Share

2 Menunggu!

Kabar bahagia sudah terdengar oleh Bagus, operasi batu ginjal sudah berhasil dilakukan dan Dokter sudah mengatakan jika ibu Rusi sedang masa pemulihan. Sejenak hatinya merasa lega, namun kegelisahan sedang menelusup hatinya, sudah satu hari ia berada di rumah sakit, dan masih tersisa waktu dua hari, menjelang pernikahannya bersama Nora.

"Aku harus menepati janjiku, demi ibu, aku rela melakukan apapun, asal membuat ibu tetap bersamaku!" ucapnya sambil memandang ke arah jendela ruangan ibu Rusi.

"Gus! Abah sudah selesai, sekarang giliran kamu yang solat!" seru abah Romli, ayah Bagus.

Bagus mengangguk, mereka bergantian untuk melakukan solat. Setelah selesai, Bagus memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada sang abah.

"Abah, aku ingin meminta doa restu!" ucap Bagus, sehingga sang abah datang menghampiri.

"Doa restu apa Nak?"

"Aku akan menikah dengan wanita pilihanku!" tutur Bagus, mencoba untuk menutupi alasannya.

"Wanita mana? Setahu ku, kau hanya mencintai Atun, anak lurah itu!"

"Maaf Abah, aku menyukai wanita lain!" imbuhnya.

"Siapa dia?" tanya abah Romli.

"Nona Nora, majikan baruku!" ucapnya dengan was-was.

Romli hanya bisa mengangguk, saat ini yang sedang ia pikirkan adalah kesembuhan sang istri yang harus bertahan menderita penyakit ginjal.

'Ini semua aku lakukan demi Ibu, tidak apa-apa, aku merelakan cintaku pada Atun, asalkan Ibu bisa operasi dan melanjutkan kehidupannya lagi!"

***

Nora sudah begitu percaya diri, ia terlihat cantik setelah di rias oleh pengantin, semua keluarga dan kerabatnya datang begitu juga teman-temannya dan pegawainya. Nora sudah siap untuk melakukan ijab qabul, sayangnya pria yang membawa uang 500 juta miliknya sesuai perjanjian belum muncul di acara pesta pernikahan.

"Kemana si Bagus? Apa Jangan-jangan dia mencoba menipuku?" tanyanya ragu.

Nora di landa panik, ia tidak tahu harus berbuat apa, impian menikah dengan Revan sudah sirna, kini ia harus menjadi korban penipuan akibat sang sopir tidak kembali sesuai janjinya.

"Bodohnya aku! Aku tidak mau menanggung malu, jika pernikahan ini gagal!" pungkasnya.

Dalam selebaran undangan, harusnya jarum jam menunjuk angka sembilan, Nora melaksanakan ijab qabul bersama mempelai pria.

Nora memutuskan untuk pergi ke luar, ia bertanya kepada Jaki kemana keberadaan Bagus saat ini.

"Saya tidak tahu Bu, setahu saya Bagus belum kembali dari kampung, kan ibunya operasi ginjal," seru Jaki memberitahu.

Nora semakin panik, hari pernikahannya menjadi hari penuh kesialan untuknya.

Sudah lebih dari dua jam Nora menunggu, kekesalannya memuncak karena Bagus benar-benar tidak datang.

"Kok mempelai pria nggak datang sih? Revan nggak mungkin kan meninggalkan kamu seperti ini?" tanya Dwi, sepupu Nora.

"Aku tidak menikah dengan Revan, kami sudah tidak memiliki hubungan sebagai seorang kekasih!" jelas Nora memberitahu, dan itu membuat semua orang yang mendengarnya merasa heran.

"Jadi kamu mau meng-halu? Kalau. memang sudah tidak bersama dengan Revan, untuk apa kamu menggelar ini semua? Bikin malu saja!" timpal Meta, ibu dari Dwi.

"Lebih baik kalian diam, dan silakan pergj jika kalian tidak mempercayai aku akan menikah hari ini!"

"Hey, keponakan sin*ing, kami sudah datang jauh-jauh, dan kamu malah mengusir kami? Wanita memyebalkan!" seru Meta, ia sudah merasa kesal dengan sikap Nora.

Nora memilih diam, kepalanya pusing, ia memilih untuk pergi ke kamarnya namun keseimbangannya menghilang sehingga tubuhnya tersungkur di lantai.

"Nona pingsan, tolong bawa ke kamar!" teriak Jaki, ia meminta para pegawai Nora yang lain.

"Halah, palingan hanya sandiwara saja! Biasa, dia kan ratu sejagad yang tidak tahu malu!" sindir Meta.

"Sudah Bu, kita disini ingin melihat Nora menikah, kenapa sikap Ibu tidak pernah berubah, cobalah bersikap baik di hadapan Nora!" tutur Witno, paman Nora.

"Ayah lupa, dia sudah pernah membuat kita malu! Biarkan saja, mungkin ini karma untuknya!" balas Meta dan berlalu pergi meninggalkan pesta keponakannya.

Semua orang merasa tertipu, mereka sudah jauh-jauh datang dan hanya menyaksikan Nora jatuh pingsan.

"Bagaimana ini, tubuh Nona panas?!" tanya Sora, asisten rumah tangga Nora.

"Saya bingung Sor, yang Nona cari itu si Bagus, bukan Pak Revan, apa jangan-jangan Nona berpacaran dengan Bagus?"

"Hus, ngawur kamu, Bagus kan pegawai baru, mana mungkin!" seru Sora, sesekali kedua tangannya memijit tangan bos besarnya.

"Ya sudah, aku akan menelepon Dokter saja!" usul Jaki, disambut anggukkan Sora.

Jaki turun ke lantai bawah, pak Penghulu datang menghampirinya.

"Apakah Bu Nora sudah sadar?" tanya pak Penghulu.

"Belum Pak, ini saya mau menghubungi Dokter dulu!" sahut Jaki.

"Oh ya sudah, karena sekarang mempelai prianya sudah datang dan saya membutuhkan saksi!" tutur pak Penghulu.

"Apa?" ucap Jaki tak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status