Pagi-pagi buta sekali Nora sudah bersiap untuk hari ini. Sudah tiga hari ini Nora tidak pergi ke rumah Temy. Ia terpaksa, karena dengan begini, ia bisa fokus pada Temy, calon suaminya. Dan dua hari lagi adalah hari pernikahannya bersama Temy, saat itu juga ia akan melepas statusnya sebagai seorang janda. Ia menatap dirinya di depan cermin, perlahan ia membuang napasnya. Walaupun Bagus hadir sebagai Rion, ia tidak mungkin meninggalkan Temy. Temy adalah pria yang selalu baik kepadanya, tiada salahnya jika ia pun berkorban demi membalas semua kebaikan Temy. Agenda hari ini adalah mencoba gaun pengantin di butik, dengan rancang desain terkenal. Temy sudah menyiapkan segalanya dengan cepat. Acara ijab qabul akan dilakukan di rumah Nora, dan Temy berjanji akan memberi kejutan pada pesta malam pernikahan mereka. Suara deru mobil terdengar jelas memasuki halaman. Nora bergegas untuk turun dan menemui Temy. Nora berlari ke pintu utama, di sana sudah terlihat Rion yang berdiri dengan tangan k
Semalaman Nora tidak bisa tidur, menjelang acara ijab qabul ia hanya mampu berdoa agar semua pelaksanaan pernikahannya lancar. Namun satu hal yang membuatnya merasa aneh saat ini. Temy tidak mengabarinya sama sekali sejak kemarin, dan hanya Rion yang rela menjaga dan menunggunya sampai malam. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia akan mencoba menghubungi Temy sekali lagi, dan lagi-lagi hanya suara operator wanita yang menjawab panggilannya. "Kemana kamu Tem?" Rasa takut dan cemas menjadi satu dalam lubuk hatinya. Pasrah karena sudah lelah menghubungi Temy, akhirnya rasa kantuk menghampirinya dan membuatnya terlelap pagi hari ini. Sementara itu di tempat lain, Bagus baru saja menyelesaikan solat subuhnya. Kemarin Temy sudah pergi, pria itu benar-benar pergi ke Korea dan menyerahkan segalanya pada Bagus. Pakaian pengantinnya yang berwarna putih begitu indah bagi Bagus. Sekilas, ia mengingat bagaimana pernikahannya bersama Nora dulu, pakaian seragam sopirnya. Ia hanya tersenyum kecil
Tubuh Nora bergetar, pemandangan dihadapannya saat ini membuatnya hancur seketika, kedua netranya sudah ternoda melihat kemesraan seorang pria dengan seorang wanita yang sangat ia kenal dengan baik. Nora segera berjalan untuk menghampiri pria itu yang ternyata merupakan calon suaminya. "Hentikan! Jadi ini yang kamu lakukan di belakang aku?" teriaknya, suaranya tercekat seketika, hanya bulir air mata yang menetes. Pria dan wanita yang tengah asik memadu kasih itu pun terkejut mendengar teriakan Nora. Keduanya segera menghentikan kegiatan panas, dan berusaha. menutupi tubuh mereka yang terbuka."Ini yang kamu lakukan saat aku sedang keluar kota? Dan kamu Lesia, kamu penghianat!" bentak Nora. Lesia segera memakai pakaiannya, dan tanpa malu atau merasa bersalah ia malah memandang Nora dengan sinis."Kamu tahu kita sudah menyiapkan segalanya, pernikahan kita tinggal menunggu hari, dan kamu tega menduakan aku? Jawab Revan," sergah Nora, ia ingin mendengar penjelasan dari mulut pria yang
Kabar bahagia sudah terdengar oleh Bagus, operasi batu ginjal sudah berhasil dilakukan dan Dokter sudah mengatakan jika ibu Rusi sedang masa pemulihan. Sejenak hatinya merasa lega, namun kegelisahan sedang menelusup hatinya, sudah satu hari ia berada di rumah sakit, dan masih tersisa waktu dua hari, menjelang pernikahannya bersama Nora. "Aku harus menepati janjiku, demi ibu, aku rela melakukan apapun, asal membuat ibu tetap bersamaku!" ucapnya sambil memandang ke arah jendela ruangan ibu Rusi. "Gus! Abah sudah selesai, sekarang giliran kamu yang solat!" seru abah Romli, ayah Bagus. Bagus mengangguk, mereka bergantian untuk melakukan solat. Setelah selesai, Bagus memberanikan diri untuk mengatakan hal yang sebenarnya pada sang abah. "Abah, aku ingin meminta doa restu!" ucap Bagus, sehingga sang abah datang menghampiri. "Doa restu apa Nak?" "Aku akan menikah dengan wanita pilihanku!" tutur Bagus, mencoba untuk menutupi alasannya. "Wanita mana? Setahu ku, kau hanya mencintai Atun,
"Bagus!" panggil Jaki, tak percaya jika teman barunya lah yang duduk di singasana pengantin. Jaki melangkah dengan kaki yang sedikit gemetar, berkali-kali ia menutup matanya melihat pria yang siap melakukan ijab qabul. 'Kamu harus menjelaskan semuanya padaku, Bagus!' bisiknya di hati. Bagus menelan salivanya, ia menoleh ke arah Witno, paman Nora yang merasa ikut senang jika bukan Revan yang menikah dengan Nora. "Baiklah kita mulai, acaranya, berhubung sang mempelai wanita masih belum sadarkan diri, nanti Nak Bagus, bisa memberikan cincin itu, tapi sebelumnya Nak Bagus harus melakukan ijab qabul, agar resmi menjadi suami Nak Nora Meliananda."Bagas mengangguk mantap, ia sudah siap dengan semua resiko yang akan ia hadapi setelah mengucapkan ijab qabul. Jaki memandang tak percaya, pria yang sangat akrab dengannya baru beberapa minggu ini, mampu memberi kejutan yang tidak terduga. 'Aku saja yang sudah dua tahun lebih, mana berani melamar Nona, Bagus yang belum penuh satu bulan, bisa
Nora sudah bersiap, ia merias diri secantik mungkin, hari ini ia akan menemui Revan, ia yakin jika kemarin mungkin, Revan hanya bercanda memutuskan hubungan secara sepihak. Dengan kemeja hijau bermotif renda dipadu rok bermotif bunga sepatu berwarna putih-cokelat, dengan panjang sampai di bawah lutut, rambutnya yang curly, tergerai sempurna. Nora mengambil tas nya, sebelum ia menemui Revan, seperti biasa ia akan membawakan makanan kesukaan Revan. Nora berjalan ceria saat menuruni anak tangga, tidak lupa kebiasaan anehnya yang sering bersiul sesuka hati.Bagus melirik ke arah suara siulan itu, istrinya terlihat cantik di pagi hari sehingga ia lupa tidak memakan sesendokk nasi uduk yang hampir masuk ke dalam mulutnya. "Sarapan Non?" tanya Sora, pembantu rumah tangga yang masih belia, dan memilih bekerja karena tidak sanggup membiayai pendidikannya sendiri. "Tidak, hem, buatkan aku susu saja, aku hanya pergi sebentar!" perintah Nora. Sora mengangguk, dan melaksanakan perintah Nona ma
Desiran halus merambat menuju hati Bagus, pasalnya wanita yang berada di hadapannya ini tengah melumat bibir dengan nikmat, mungkin bagi Nora itu terasa nikmat, namun untuk seorang Bagus, rasanya sangat membingungkan, kedua tangannya tidak dapat bergerak, seakan terikat oleh sesuatu yang tidak bisa ia artikan. 'Oh Nona, kenapa aku baru tahu jika ciuman itu membuat hati berdebar' bisiknya. Nora merasa puas, senyum manis bibirnya bagaikan obat hati untuk melupakan segala kisah rumit yang sedang ia rasakan. Wajah Bagus memerah, ia merasa malu, bahkan ia tidak mau menatap Nora dan memilih pergi menuju mobil. Nora tertawa terbahak-bahak, entah mengapa kekesalannya sedikit hilang. "Ternyata bibir indah Bagus masih perjaka!" celetuknya, diiringi tawa. Bagus benar-benar salah tingkah, namun Nora kembali bersikap seperti biasa. Melupakan Revan bukanlah impiannya, membangun mahligai rumah tangga yang bahagia adalah impiannya. Selama bersama Revan, Nora benar-benar merasa sempurna, bukan ka
Saat langit masih gelap, Nora membuka ponselnya, kini ia ingin menghapus semua memori tentang Revan, pria yang dicintainya menolak dirinya, mencinta saja tidak boleh, apalagi melihatnya secara dekat. Nora menghela napas, hari ini semua berita di media sosial mengabarkan kisah Revan dan Lesia, mereka akan menikah dalam waktu dekat, hatinya semakin retak, pupus semua harapan Nora, ia sudah berusah merebut cintanya kembali, karena is merasa yakin, jika Revan masih memiliki hati padanya. Semua teman berbondong-bondong menghubungi Nora, merek bertanya tentang status hubungannya dengan Revan sebenarnya seperti apa. Sayangnya ia sudah muak, ia tidak mau menjawab itu semua, tanpa rasa peduli, ia lebih memilih ponselnya di non-aktifkan. Nora mendengar suara berisik di luar, ia pun segera bangkit dan melihat ke arah jendela, setelah menyingkap horden miliknya. "Bagus, mau kemana dia?" tanya Nora. Bagus keluar rumah, dan pergi hanya berjalan kaki, ia memakai baju koko berwarna hitam dan sar