Saat langit masih gelap, Nora membuka ponselnya, kini ia ingin menghapus semua memori tentang Revan, pria yang dicintainya menolak dirinya, mencinta saja tidak boleh, apalagi melihatnya secara dekat.
Nora menghela napas, hari ini semua berita di media sosial mengabarkan kisah Revan dan Lesia, mereka akan menikah dalam waktu dekat, hatinya semakin retak, pupus semua harapan Nora, ia sudah berusah merebut cintanya kembali, karena is merasa yakin, jika Revan masih memiliki hati padanya.Semua teman berbondong-bondong menghubungi Nora, merek bertanya tentang status hubungannya dengan Revan sebenarnya seperti apa. Sayangnya ia sudah muak, ia tidak mau menjawab itu semua, tanpa rasa peduli, ia lebih memilih ponselnya di non-aktifkan.Nora mendengar suara berisik di luar, ia pun segera bangkit dan melihat ke arah jendela, setelah menyingkap horden miliknya."Bagus, mau kemana dia?" tanya Nora.Bagus keluar rumah, dan pergi hanya berjalan kaki, ia memakai baju koko berwarna hitam dan sarung berwarna coklat. Rasa penasaran telah menggelitik benaknya.Nora segera turun ke bawah, ia melihat suasana masih sepi nampaknya Sora dan Jaki belum bangun, karena jarum jam masih menunjukkan pukul tiga pagi."Mau kemana dia? Apa dia mau kabur? Apa dia lupa tentang janjinya padaku? Memang semua laki-laki tidak akan bisa di percaya," pungkasnya.Nora merasa lapar, namun ia tidak bisa membuat makanan yang biasa Sora masak, ia tidak pandai memasak, ia pun tidak pandai memasak mie instan, mai tidak mau ia harus menunggu Sora bangun dan memintanya untuk membuatkan makanan.Nora menyalakan televisi, tidak lama suara adzan menggema dengan indah."Kok, aku merasa kenal dengan suara itu ya?!" ucapnya.Nora memilih untuk tidak ambil pusing, saat ini ia sudah merasakan lapar yang sangat mengganggu perutnya dan memaksakannya untuk segera di isi."Ah, perutku!" keluhnya.Bagus masuk ke dalam rumah, ia berniat untuk membuat kopi untuk dirinya, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara rintihan yang ternyata Nora yang sudah tidak tahan lagi menahan rasa laparnya."Nona, Nona kenapa?" tanya Bagus, yang ikut terkejut melihat Nora meringkuk kesakitan."Ahh, tolong aku Bagus!" seru Nora."Tolong apa? Kita ke rumah sakit saja ya!" ajak Bagus."Jangan, aku tidak mau!" sergah Nora."Kenapa? Nona butuh pertolongan!" seru Bagus, ia sedikit khawatir."Tidak, buatkan aku makanan, aku lapar!" tutur Nora, membuat Bagus terdiam seribu bahasa."Baiklah, Nona mau kubuatkan apa?" tanya Bagus, ia malas berdebat jika alhasil yang ia buat selalu salah di mata Nora."Nasi goreng, yang enak ya!" pinta Nora.Bagus masih memakai baju koko dan sarung, ia terlihat lihai dalam meracik bumbu, Nora sedikit terhibur melihat Bagus yang pandai memasak."Seperti seorang ustadz kalau di lihat-lihat," pungkasnya.Setelah selesai, Bagus memberikan makanan yang sudah buat untuk sang majikan."Hem, wangi banget, duh nggak tahan lagi, aku makan ya!" ucap Nora."Tunggu dulu! Baca doa dulu Nona, apa Nona tidak di ajarkan membaca doa sebelum makan?" tanya Bagus."Doa apa? Tidak perlu, yang penting perutku kenyang!" jawab Nora.Bagus hanya diam, dan Nora sudah melahap penuh nikmat nasi goreng buatan Bagus.Bagus beranjak dari kursi, namun dengan sigap Nora menahan lengan Bagus."Temani aku, aku takut sendirian!""Hari sudah pagi, tidak perlu takut!" jawab Bagus."Apa salahnya menemani istri yang sedang sarapan?" tanya Nora menggoda membuat Bagus menoleh dan al hasil mampu membuat Bagus salah tingkah."Duduk di sebelahku, aku ingin bicara!" pinta Nora.Bagus menuruti perintah Nora, namun entah mengapa jantungnya terus berdebar tidak karuan."Bagaimana kabar ibumu?" tanya Nora."Alhamdulillah, sudah pulih!" jawab Bagus."Syukurlah, aku turut senang!" jawab Nora, sambil mengunyah."Jika sudah tidak ada yang ditanyakan lagi, saya permisi ...!""Tidak, duduk saja disini!" pinta Nora paksa.Bagus mengalah, ia berniat untuk mengganti pakaiannya dengan seragam sopir andalannya."Gus, kenalkan aku pada orang tuamu!" pinta Nora.Bagus terjengkit, ia tidak percaya Nora mengucapkan kalimat tersebut."Untuk apa?!" tanya Bagus."Kok untuk apa? Aku istrimu loh, sah secara negara dan agama!"Bagus menelan salivanya, ia tidak tahu harus menjawab apa, jika membantah mungkin nyawa yang akan menjadi taruhan karena semua uang yang ia terima sudah diberikan untuk operasi sang ibu."Kok diam sih? Kamu tahu kan bagaimana seharusnya suami dan istri itu saling mengenal lebih dalam?"Wajah Bagus mulai memerah, benar yang dikatakan Nora, mereka sah secara negara dan agama, lalu untuk apa lagi jika mereka tidak melakukan hal yang sewajarnya tentang kehidupan rumah tangga suami dan istri.Pikiran Bagus berkecamuk, ia melirik Nora yang sudah tandas menghabiskan makanannya."Pikirkan itu untukku, jika kau keberatan mengenalkan aku kepada orang tuamu, baiklah, aku tidak akan memaksa!" jelas Nora dan berlalu meninggalkan Bagus yang terdiam mematung bimbang.***Nora mendengar suara ketukan pintu di lantai bawah, Sora dan Jaki tengah pergi entah kemana, namun kali ini ia bersedia membukakan pintu untuk tamu yang datang siang hari seperti ini."Lesia?" panggil Nora."Hai, apa kabar? Bagaimana perasaan hatimu saat ini? Apa sudah membaik?" tanya Lesia."Mau apa? Aku tidak mau bertemu dengan wanita tua penghianat seperti kamu, pintu rumah ini pun menolak kedatangan mu!" seru Nora."Aku datang hanya untuk memberitahu jika sabtu depan, aku dan mantan terindah mu itu akan menikah, aku harap kamu datang dan menyaksikan betapa bahagianya kami di singasana pengantin!" seru Lesia."Oh ya? ternyata kamu masih membutuhkan kehadiranku?" tanya Nora.Lesia merasa kesal, Nora memang selalu pandai membalikkan perkataannya."Baik terserah kamu saja, yang terpenting sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Alexander, dan kau semoga cepat mendapatkan pengganti Revan, aku pamit!"Nora menutup pintunya dengan keras, Lesia sudah menghancurkan semuanya, namun ia tidak boleh gentar, ia harus kuat menghadapi semuanya, jika ia terus bersedih, maka Lesia akan bahagia, seperti sekarang ini."Lihat Lesia, aku akan membawa suamiku ke pernikahan kamu dengan Revan!" ucapnya dengan tatapan amarah yang membuncah di dadanya.Bukan Nora namanya, jika ia tidak bisa membungkam segala cacian sang musuh besarnya. Saat ini dirinya tengah mencari keberadaan Bagus, namun sayang sosok pria itu tidak ditemukan di mana-mana.Nora pergi ke kamar Bagus, ia mendengar suara berisik dari kamar mandi."Apa Bagus sedang mandi?" tanyanya ragu.Nora menutup pintu kamar Bagus, ia duduk di ranjang Bagus dan melihat beberapa barang bawaan Bagus, ada tas besar, seperangkat alat solat, dan barang-barang lainnya.Namun, Nora terpaku saat dirinya melihat foto seorang anak perempuan yang berada di atas ranjang."Bukankah ini fotoku?" tanya Nora.Pandangan Nora beralih kepada sosok Bagus yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kedua matanya membola melihat pria yang mematung menatapnya. Rambut hitamnya begitu segar untuk dipandang, terlihat butiran air mengalir, menempel pada kulit yang berwarna sawo matang itu. Tubuh Bagus benar-benar indah, Nora tidak mampu menyembunyikan rasa pesona yang sedang dirasakannya. "Ada apa Nona? Kenapa Nona masuk ke kamarku tanpa izin?" tanya Bagus, yang mulai salah tingkah saat Nora memandangnya. "Hei, Nona?!" panggil Bagus lagi. Kali ini Nora yang salah tingkah karena terlalu lama menikmati keindahan sosok pria yang kini ada dihadapannya. "Ya, begini, aku--hem, aku mencarimu, pintu kamarnya tidak terkunci, aku pikir kau tidak dikamar, oh silakan lanjutkan kegiatanmu!"Bagus tersenyum melihat tingkah Nona majikannya yang begitu gugup. Awalnya ia merasa malu, namun dipikir kembali, sah-sah saja Nora masuk ke dalam kamarnya, karena mereka terikat hubungan yang halal. "Nona, apa kau tidak mau k
Tidak main-main, pesona Bagus menjadi pusat perhatian di acara pesta pernikahan Revan dan Lesia. Penampilannya bak pangeran yang jatuh dari langit ke tujuh. Beberapa wanita bergilir mendekati Bagus, dan itu membuat Bagus merasa risi dan cepat-cepat untuk memilih kembali ke rumah saja."Gila ya Nora, belum ada satu bulan, sudah dapat yang keren begitu, nyesel gak ya si Revan?!" tanya seorang tamu undangan seorang wanita yang saat ini tengah memandangi Nora dengan Bagus. "Hem, kalau aku sih, Nora cocok banget sama pacar barunya, dan masih nggak nyangka kalau Lesia yang merebut Revan dari Nora!""Ya tahu dong, pagar makan tanaman, kasihan juga ya Nora, padahal ia sudah begitu baik menolong Lesia!" "Iya, nggak apa-apa, mungkin memang jodohnya Revan adalah Lesia, bukan Nora!"Nora sedikit tergelitik mendengar perbincangan tamu undangan itu, ia tidak peduli jika hari ini, ia akan mengumkan jika Bagus adalah suaminya saat ini. Pernikahan Revan dan Lesia, terlihat begitu meriah, suasana b
Langit sudah gelap, namun sosok Bagus belum sampai ke rumah Nora. Sesekali Nora membuka tirai jendela kamarnya, berharap ada seseorang yang membuka pintu pagarnya, dan ia berharap Bagus akan segera pulang. Senyumnya terukir kala melihat Bagus masuk dengan membawa bingkisan. Dengan cepat Nora berlari menuruni anak tangga demi menyambut Bagus yang pulang. Bagus terkesiap melihat Nora yang berada di balik pintu masuk. "Bagus, apa kau masih marah?" tanya Nora memastikan. Bagus memilih untuk berlalu pergi dan tidak menanggapi pertanyaan Nora. "Gus, aku sedang bertanya padamu! Jawab Gus, apa kau masih marah denganku? Aku tahu aku salah, aku minta maaf!" tutur Nora, membuat langkah Bagus terhenti. Bagus menoleh ke arah Nora, wajah Nora terlihat begitu kacau, entah ini hanya sebagian dari rencananya, atau ia benar-benar merasa bersalah telah memanfaatkan Bagus. "Maaf, aku permisi masuk dulu!" sahut Bagus. Nora tidak mau menyerah, ia tetap mengejar Bagus ke kamarnya. "Gus, aku masih ma
"Apa yang kamu inginkan?!" tanya Nora panik. "Nona, dengan perceraian kau tidak akan menyelesaikan masalah. Kau siap untuk menjadi seorang janda? Apa yang kau khawatirkan jika menjadi istriku? Apa karena kita berbeda kasta? Kau kaya raya sementara, aku hanya pria biasa yang mencari uang demi keluarga?!" tanya Bagus, ia ingin mendengar jawaban Nona majikannya. "Bagus, menyingkirlah, aku tidak suka kau berbuat sesuka hatimu, kau ingin mengancamku'kan? Berapa nilai uang yang kau butuhkan, maka akan aku berikan, asal kita selesai disini!" ujar Nora, membuat pria yang ada dihadapannya mengenggam kedua lengannya dengan erat. "Tidak semua yang kau pikirkan dapat kau selesaikan dengan uang Nona! Aku tidak butuh uangmu, aku hanya butuh kepastianmu, jika kau menginginkan aku sebagai suamimu, maka aku menginginkanmu sebagai istriku, kita tidak bisa bercerai semudah yang kau pikirkan!""Aku menolakmu, Gus!" jawab Nora. "Tidak! Kau istriku, jika kau masuk ke kamar ini, itu berarti kau adalah is
Di kantor Nora, suasana tempat itu begitu ramai, banyak sekali para pelamar yang datang dan berkerumun untuk melamar pekerjaan sebagai karyawan di perusahaan yang berbasis manufaktur kosmetik. Jelas hari ini ia begitu sibuk, sehingga jam istirahat Nora masih menyempatkan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Rasa lelah dan penat membuatnya menyerah, sejenak ia pergi mencari angin segar untuk menjernihkan otak kanan dan kirinya. Langit yang ditatapnya begitu memikat hati, warna biru langit seolah memberi obat dari segala rasa lelahnya. Seketika kedua matanya beralih ke arah Bagus yang ternyata sedang menunggunya di bawah, bersandar di samping pintu mobil. Ia terus memandang Bagus dari kejauhan, pria yang berbeda, pria yang sebenarnya berkharisma, namun kesederhanaan mampu menutupi kepribadiannya sehingga Nora merasa jika Bagus adalah sosok pria yang begitu misterius. Semalaman suntuk ia terus memikirkan pria itu, Bagus mampu membuat hatinya ketar-ketir, mampu membuatnya dile
Nora terkejut mendengar suara Bagus yang saat ini sudah berada disampingnya. Pria itu datang menemuinya tanpa arahan. "Apa yang membuatmu datang kepadaku, aku sedang tidak membutuhkanmu!" seru Nora, wanita itu mencoba menutupi rasa gugupnya. "Aku suamimu, jadi aku bebas untuk menemuimu!""Hah, haruskah statusmu itu menjadi alasan agar kita bisa bertemu?!" tanya Nora, melirik ke arah Bagus. Bagus tersenyum "Tentu, lebih baik aku yang datang ke ruanganmu, daripada kau kelelahan sesekali menatapku dari jendela!" jawab Bagus. Nora menelan ludah mendengar kalimat Bagus, sontak saja ia merasa salah tingkah. "A--aku sedang sibuk, mungkin nanti saja kita bertemu lagi!""Baiklah, aku tidak akan mengganggumu, ini kubawakan nasi bungkus, baru saja aku membelinya di warung depan, dan tolong dihabiskan ya!" seru Bagus. "Tidak, aku sedang diet! Kau saja yang menghabiskannya?!" sahut Nora.Bagus menghela napasnya, langkah kakinya segera mendekati Nora."Mau aku suapi?" tanya Bagus, saat wajah
Tidak ada yang bisa menggantikan sosok Atun bagi Bagus, gadis soleha yang selalu menolongnya. Cintanya pada Atun begitu tulus dan murni, bahkan ia berusaha bekerja siang dan malam hanya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang, agar bisa meminang sang pujaan hati. Lima tahun yang lalu, Bagus siap meminang sang pujaan hati. Laila, seorang janda yang begitu menggoda, pernikahan sudah di ambang matanya, suasana ramai memenuhi pesekitaran rumah sang janda yang sebentar lagi akan dipinang olehnya. Namun pernikahan itu seketika terdengar riuh dari kejauhan, Bagus dilarang bertemu dengan pengantin wanita itu, oleh seorang ibu tua yang mengetahui kejadian di dalam rumah Laila. Rasa penasaran membuatnya nekat untuk melihat apa yang terjadi di dalam kamar calon pengantin wanita. Semua orang berlari, tidak mau mendekati rumah pengantin wanita itu, sementara Bagus terus berjalan masuk ke dalam rumah mencari kamar wanita itu. Pintu kamar tidak tertutup, sepasang wanita dan pria tengah asik bercumbu.
Semalaman penuh adalah malam yang indah menurut Nora, perlakuan Bagus mampu membuat hatinya melayang jauh, sayangnya pria itu berubah bersikap dingin pagi ini, seakan tidak pernah terjadi sesuatu. Tidak ada senyuman dan sapaan, melainkan tatapan Bagus yang semakin tajam kepada Nora.Jantung Nora berdegup kencang, saat dirinya mencoba memberanikan diri untuk lebih dulu membuka suara. "Gus, soal semalam, jangan pernah katakan pada siapapun ya!" tutur Nora. "Semalam? Ah, aku minta maaf, aku tidak bisa menahan itu!" jawab Bagus santai. Mendengar itu Nora tersenyum malu, entah mengapa pria itu terlihat tampan saat memperlihatkan otot-otot lengannya. Hari ini Nora memilih untuk bekerja dirumah, ia begitu bosan dan penat jika harus mengerjakannya di kantor. Trttt .... Suara ponsel Nora bergetar, seketika dirinya terkesiap melihat nama seseorang di layar gawainya. Tanpa pikir panjang Nora segera menjawab panggilan itu. "Hallo!" seru Nora dan memutar balik tubuhnya membelakangi Bagus.