Seperti kata dokter, sesekali Bagus menginggau dan berteriak dalam tidak sadarkan diri. Temy rasa, Bagus sedang bermimpi tentang masa lalu, hingga terkadang ia harus diberi obat penenang oleh perawat yang menjaganya. Nora tidak pernah bosan untuk menghubungi Temy, sayangnya Temy belum siap menceritakan tentang Bagus kepada Nora. Jemari Bagus bergerak perlahan, kedua matanya terbuka perlahan. Terlihat jelas langit-langit kamar berwarna putih. Temy bangkit dari duduknya, menyambut suka cita Bagus sudah siuman. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Temy, tak sabar. Bagus terdiam, ia menatap Temy dengan jelas. Senyumnya merekah, ia mengenali Temy dan berusaha bangun untuk melihat sekelilingnya. "Hati-hati!"Temy membantu Bagus, ia merasa bingung dengan sikap Bagus sesaat setelah siuman. "Dimana aku?" Bagus melihat ke sekelilingnya. "Kau di rumah sakit, kepalamu terbentur, dan kau merasakan sakit kepala yang begitu hebat, hingga membuatmu tidak sadarkan diri selama lima hari!""Kau tetap s
"Nora berhenti, dengarkan aku dulu!" teriak Temy. Nora terus berlari menjauh, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Temy atau Bagus lagi. "Ini semua bisa kita bicarakan baik-baik, jangan pergi lagi Nora." Temy tidak putus asa, ia akan terus mengejar Nora dan tidak akan pernah membiarkannya menghilang. Nora berhenti dan napasnya tersengal, ia baru menyadari jika sudah berlari jauh sekali. Dan ia tampak terkejut melihat Temy tengah berlari mengejarnya. "Kenapa kamu mengikutiku?" Nora memandang kesal ke arah Temy, namun pria itu tetap tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Aku ingin menjelaskan semuanya Nora! Maaf aku tidak memberitahumu sejak awal, tapi memang ia adalah adikku!""Kamu bohong, apa ini rencana kamu? Kamu mau membuat aku lebih tidak bisa melupakan dia?""Dengar dulu! Dia adikku Nora, bertahun-tahun kami berpisah. Apa kau lebih tega, membiarkan saudara kandungku terus menjadi orang lain, dia lupa siapa dirinya yang sebenarnya!"Nora terdiam, Temy pun terdiam."Kemba
Pagi-pagi buta sekali Nora sudah bersiap untuk hari ini. Sudah tiga hari ini Nora tidak pergi ke rumah Temy. Ia terpaksa, karena dengan begini, ia bisa fokus pada Temy, calon suaminya. Dan dua hari lagi adalah hari pernikahannya bersama Temy, saat itu juga ia akan melepas statusnya sebagai seorang janda. Ia menatap dirinya di depan cermin, perlahan ia membuang napasnya. Walaupun Bagus hadir sebagai Rion, ia tidak mungkin meninggalkan Temy. Temy adalah pria yang selalu baik kepadanya, tiada salahnya jika ia pun berkorban demi membalas semua kebaikan Temy. Agenda hari ini adalah mencoba gaun pengantin di butik, dengan rancang desain terkenal. Temy sudah menyiapkan segalanya dengan cepat. Acara ijab qabul akan dilakukan di rumah Nora, dan Temy berjanji akan memberi kejutan pada pesta malam pernikahan mereka. Suara deru mobil terdengar jelas memasuki halaman. Nora bergegas untuk turun dan menemui Temy. Nora berlari ke pintu utama, di sana sudah terlihat Rion yang berdiri dengan tangan k
Semalaman Nora tidak bisa tidur, menjelang acara ijab qabul ia hanya mampu berdoa agar semua pelaksanaan pernikahannya lancar. Namun satu hal yang membuatnya merasa aneh saat ini. Temy tidak mengabarinya sama sekali sejak kemarin, dan hanya Rion yang rela menjaga dan menunggunya sampai malam. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia akan mencoba menghubungi Temy sekali lagi, dan lagi-lagi hanya suara operator wanita yang menjawab panggilannya. "Kemana kamu Tem?" Rasa takut dan cemas menjadi satu dalam lubuk hatinya. Pasrah karena sudah lelah menghubungi Temy, akhirnya rasa kantuk menghampirinya dan membuatnya terlelap pagi hari ini. Sementara itu di tempat lain, Bagus baru saja menyelesaikan solat subuhnya. Kemarin Temy sudah pergi, pria itu benar-benar pergi ke Korea dan menyerahkan segalanya pada Bagus. Pakaian pengantinnya yang berwarna putih begitu indah bagi Bagus. Sekilas, ia mengingat bagaimana pernikahannya bersama Nora dulu, pakaian seragam sopirnya. Ia hanya tersenyum kecil
Tubuh Nora bergetar, pemandangan dihadapannya saat ini membuatnya hancur seketika, kedua netranya sudah ternoda melihat kemesraan seorang pria dengan seorang wanita yang sangat ia kenal dengan baik. Nora segera berjalan untuk menghampiri pria itu yang ternyata merupakan calon suaminya. "Hentikan! Jadi ini yang kamu lakukan di belakang aku?" teriaknya, suaranya tercekat seketika, hanya bulir air mata yang menetes. Pria dan wanita yang tengah asik memadu kasih itu pun terkejut mendengar teriakan Nora. Keduanya segera menghentikan kegiatan panas, dan berusaha. menutupi tubuh mereka yang terbuka."Ini yang kamu lakukan saat aku sedang keluar kota? Dan kamu Lesia, kamu penghianat!" bentak Nora. Lesia segera memakai pakaiannya, dan tanpa malu atau merasa bersalah ia malah memandang Nora dengan sinis."Kamu tahu kita sudah menyiapkan segalanya, pernikahan kita tinggal menunggu hari, dan kamu tega menduakan aku? Jawab Revan," sergah Nora, ia ingin mendengar penjelasan dari mulut pria yang
Kabar bahagia sudah terdengar oleh Bagus, operasi batu ginjal sudah berhasil dilakukan dan Dokter sudah mengatakan jika ibu Rusi sedang masa pemulihan. Sejenak hatinya merasa lega, namun kegelisahan sedang menelusup hatinya, sudah satu hari ia berada di rumah sakit, dan masih tersisa waktu dua hari, menjelang pernikahannya bersama Nora. "Aku harus menepati janjiku, demi ibu, aku rela melakukan apapun, asal membuat ibu tetap bersamaku!" ucapnya sambil memandang ke arah jendela ruangan ibu Rusi. "Gus! Abah sudah selesai, sekarang giliran kamu yang solat!" seru abah Romli, ayah Bagus. Bagus mengangguk, mereka bergantian untuk melakukan solat. Setelah selesai, Bagus memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada sang abah. "Abah, aku ingin meminta doa restu!" ucap Bagus, sehingga sang abah datang menghampiri. "Doa restu apa Nak?" "Aku akan menikah dengan wanita pilihanku!" tutur Bagus, mencoba untuk menutupi alasannya. "Wanita mana? Setahu ku, kau hanya mencintai Atun,
"Bagus!" panggil Jaki, tak percaya jika teman barunya lah yang duduk di singasana pengantin. Jaki melangkah dengan kaki yang sedikit gemetar, berkali-kali ia menutup matanya melihat pria yang siap melakukan ijab qabul. 'Kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Bagus!' bisiknya di hati. Bagus menelan salivanya, ia menoleh ke arah Witno, paman Nora yang merasa ikut senang jika bukan Revan yang menikah dengan Nora. "Baiklah kita mulai, acaranya, berhubung sang mempelai wanita masih belum sadarkan diri, nanti Nak Bagus, bisa memberikan cincin itu, tapi sebelumnya Nak Bagus harus melakukan ijab qabul, agar resmi menjadi suami Nak Nora Meliananda."Bagas mengangguk mantap, ia sudah siap dengan semua resiko yang akan ia hadapi setelah mengucapkan ijab qabul. Jaki memandang tak percaya, pria yang sangat akrab dengannya baru beberapa minggu ini, mampu memberi kejutan yang tidak terduga. 'Aku saja yang sudah dua tahun lebih, mana berani melamar Nona, Bagus yang belum penuh satu bulan, bisa
Nora sudah bersiap, ia merias diri secantik mungkin, hari ini ia akan menemui Revan, ia yakin jika kemarin mungkin, Revan hanya bercanda memutuskan hubungan secara sepihak. Dengan kemeja hijau bermotif renda dipadu rok bermotif bunga sepatu berwarna putih-cokelat, dengan panjang sampai di bawah lutut, rambutnya yang curly, tergerai sempurna. Nora mengambil tas nya, sebelum ia menemui Revan, seperti biasa ia akan membawakan makanan kesukaan Revan. Nora berjalan ceria saat menuruni anak tangga, tidak lupa kebiasaan anehnya yang sering bersiul sesuka hati.Bagus melirik ke arah suara siulan itu, istrinya terlihat cantik di pagi hari sehingga ia lupa tidak memakan sesendokk nasi uduk yang hampir masuk ke dalam mulutnya. "Sarapan Non?" tanya Sora, pembantu rumah tangga yang masih belia, dan memilih bekerja karena tidak sanggup membiayai pendidikannya sendiri. "Tidak, hem, buatkan aku susu saja, aku hanya pergi sebentar!" perintah Nora. Sora mengangguk, dan melaksanakan perintah Nona ma