Share

7 Penawar Luka Hati

Pandangan Nora beralih kepada sosok Bagus yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kedua matanya membola melihat pria yang mematung menatapnya. Rambut hitamnya begitu segar untuk dipandang, terlihat butiran air mengalir, menempel pada kulit yang berwarna sawo matang itu. Tubuh Bagus benar-benar indah, Nora tidak mampu menyembunyikan rasa pesona yang sedang dirasakannya.

"Ada apa Nona? Kenapa Nona masuk ke kamarku tanpa izin?" tanya Bagus, yang mulai salah tingkah saat Nora memandangnya.

"Hei, Nona?!" panggil Bagus lagi. Kali ini Nora yang salah tingkah karena terlalu lama menikmati keindahan sosok pria yang kini ada dihadapannya.

"Ya, begini, aku--hem, aku mencarimu, pintu kamarnya tidak terkunci, aku pikir kau tidak dikamar, oh silakan lanjutkan kegiatanmu!"

Bagus tersenyum melihat tingkah Nona majikannya yang begitu gugup. Awalnya ia merasa malu, namun dipikir kembali, sah-sah saja Nora masuk ke dalam kamarnya, karena mereka terikat hubungan yang halal.

"Nona, apa kau tidak mau keluar dari kamarku?" tanya Bagus lagi, ia berjalan menuju lemari kecil miliknya.

"Ah iya, kau benar, aku harus keluar, di mana pintunya?" tanya Nora, ia benar-benar merasa salah tingkah, wajahnya mulai memerah karena Bagus terus menatapnya.

"Pintunya tidak berpindah, Nona!" celetuk Bagus, membuat Nora semakin malu.

Bagus memakai pakaiannya, sementara Nora menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Kenapa, aku bisa salah tingkah sih?!" tanyanya, yang masih merasa malu.

Nora menunggu Bagus yang masih belum keluar dari kamarnya.

"Nona!" Nora menoleh ke arah Bagus yang sudah terlihat gagah.

"Nona menungguku?!" tanya Bagus lagi.

"Ada yang ingin aku bicarakan kepadamu, tetapi tidak disini!" tutur Nora.

"Hal penting apa Nona?"

Nora menarik tangan Bagus, ia pun melihat ke arah sekeliling rumahnya, memastikan Jaki dan Sora tidak melihatnya menggandeng tangan sang Sopirnya.

"Kita mau kemana Nona?!" tanya Bagus, ia merasa risi dengan sikap Nora yang selalu diam dan tidak menjawab pertanyaannya.

"Sudah diam, jangan berisik, aku tidak mau Jaki dan Sora melihatku menggandeng tanganmu!"

Pria yang bersama Nora lebih memilih untuk mengalah, namun ia tidak menaruh curiga kepada istrinya itu.

"Sekarang kita pergi, aku akan membuka pintu pagarnya!"

"Baik Nona!" sahut Bagus.

Dengan terburu-buru Nora membuka pintu pagarnya, dan Bagus segera melajukan mobilnya keluar rumah, dengan cepat Nora segera masuk ke mobil.

"Nona mau pergi ke kantor?" tanya Bagus, sesekali ia melirik Nora ke belakang.

"Tidak! Aku mau kita ke salon kecantikan saja!" jawab Nora.

"Baik!" sahut Bagus.

Bagus, pria itu semakin menarik untuk di pandangi. Ia baru menyadari jika Bagus adalah pria yang lebih gagah dari Revan, dari setiap pria yang pernah dekat dengannya. Alis tebal, rambut yang sedikit panjang sampai ke telinga membuat Nora kembali memuji suaminya itu.

'Untuk apa aku memandangnya terus menerus, nanti dia pasti akan merasa senang jika terus aku perhatikan!' bisiknya. Nora sendiri mencoba mengusir rasa kekagumannya pada pria yang sedang fokus menyetir itu.

Sesampainya, Nora kembali menarik tangan Bagus, ia bertujuan untuk membuat Bagus lebih terlihat tampan dengan membawanya ke salon kecantikan, yang sudah lama sekali baru ia kunjungi lagi.

"Aku mau diapakan Nona?!"

"Sudah diam, duduk yang manis!" tegur Nora, membuat Bagus terdiam dan memandang wajah Nora dari cermin yang berada dihadapannya.

Nora memegang bahu Bagus, agar Bagus tidak banyak bergerak. "Lihat, rambutmu sudah panjang, kumis dan jambangmu mulai lebat, kau tahu, kau terlihat sexy, tapi aku ingin kau rapih dan ...."

"Dan apa?" tanya Bagus.

"Eh--hem, sudah menurut saja, aku menunggu disana!" ujar Nora, dan berlalu pergi.

Jantungnya berdebar cepat, tanpa disadari ia memuji Bagus, sehingga tatapan mereka bertemu lewat cermin.

"Jangan-jangan Bagus merasa senang, sudah aku puji seperti tadi!"

Bagus merasa risi, ia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Nora padanya saat ini dan ia hanya mampu menuruti perkataan Nora.

Nora memiliki tujuan, ia akan membawa Bagus ke pernikahan sang mantan, ia pun masih memiliki harga diri, tanpa Revan ia masih bisa merasakan kebahagiaan bersama suaminya saat ini. Hatinya masih belum membaik, namun sebagai wanita yang mandiri, ia harus memiliki prinsip. Dunia tidak akan kiamat jika ia berjuang melupakan Revan, salah satu cara agar ia mampu melupakan Revan adalah, membuka hati lagi, dan mencari penawar luka hatinya agar ia mampu melupakan sosok Revan yang pernah mengisi kenangan indah bersamanya.

"Bagus, tolong bantu aku!" ucapnya dengan menatap sang Sopir dari kejauhan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status