kembali suara berat dan maskulin Byan berucap lembut menyuarakan isi hatinya, membuat Kia larut dalam kebahagiaan yang merasuk ke dalam sukma.Tahu jika ia tidak akan pernah merasa bosan mendengar kalimat itu. Tidak, selama hanya Byan-lah yang akan selalu mengucapkannya.Apakah boleh jatuh cinta bisa terasa seindah ini?Rasanya seperti seumur hid
Pintu itu terbuka dari luar, berbarengan dengan masuknya kedua sosok dari arah luar ke dalam ruang Presidential Suite.Mereka sama-sama diam tanpa bersuara berjalan menuju ke arah master bedroom, meskipun dengan suara-suara di dalam benak masing-masing yang ribut. "Aku mau menelepon dulu," ucap Byan kepada Kia yang sejak tadi mengekorinya karena tangannya yang terus digenggam.Gadis itu mengangguk perlahan sambil tersenyum. "Aku akan menunggumu di balkon." "Kamu tidak perlu kemana-mana, Kia. Percakapan ini bukanlah rahasia," tegas Byan dengan maniknya yang kelam menatap Kia lekat-lekat, mencoba menggali apa yang sedang dipikirkan oleh gadisnya yang mendadak menjadi pendiam itu."Tidak apa-apa, Byan. Aku cuma mau menghirup udara segar saja," kilah Kia beralasan.Byan terdiam sesaat tanpa lepas mamandang wajah cantik yang dengan senyuman yang memikat, namun lelaki itu sangat menyadari bahwa sesungguhnya dibalik itu Kia sedang menyembunyikan sesuatu. 'Bara sialan! Ini semua gara-gara