Share

4 Kenyataan Pahit

Nora sudah bersiap, ia merias diri secantik mungkin, hari ini ia akan menemui Revan, ia yakin jika kemarin mungkin, Revan hanya bercanda memutuskan hubungan secara sepihak. Dengan kemeja hijau bermotif renda dipadu rok bermotif bunga sepatu berwarna putih-cokelat, dengan panjang sampai di bawah lutut, rambutnya yang curly, tergerai sempurna.

Nora mengambil tas nya, sebelum ia menemui Revan, seperti biasa ia akan membawakan makanan kesukaan Revan. Nora berjalan ceria saat menuruni anak tangga, tidak lupa kebiasaan anehnya yang sering bersiul sesuka hati.

Bagus melirik ke arah suara siulan itu, istrinya terlihat cantik di pagi hari sehingga ia lupa tidak memakan sesendokk nasi uduk yang hampir masuk ke dalam mulutnya.

"Sarapan Non?" tanya Sora, pembantu rumah tangga yang masih belia, dan memilih bekerja karena tidak sanggup membiayai pendidikannya sendiri.

"Tidak, hem, buatkan aku susu saja, aku hanya pergi sebentar!" perintah Nora.

Sora mengangguk, dan melaksanakan perintah Nona majikannya.

Bagus segera melahap kembali makanannya, ia tidak mau jika hari ini Nora menilainya salah, seperti semalam.

"Sudah selesai? Jika sudah, antar aku menuju kantor Revan!" perintah Nora.

Bagus mengangguk, Jaki dan Sora saling berpandangan, melihat sikap Nona mereka.

"Sebenarnya Nona kenapa sih? Katanya sudah putus dengan Pak Revan, loh kok ini di samperin lagi!" tuturnya.

"Kalau kata aku, Nona Nora frustasi kali ya! Ya masa dia mau sih meminta Bagus untuk menikahinya, kalau memang masih punya rasa sama Pak Revan!"

"Sulit dipahami, aku jadi kasihan sama Nona!" pungkasnya, dan berbalik badan melanjutkan tugasnya.

***

Selama dalam perjalanan, Nora terus bersenandung dan sesekali ia bersiul. Jujur itu membuat Bagus tidak nyaman dalam mengemudi.

"Maaf Nona, kalau kata orang tua, pamali jika wanita bersiul terus!" jelas Bagus memberitahu.

"Halah, itu cuma omong kosong! Mau siul apa salto suka-suka hati saya dong!" balas Nora, tak peduli.

Bagus hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah istrinya itu.

Sesampainya di kantor Revan, dengan ceria Nora masuk ke ke kantor, Bagus memilih memgobrol bersama security yang sedang bertugas. Nora merasa yakin, jika Revan pasti senang dengan kejutannya. Sesampainya di ruangan Revan, Nora masuk dan duduk di sofa besar milik Revan, tidak ada yang berubah, semua seisi ruangan masih sama seperti dulu.

Bagus tengah berbincang dengan Narto, security kantor milik Revan, namun pandangannya berpindah setelah melihat Lesia datang bersama Revan. Keduanya sangat terlihat mesra, Bagus bangun dari duduknya, ia mengingat jika Lesia adalah orang kepercayaan Nora.

"Itu kan Bu Lesia, kenapa mereka begitu mesra sekali?" tanya Bagus.

Bagus tidak mau ambil pusing, ia tidak ingin membuat kesalahan lagi di depan Nora. Lebih baik, ia menunggu di luar, karena tugasnya adalah menjadi Sopir pribadi Nora.

Revan membuka pintu, tidak terduga Nora segera menyambut kedatangan Revan dan memeluknya dengan senang. Lesia terkejut, sosok Nora hadir di hadapannya.

Revan melepas Nora dengan paksa, ia tidak mengerti wanita itu dapat kembali lagi, dan menganggu hidupnya setelah beberapa hari yang lalu ia memutuskan hubungannya secara sepihak.

"Mau apa kamu kesini?" tanya Lesia, kini ia sudah pasang badan agar Nora tidak mendekati Revan.

"Tentu bertemu Revan, kenapa?" tantang Nora.

Lesia tersenyum miris, ia benar-benar malas menghadapi Nora yang begitu keras kepala.

"Kamu tuli? Mas Revan sudah tidak mau sama kamu, paham nggak sih? Lagi pula kamu itu bukanlah wanita yang dicintainya, semua rasa cintanya ke kamu itu sudah pupus alias mati rasa! Paham Nona Nora?" sergah Lesia.

Sekuat hati Nora menahan air matanya, pandangannya hanya tertuju kepada Revan, yang menatapnya tajam dan tidak mau membelanya.

"Semudah itu kamu melupakan aku? Semudah itu kamu lupa semua janji-janji yang pernah kita buat Van? Setitik cinta pun sudah tidak ada lagi untukku? Jawab aku Revan! Dari bagian tubuh mana yang sangat kamu sukai dari Lesia? Perbedaan apa yang membuatmu berpaling dari aku?" tanyanya kesal, menahan rasa emosi yang hampir tidak bisa kendalikan.

Revan meminta Lesia untuk pergi ke luar ruangannya, Lesia terkejut, namun dengan kesal ia keluar dan pergi meninggalkan Revan dan Nora hanya berdua saja di ruang kerjanya.

"Kau tahu bukan, ini tempatku untuk bekerja? Bagaimana jika orang lain tahu jika kau mencari masalah di tempatku? Justru itu akan membuat namaku buruk di mata orang Nora!" pekik Revan.

"Biarkan orang lain tahu, kau itu penghianat, kau lebih memilih wanita tua itu di bandingkan aku yang sudah bersamamu sejak SMA! Kau bo*oh Revan, Lesia hanya memanfaatkanmu jelas ...!"

"Cukup, jangan pernah kau menjelek-jelekkan Lesia, walaupun dia tua, dia tahu bagaimana caranya menghargai seorang pria, dia tahu bagaimana caranya memuaskan aku di segala tempat, dia segalanya sekarang untukku, pergilah, aku sudah memutuskan akan menikah dengan Lesia, dan kau harus enyah dari pandanganku!"

Air mata Nora sudah mendesak ingin keluar, Revan membukakan pintu untuk Nora, agar wanita itu cepat menyingkir dari kehidupannya. Lesia tersenyum senang, hatinya gembira bukan main, ini adalah impiannya sejak dulu, membuat hati Nora hancur berkeping-keping.

"Baik, aku terima jika kau sudah tidak mencintai aku, satu hal yang harus kamu tahu, wanita itu pernah menjadi simpanan ayahmu!" teriak Nora, membuat Revan menelan ludah memandang Kepergiannya.

"Jangan di dengarkan Sayang, kau tahu bukan jika Nora pembohong besar?" Lesia segera mengambil tindakan, agar Revan tidak terhasut dengan ucapan Nora.

"Tidak Lesia ku Sayang, ayo kita lanjutkan yang tertunda tadi di bathup!"

Lesia tersenyum menganguk, dan tanpa arahan Lesia sudah melucuti semua pakaiannya.

Nora berlari hingga keluar kantor, Bagus yang melihatnya segera mengikuti Nora pergi. Hujan turun dengan deras, suasana jalan raya menjadi sepi karena hujan yang turun tiba-tiba.

Nora berhenti di jalan raya, ia menangis di bawah rintik hujan dan ia terus memaki Revan, sehingga Bagus mencoba untuk menenangkannya.

"Nona, ayo kita pulang, tidak baik jika Nona basah dan kehujanan seperti ini!"

"Apa pedulimu? Aku ini wanita yang sebatangkara, tidak ada satu orang yang mencintaiku dengan tulus, tidak ada, mereka hanya menginginkan semua yang aku miliki, terlebih Lesia, wanita tua yang sudah merusak impianku dengan Revan!" teriaknya, mengeluarkan segalankekesalan di hati.

Bagus menarik lengan Nora, ia membawa Nora ke pelukannya.

"Jangan bicara lagi! Nona pantas untuk dicintai, Nona pantas bahagia, Nona berhak untuk mendapatkan yang lebih baik dari orang-orang yang menghianati Nona, jangan kecewa Nona, ada aku yang akan membuat Nona tidak pernah sendiri lagi!" ujar Bagus, ia sendiri ikut merasa sedih melihat Nora memeliki masalah pelik, yang orang lain tidak pernah tahu.

Nora memejamkan matanya, aroma tubuh Bagus membuatnya begitu nyaman berada di pelukannya.

"Sekali saja, aku mencium bibir mu, boleh kan?" tanya Nora, membuat Bagus diam mematung tidak bereaksi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status