Share

3 Aku Tidak Melanggar Perjanjian

"Bagus!" panggil Jaki, tak percaya jika teman barunya lah yang duduk di singasana pengantin.

Jaki melangkah dengan kaki yang sedikit gemetar, berkali-kali ia menutup matanya melihat pria yang siap melakukan ijab qabul.

'Kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Bagus!' bisiknya di hati.

Bagus menelan salivanya, ia menoleh ke arah Witno, paman Nora yang merasa ikut senang jika bukan Revan yang menikah dengan Nora.

"Baiklah kita mulai, acaranya, berhubung sang mempelai wanita masih belum sadarkan diri, nanti Nak Bagus, bisa memberikan cincin itu, tapi sebelumnya Nak Bagus harus melakukan ijab qabul, agar resmi menjadi suami Nak Nora Meliananda."

Bagas mengangguk mantap, ia sudah siap dengan semua resiko yang akan ia hadapi setelah mengucapkan ijab qabul. Jaki memandang tak percaya, pria yang sangat akrab dengannya baru beberapa minggu ini, mampu memberi kejutan yang tidak terduga.

'Aku saja yang sudah dua tahun lebih, mana berani melamar Nona, Bagus yang belum penuh satu bulan, bisa memiliki Nona seutuhnya!' gerutunya di dalam hati.

Selesai mengucapkan ijab qabul, Bagus benar-benar masih terlihat khawatir, ia menyalami bapak Penghulu, juga paman Nora.

"Selamat Bagus, kau sudah sah menjadi suami keponakanku, aku begitu bahagia dan sangat lega, aku titip Nora ya!"

"Baik Pak, Insyaallah saya siap menjaga Nona, maksud saya Nora!" imbuh Bagus.

Kini Jaki ingin menginterogasi Bagus, sungguh sebagai teman baik Jaki tidak mengerti, mengapa Bagus tidak menceritakan hal ini padanya, jikalau ia memiliki hubungan bersama majikan cantiknya.

"Mau kemana Gus? Aku penasaran, apa yang sebenarnya terjadi, tiga hari lalu kau mengatakan akan pulang ke kampung dan ibumu akan di operasi, apa kau memiliki maksud tertentu?" tanya Jaki yang mulai kesal.

"Aku dan Nona membuat perjanjian, aku menerima tawaran Nona untuk menikah, dan jika aku menerimanya, Nona akan membayar semua biaya pengobatan ibuku!" jelas Bagas memberitahu.

"Yang betul kamu Gus? Kamu nggak takut dengan Pak Revan?!" tanya Jaki.

"Siapa Pak Revan?"

"Ya pacar Nona Nora lah! Kamu sudah masuk ke lubang buaya Gus! Kalau Pak Revan tahu, kamu akan menjadi hidangan macan piaraannya!" seru Jaki menakuti.

"Biarlah, yang terpenting aku bisa membayar semua pengobatan ibuku!" jawab Bagus dan berlalu meninggalkan Jaki.

Bagus meneguk air minum dingin yang ia ambil dari kulkas, perasaannya masih campur aduk, di satu sisi ia merasa bersalah menghianati kekasihnya, namun di sisi lain ia belum berani bertemu pandang dengan Nora.

Bagus mengeluarkan dua cincin yang terbungkus plastik kecil, dalam perjalan untuk sampai di rumah Nora, hampir saja ia menjadi korban begal, hal itu yang membuat Bagus terlambat datang.

Keraguan masih mengambang di hati, sebagai seorang pria ia harus berani bertemu dengan istrinya.

"Ayo Bagus, kamu harus bisa, kau adalah laki-laki!" ucapnya untuk membuatnya yakin.

Bagus melangkahkan kakinya menuju lantai dua, saat dirinya menaiki anak tangga ia bertemu dengan Sora.

"Kamu dari mana saja Bagus? Nona mencari kamu, kata Jaki!" cetus Sora, ia selalu heboh jika tengah berbicara.

"Iya, ini aku mencoba untuk menemuinya!" jawab Bagus.

Sora mengangguk tersenyum, ia kembali menuruni anak tangga dan memilih melanjutkan pekerjaannya.

Bagus membuka kamar Nora, ia melihat Nora sedang berbaring di ranjang besarnya. Kedua mata Nora masih terpejam, tidak ada pergerakan selama Bagus duduk di tepi ranjangnya.

Bagus mengambil cincinnya, ia merasa cincin itu di jari manis milik Nora.

"Maaf Nona, jika aku lancang, ini hanya sebagai simbol jika Nona adalah istriku!" pungkasnya.

Bagus mengusap punggung tangan Nora, tidak lama Nora membuka kedua matanya, ia terjengkit saat melihat Bagus di tepi ranjang.

"Pria penipu!" teriak Nora.

Bagus menjadi bingung, Nora tiba-tiba menudingnya sebagai penipu.

"Tenang Nona, apa maksudnya?" tanya Bagus, tidak paham.

Nora berdiri di atas ranjang, ia masih menggunakan kebaya putih, dan kain batik sebagai bawahannya, sanggulnya sudah berubah tidak karuan, riasannya pun sudah luntur karena dibasahi oleh peluh keringat akibat suhu tubuhnya yang naik.

"Penipu! Kembalikan uang ku, kau pasti sekongkol bukan dengan Revan? Mau menipuku, dan mempermalukan aku di hadapan orang banyak? Hah, katakan!" jerit Nora, entah mengapa ia tidak bisa mengontrol emosinya.

"Aku tidak mempermalukan Nona, aku datang untuk memenuhi janjiku!" balas Bagus, ia mencoba mencairkan emosi istrinya.

"Pembohong, karena kau aku harus menanggung malu, semuanya sirna, aku malu, malu karena ditipu oleh dua pria!" teriaknya.

Bagus menghela napasnya, ia berjalan dan mendekati Nora.

"Tenanglah Nona, aku menepati janjiku untuk menikah dengan Nona, sekarang kita sudah sah Nona!" tutur Bagas, membuat tubuh Nora seketika lemas.

"Hah, kita apa? Sudah sah? Kau, suamiku? Dan aku istrimu, begitu?" tanya Nora tak percaya.

"Iya!" jawab Bagus.

Nora terduduk lemas, kedua tangannya mengusap wajahnya, hatinya rapuh, ia menangis tersedu, dan tidak tahu alasan dirinya menangis tiba-tiba. Bagus merasa bingung, ia tidak tahu jawabannya barusan mampu membuat Nora tidak bisa menghadapi kenyataan.

"Kenapa Tuhan tidak pernah adil? Aku punya segalanya, tapi kenapa, aku tidak bisa mendapatkan cinta yang tulus dari seseorang!" ucapnya lirih, yang mampu di dengar oleh Bagus.

Nora memeluk kedua kakinya, ia menginginkan semuanya yang di alaminya hanya mimpi, namun rasanya tidak mungkin. Bagus memberanikan diri untuk mendekati Nora, kedua tangannya mencoba untuk mengusap punggung Nora.

'Aku berjanji Nona, aku akan berusaha membuat Nona bahagia dengan caraku!' bisiknya, lalu menarik tangannya kembali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status