Pandangan Nora beralih kepada sosok Bagus yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kedua matanya membola melihat pria yang mematung menatapnya. Rambut hitamnya begitu segar untuk dipandang, terlihat butiran air mengalir, menempel pada kulit yang berwarna sawo matang itu. Tubuh Bagus benar-benar indah, Nora tidak mampu menyembunyikan rasa pesona yang sedang dirasakannya.
"Ada apa Nona? Kenapa Nona masuk ke kamarku tanpa izin?" tanya Bagus, yang mulai salah tingkah saat Nora memandangnya."Hei, Nona?!" panggil Bagus lagi. Kali ini Nora yang salah tingkah karena terlalu lama menikmati keindahan sosok pria yang kini ada dihadapannya."Ya, begini, aku--hem, aku mencarimu, pintu kamarnya tidak terkunci, aku pikir kau tidak dikamar, oh silakan lanjutkan kegiatanmu!"Bagus tersenyum melihat tingkah Nona majikannya yang begitu gugup. Awalnya ia merasa malu, namun dipikir kembali, sah-sah saja Nora masuk ke dalam kamarnya, karena mereka terikat hubungan yang halal."Nona, apa kau tidak mau keluar dari kamarku?" tanya Bagus lagi, ia berjalan menuju lemari kecil miliknya."Ah iya, kau benar, aku harus keluar, di mana pintunya?" tanya Nora, ia benar-benar merasa salah tingkah, wajahnya mulai memerah karena Bagus terus menatapnya."Pintunya tidak berpindah, Nona!" celetuk Bagus, membuat Nora semakin malu.Bagus memakai pakaiannya, sementara Nora menutup wajahnya dengan kedua tangannya."Kenapa, aku bisa salah tingkah sih?!" tanyanya, yang masih merasa malu.Nora menunggu Bagus yang masih belum keluar dari kamarnya."Nona!" Nora menoleh ke arah Bagus yang sudah terlihat gagah."Nona menungguku?!" tanya Bagus lagi."Ada yang ingin aku bicarakan kepadamu, tetapi tidak disini!" tutur Nora."Hal penting apa Nona?"Nora menarik tangan Bagus, ia pun melihat ke arah sekeliling rumahnya, memastikan Jaki dan Sora tidak melihatnya menggandeng tangan sang Sopirnya."Kita mau kemana Nona?!" tanya Bagus, ia merasa risi dengan sikap Nora yang selalu diam dan tidak menjawab pertanyaannya."Sudah diam, jangan berisik, aku tidak mau Jaki dan Sora melihatku menggandeng tanganmu!"Pria yang bersama Nora lebih memilih untuk mengalah, namun ia tidak menaruh curiga kepada istrinya itu."Sekarang kita pergi, aku akan membuka pintu pagarnya!""Baik Nona!" sahut Bagus.Dengan terburu-buru Nora membuka pintu pagarnya, dan Bagus segera melajukan mobilnya keluar rumah, dengan cepat Nora segera masuk ke mobil."Nona mau pergi ke kantor?" tanya Bagus, sesekali ia melirik Nora ke belakang. "Tidak! Aku mau kita ke salon kecantikan saja!" jawab Nora."Baik!" sahut Bagus.Bagus, pria itu semakin menarik untuk di pandangi. Ia baru menyadari jika Bagus adalah pria yang lebih gagah dari Revan, dari setiap pria yang pernah dekat dengannya. Alis tebal, rambut yang sedikit panjang sampai ke telinga membuat Nora kembali memuji suaminya itu.'Untuk apa aku memandangnya terus menerus, nanti dia pasti akan merasa senang jika terus aku perhatikan!' bisiknya. Nora sendiri mencoba mengusir rasa kekagumannya pada pria yang sedang fokus menyetir itu.Sesampainya, Nora kembali menarik tangan Bagus, ia bertujuan untuk membuat Bagus lebih terlihat tampan dengan membawanya ke salon kecantikan, yang sudah lama sekali baru ia kunjungi lagi."Aku mau diapakan Nona?!""Sudah diam, duduk yang manis!" tegur Nora, membuat Bagus terdiam dan memandang wajah Nora dari cermin yang berada dihadapannya.Nora memegang bahu Bagus, agar Bagus tidak banyak bergerak. "Lihat, rambutmu sudah panjang, kumis dan jambangmu mulai lebat, kau tahu, kau terlihat sexy, tapi aku ingin kau rapih dan ....""Dan apa?" tanya Bagus."Eh--hem, sudah menurut saja, aku menunggu disana!" ujar Nora, dan berlalu pergi.Jantungnya berdebar cepat, tanpa disadari ia memuji Bagus, sehingga tatapan mereka bertemu lewat cermin."Jangan-jangan Bagus merasa senang, sudah aku puji seperti tadi!"Bagus merasa risi, ia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Nora padanya saat ini dan ia hanya mampu menuruti perkataan Nora.Nora memiliki tujuan, ia akan membawa Bagus ke pernikahan sang mantan, ia pun masih memiliki harga diri, tanpa Revan ia masih bisa merasakan kebahagiaan bersama suaminya saat ini. Hatinya masih belum membaik, namun sebagai wanita yang mandiri, ia harus memiliki prinsip. Dunia tidak akan kiamat jika ia berjuang melupakan Revan, salah satu cara agar ia mampu melupakan Revan adalah, membuka hati lagi, dan mencari penawar luka hatinya agar ia mampu melupakan sosok Revan yang pernah mengisi kenangan indah bersamanya."Bagus, tolong bantu aku!" ucapnya dengan menatap sang Sopir dari kejauhan.Semalaman Nora tidak bisa tidur, menjelang acara ijab qabul ia hanya mampu berdoa agar semua pelaksanaan pernikahannya lancar. Namun satu hal yang membuatnya merasa aneh saat ini. Temy tidak mengabarinya sama sekali sejak kemarin, dan hanya Rion yang rela menjaga dan menunggunya sampai malam. Jemarinya mengusap layar ponsel, ia akan mencoba menghubungi Temy sekali lagi, dan lagi-lagi hanya suara operator wanita yang menjawab panggilannya. "Kemana kamu Tem?" Rasa takut dan cemas menjadi satu dalam lubuk hatinya. Pasrah karena sudah lelah menghubungi Temy, akhirnya rasa kantuk menghampirinya dan membuatnya terlelap pagi hari ini. Sementara itu di tempat lain, Bagus baru saja menyelesaikan solat subuhnya. Kemarin Temy sudah pergi, pria itu benar-benar pergi ke Korea dan menyerahkan segalanya pada Bagus. Pakaian pengantinnya yang berwarna putih begitu indah bagi Bagus. Sekilas, ia mengingat bagaimana pernikahannya bersama Nora dulu, pakaian seragam sopirnya. Ia hanya tersenyum kecil
Pagi-pagi buta sekali Nora sudah bersiap untuk hari ini. Sudah tiga hari ini Nora tidak pergi ke rumah Temy. Ia terpaksa, karena dengan begini, ia bisa fokus pada Temy, calon suaminya. Dan dua hari lagi adalah hari pernikahannya bersama Temy, saat itu juga ia akan melepas statusnya sebagai seorang janda. Ia menatap dirinya di depan cermin, perlahan ia membuang napasnya. Walaupun Bagus hadir sebagai Rion, ia tidak mungkin meninggalkan Temy. Temy adalah pria yang selalu baik kepadanya, tiada salahnya jika ia pun berkorban demi membalas semua kebaikan Temy. Agenda hari ini adalah mencoba gaun pengantin di butik, dengan rancang desain terkenal. Temy sudah menyiapkan segalanya dengan cepat. Acara ijab qabul akan dilakukan di rumah Nora, dan Temy berjanji akan memberi kejutan pada pesta malam pernikahan mereka. Suara deru mobil terdengar jelas memasuki halaman. Nora bergegas untuk turun dan menemui Temy. Nora berlari ke pintu utama, di sana sudah terlihat Rion yang berdiri dengan tangan k
"Nora berhenti, dengarkan aku dulu!" teriak Temy. Nora terus berlari menjauh, ia tidak mau berhubungan kembali dengan Temy atau Bagus lagi. "Ini semua bisa kita bicarakan baik-baik, jangan pergi lagi Nora." Temy tidak putus asa, ia akan terus mengejar Nora dan tidak akan pernah membiarkannya menghilang. Nora berhenti dan napasnya tersengal, ia baru menyadari jika sudah berlari jauh sekali. Dan ia tampak terkejut melihat Temy tengah berlari mengejarnya. "Kenapa kamu mengikutiku?" Nora memandang kesal ke arah Temy, namun pria itu tetap tersenyum dan berjalan menghampirinya. "Aku ingin menjelaskan semuanya Nora! Maaf aku tidak memberitahumu sejak awal, tapi memang ia adalah adikku!""Kamu bohong, apa ini rencana kamu? Kamu mau membuat aku lebih tidak bisa melupakan dia?""Dengar dulu! Dia adikku Nora, bertahun-tahun kami berpisah. Apa kau lebih tega, membiarkan saudara kandungku terus menjadi orang lain, dia lupa siapa dirinya yang sebenarnya!"Nora terdiam, Temy pun terdiam."Kemba
Seperti kata dokter, sesekali Bagus menginggau dan berteriak dalam tidak sadarkan diri. Temy rasa, Bagus sedang bermimpi tentang masa lalu, hingga terkadang ia harus diberi obat penenang oleh perawat yang menjaganya. Nora tidak pernah bosan untuk menghubungi Temy, sayangnya Temy belum siap menceritakan tentang Bagus kepada Nora. Jemari Bagus bergerak perlahan, kedua matanya terbuka perlahan. Terlihat jelas langit-langit kamar berwarna putih. Temy bangkit dari duduknya, menyambut suka cita Bagus sudah siuman. "Apa kau baik-baik saja?" tanya Temy, tak sabar. Bagus terdiam, ia menatap Temy dengan jelas. Senyumnya merekah, ia mengenali Temy dan berusaha bangun untuk melihat sekelilingnya. "Hati-hati!"Temy membantu Bagus, ia merasa bingung dengan sikap Bagus sesaat setelah siuman. "Dimana aku?" Bagus melihat ke sekelilingnya. "Kau di rumah sakit, kepalamu terbentur, dan kau merasakan sakit kepala yang begitu hebat, hingga membuatmu tidak sadarkan diri selama lima hari!""Kau tetap s
Temy memejamkan kedua matanya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Kedua bahunya bersandar pada daun pintu ruangan di mana Bagus tengah di periksa oleh dokter. Kini segalanya harus bisa ia terima jika takdir mempertemukannya dengan Bagus, adik kandung yang selalu ia cari sejak dulu. "Tak ku sangka jika kamu adikku! Bibi Rusi membohingiku, entah mengapa sebabnya!"Temy mengambil ponselnya, senyumnya mengembang seketika melihat gambar Nora yang terlihat bahagia di layar ponselnya. "Haruskah aku membiarkan Nora bersama Bagus? Padahal, hubungan ini sudah lama ku nantikan!"Air mata Temy menetes perlahan, ia hanya ingin berkumpul dengan orang-orang yang ia cintai. Sampai ia harus bisa menerima pria yang ia anggap sebagai penganggu hubungannya kini adalah adik yang sangat ia rindukan. "Pak Temy!"Mendengar seseorang memanggilnya, Temy segera menghapus air matanya dan berdiri menghadap dokter yang menangani Bagus. "Bagaimana dengan dia?""Tenang saja, keadaan kini membaik, dia merasakan sa
Air matanya mengalir perlahan, memori indah bersama Bagus terulang jelas kini, ada rasa rindu menelusuk di dalam hatinya pada sang mantan suami. Air hujan perlahan membasahi gelapnya ibu kota malam ini. Lima jarinya menghapus air mata di pipi, dan tak lama senyum terukir ketika pria disebelahnya menatap penuh cinta. "Kau suka hujan Nora? Sejak tadi pagi sampai malam, kau tidak pernah lepas untuk melihat hujan deras ini!"Wanita berambut panjang itu menampilkan senyum manisnya. “Karena hujan mengingatkanku pada Bagus!” Suasana menjadi hening sekejap. "Nora, kamu melamun?""Oh, ya Tem! Aku menyukai hujan, terkadang cuacanya membuat hatiku tenang dan damai!"Temy mengangguk, secangkir cappucino ia berikan untuk calon istrinya. "Untukmu, supaya kau tetap hangat!""Terima kasih!"Nora tersenyum sipu, pandangannya menyelidik ke arah Temy, yang terlihat gagah dan berwibawa. Entah mengapa wajah dari dekatnya begitu persis dengan wajah Bagus. “Ayolah Nora, kau sudah berjanji untuk melupa