Share

6 Mengenal Bagus

Saat langit masih gelap, Nora membuka ponselnya, kini ia ingin menghapus semua memori tentang Revan, pria yang dicintainya menolak dirinya, mencinta saja tidak boleh, apalagi melihatnya secara dekat.

Nora menghela napas, hari ini semua berita di media sosial mengabarkan kisah Revan dan Lesia, mereka akan menikah dalam waktu dekat, hatinya semakin retak, pupus semua harapan Nora, ia sudah berusah merebut cintanya kembali, karena is merasa yakin, jika Revan masih memiliki hati padanya.

Semua teman berbondong-bondong menghubungi Nora, merek bertanya tentang status hubungannya dengan Revan sebenarnya seperti apa. Sayangnya ia sudah muak, ia tidak mau menjawab itu semua, tanpa rasa peduli, ia lebih memilih ponselnya di non-aktifkan.

Nora mendengar suara berisik di luar, ia pun segera bangkit dan melihat ke arah jendela, setelah menyingkap horden miliknya.

"Bagus, mau kemana dia?" tanya Nora.

Bagus keluar rumah, dan pergi hanya berjalan kaki, ia memakai baju koko berwarna hitam dan sarung berwarna coklat. Rasa penasaran telah menggelitik benaknya.

Nora segera turun ke bawah, ia melihat suasana masih sepi nampaknya Sora dan Jaki belum bangun, karena jarum jam masih menunjukkan pukul tiga pagi.

"Mau kemana dia? Apa dia mau kabur? Apa dia lupa tentang janjinya padaku? Memang semua laki-laki tidak akan bisa di percaya," pungkasnya.

Nora merasa lapar, namun ia tidak bisa membuat makanan yang biasa Sora masak, ia tidak pandai memasak, ia pun tidak pandai memasak mie instan, mai tidak mau ia harus menunggu Sora bangun dan memintanya untuk membuatkan makanan.

Nora menyalakan televisi, tidak lama suara adzan menggema dengan indah.

"Kok, aku merasa kenal dengan suara itu ya?!" ucapnya.

Nora memilih untuk tidak ambil pusing, saat ini ia sudah merasakan lapar yang sangat mengganggu perutnya dan memaksakannya untuk segera di isi.

"Ah, perutku!" keluhnya.

Bagus masuk ke dalam rumah, ia berniat untuk membuat kopi untuk dirinya, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara rintihan yang ternyata Nora yang sudah tidak tahan lagi menahan rasa laparnya.

"Nona, Nona kenapa?" tanya Bagus, yang ikut terkejut melihat Nora meringkuk kesakitan.

"Ahh, tolong aku Bagus!" seru Nora.

"Tolong apa? Kita ke rumah sakit saja ya!" ajak Bagus.

"Jangan, aku tidak mau!" sergah Nora.

"Kenapa? Nona butuh pertolongan!" seru Bagus, ia sedikit khawatir.

"Tidak, buatkan aku makanan, aku lapar!" tutur Nora, membuat Bagus terdiam seribu bahasa.

"Baiklah, Nona mau kubuatkan apa?" tanya Bagus, ia malas berdebat jika alhasil yang ia buat selalu salah di mata Nora.

"Nasi goreng, yang enak ya!" pinta Nora.

Bagus masih memakai baju koko dan sarung, ia terlihat lihai dalam meracik bumbu, Nora sedikit terhibur melihat Bagus yang pandai memasak.

"Seperti seorang ustadz kalau di lihat-lihat," pungkasnya.

Setelah selesai, Bagus memberikan makanan yang sudah buat untuk sang majikan.

"Hem, wangi banget, duh nggak tahan lagi, aku makan ya!" ucap Nora.

"Tunggu dulu! Baca doa dulu Nona, apa Nona tidak di ajarkan membaca doa sebelum makan?" tanya Bagus.

"Doa apa? Tidak perlu, yang penting perutku kenyang!" jawab Nora.

Bagus hanya diam, dan Nora sudah melahap penuh nikmat nasi goreng buatan Bagus.

Bagus beranjak dari kursi, namun dengan sigap Nora menahan lengan Bagus.

"Temani aku, aku takut sendirian!"

"Hari sudah pagi, tidak perlu takut!" jawab Bagus.

"Apa salahnya menemani istri yang sedang sarapan?" tanya Nora menggoda membuat Bagus menoleh dan al hasil mampu membuat Bagus salah tingkah.

"Duduk di sebelahku, aku ingin bicara!" pinta Nora.

Bagus menuruti perintah Nora, namun entah mengapa jantungnya terus berdebar tidak karuan.

"Bagaimana kabar ibumu?" tanya Nora.

"Alhamdulillah, sudah pulih!" jawab Bagus.

"Syukurlah, aku turut senang!" jawab Nora, sambil mengunyah.

"Jika sudah tidak ada yang ditanyakan lagi, saya permisi ...!"

"Tidak, duduk saja disini!" pinta Nora paksa.

Bagus mengalah, ia berniat untuk mengganti pakaiannya dengan seragam sopir andalannya.

"Gus, kenalkan aku pada orang tuamu!" pinta Nora.

Bagus terjengkit, ia tidak percaya Nora mengucapkan kalimat tersebut.

"Untuk apa?!" tanya Bagus.

"Kok untuk apa? Aku istrimu loh, sah secara negara dan agama!"

Bagus menelan salivanya, ia tidak tahu harus menjawab apa, jika membantah mungkin nyawa yang akan menjadi taruhan karena semua uang yang ia terima sudah diberikan untuk operasi sang ibu.

"Kok diam sih? Kamu tahu kan bagaimana seharusnya suami dan istri itu saling mengenal lebih dalam?"

Wajah Bagus mulai memerah, benar yang dikatakan Nora, mereka sah secara negara dan agama, lalu untuk apa lagi jika mereka tidak melakukan hal yang sewajarnya tentang kehidupan rumah tangga suami dan istri.

Pikiran Bagus berkecamuk, ia melirik Nora yang sudah tandas menghabiskan makanannya.

"Pikirkan itu untukku, jika kau keberatan mengenalkan aku kepada orang tuamu, baiklah, aku tidak akan memaksa!" jelas Nora dan berlalu meninggalkan Bagus yang terdiam mematung bimbang.

***

Nora mendengar suara ketukan pintu di lantai bawah, Sora dan Jaki tengah pergi entah kemana, namun kali ini ia bersedia membukakan pintu untuk tamu yang datang siang hari seperti ini.

"Lesia?" panggil Nora.

"Hai, apa kabar? Bagaimana perasaan hatimu saat ini? Apa sudah membaik?" tanya Lesia.

"Mau apa? Aku tidak mau bertemu dengan wanita tua penghianat seperti kamu, pintu rumah ini pun menolak kedatangan mu!" seru Nora.

"Aku datang hanya untuk memberitahu jika sabtu depan, aku dan mantan terindah mu itu akan menikah, aku harap kamu datang dan menyaksikan betapa bahagianya kami di singasana pengantin!" seru Lesia.

"Oh ya? ternyata kamu masih membutuhkan kehadiranku?" tanya Nora.

Lesia merasa kesal, Nora memang selalu pandai membalikkan perkataannya.

"Baik terserah kamu saja, yang terpenting sebentar lagi aku akan menjadi nyonya Alexander, dan kau semoga cepat mendapatkan pengganti Revan, aku pamit!"

Nora menutup pintunya dengan keras, Lesia sudah menghancurkan semuanya, namun ia tidak boleh gentar, ia harus kuat menghadapi semuanya, jika ia terus bersedih, maka Lesia akan bahagia, seperti sekarang ini.

"Lihat Lesia, aku akan membawa suamiku ke pernikahan kamu dengan Revan!" ucapnya dengan tatapan amarah yang membuncah di dadanya.

Bukan Nora namanya, jika ia tidak bisa membungkam segala cacian sang musuh besarnya. Saat ini dirinya tengah mencari keberadaan Bagus, namun sayang sosok pria itu tidak ditemukan di mana-mana.

Nora pergi ke kamar Bagus, ia mendengar suara berisik dari kamar mandi.

"Apa Bagus sedang mandi?" tanyanya ragu.

Nora menutup pintu kamar Bagus, ia duduk di ranjang Bagus dan melihat beberapa barang bawaan Bagus, ada tas besar, seperangkat alat solat, dan barang-barang lainnya.

Namun, Nora terpaku saat dirinya melihat foto seorang anak perempuan yang berada di atas ranjang.

"Bukankah ini fotoku?" tanya Nora.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status