Beranda / Romansa / Gairah Cinta Yang Berdosa / Bab 3. Pertemuan Tak Disangka

Share

Bab 3. Pertemuan Tak Disangka

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 03:55:03

Kesabaran Cecilia sudah habis sehingga dengan cepat tangan kanannya mendarat kencang di pipi kiri pria itu, begitu Evan kembali berdiri di depannya untuk mengintimidasi.

Evan tertawa sinis lalu dengan cepat kembali mencengkeram pergelangan tangan Cecilia. Kali ini dengan emosi yang lebih meledak. Membuat wanita itu meringis sakit karena cengkeramannya sangat kuat. “Buka matamu, Cecilia! Kau mendapat posisi direktur marketing karena kau adalah tunanganku, padahal kau baru saja lulus kuliah. Kau tidak segenius itu, ingat!” serunya tajam.

Apa yang dikatakan Evan memang tidak sepenuhnya salah. Cecilia baru saja diangkat sebagai direktur marketing perusahaan ini. Padahal dia baru saja lulus S1 Fashion Business di Central Saint Martins. Tentu saja kariernya yang mulus karena campur tangan Evan.

Evan dan Cecilia bertunangan sejak usia Cecilia 18. Perjalanan asmara mereka mulus-mulus saja selama ini. Cecilia sangat mencintai Evan yang menjadi sosok kekasih idaman. Sebelum bau-bau perselingkuhan mulai tercium dan akhirnya Cecilia tidak sengaja menonton video tidak senonoh pria berusia 25 tahun itu dengan sahabatnya sendiri.

“Memangnya kau bisa apa kalau lepas dari tanganku, hah? Evan tertawa mencemooh. Suaranya menggema. “Kau pikir semudah itu melepaskan diri dariku? Resign? Apa kau tidak bisa membaca? Di kontrak bahkan tertulis bahwa pegawai bisa resign dari perusahaan ini setelah minimal lima tahun kerja.” Dia mendekatkan kepala, mendesis tepat di depan wajah Cecilia.

Cecilia terkejut mendengar fakta itu. Namun, dia tak bisa memikirkan hal itu untuk sekarang. Sebab, hati dan kepalanya sudah penuh oleh kata-kata tajam yang merendahkannya. Emosinya seperti akan meledakkan dirinya saat itu juga.

Evan akhirnya mengempaskan Cecilia dengan muak, membuat wanita itu terdorong mundur beberapa langkah. Dia menghela napas, berusaha meredam emosi. “Sekarang kembalilah bekerja. Persiapkan dirimu untuk meeting dengan para pemegang saham. Kau ikut denganku,” titahnya final.

“Tidak akan!” teriak Cecilia. “Aku ke sini untuk mengajukan pengunduran diriku! Silakan kau setujui, agar kau bisa bebas bercinta dengan Bertha tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi dariku!”

Evan yang sudah berhasil menurunkan emosi, akhirnya kembali terbakar mendengar itu. “Baiklah. Resign-mu akan kusetujui ... asal kau berhasil memuaskanku malam ini. Itu sebagai bayaran dari kontrak perjanjian perusahaanku dan kau,” desisnya tajam, tak main-main.

“Kau ternyata sehina itu, Evan ....” Cecilia kehabisan kata-kata. Tak lagi bisa berpikir saat emosi yang memenuhi dadanya kian sulit ditahan.  Dia akhirnya memilih berbalik dan melangkah pergi dengan hati luar biasa terbakar amarah. Segudang umpatan tak henti dilontarkan untuk pria itu meski hanya di dalam hati.

Pengajuan resign-nya yang ditolak mentah-mentah tak seberapa menyakitkan dengan setiap kata yang keluar dari mulut kotor Evan. Cecilia disudutkan habis-habisan, padahal di sini dialah korban. Dia tak mengira Evan memiliki sisi seberengsek itu. Sekarang dia terpaksa harus patuh pada pria itu, tak bisa melepaskan diri. Cecilia marah dengan ketidakberdayaan dirinya.

Sebelumnya, dia akan senang-senang saja kalau terlibat project dengan Evan. Dia selalu bekerja dengan maksimal untuk pria itu. Namun, sekarang rasanya untuk menjalani sebuah meeting saja sangat sulit karena Bertha pasti ikut. Ya, pasti begitu.

Bertha beberapa kali ikut meeting dengan Cecilia dan Evan, padahal posisi wanita itu tidak berhak. Dulu, Cecilia tidak berpikir banyak perihal itu dan senang-senang saja. Sekarang setelah tahu perselingkuhan mereka, Cecilia rasanya tidak kuasa mengambil satu tarikan napas pun di ruangan yang sama dengan kedua manusia berengsek itu.

Meeting dengan para pemegang saham dijadwalkan dilaksanakan pukul 9.30. Cecilia nyaris terlambat satu menit karena harus mengumpulkan keberanian dan menekan emosi yang masih membara di dadanya sebelum bersiap masuk ke ruangan.

Kursi-kursi yang melingkari meja panjang di ruangan itu sudah nyaris terisi semua. Hanya ada tiga kursi yang masih kosong. Pertama, kursi di ujung meja, satu-satunya—sebagai tanda bahwa itu milik orang dengan posisi penting—adalah milik Evan. Kedua, kursi di sisi kiri, yang berhadapan dengan Cecilia, sudah pasti milik Bertha. Kemudian, terakhir, kursi di sisi kiri Cecilia—dia duduk di sisi kanan kursi milik Evan—yang entah milik siapa.

Layar telah disiapkan. Map-map sudah rapi di tangan masing-masing peserta rapat. Rapat siap dimulai, tinggal menunggu Evan selaku direktur utama dan dua orang tersisa yang belum masuk.

Tak lama kemudian, terdengar langkah memasuki ruangan. Evan Langston akhirnya muncul, dengan Bertha yang berjalan menunduk sambil memeluk map di belakang pria itu.

Cecilia menahan diri untuk tak mendengkus atau mengangkat kepala dan melayangkan tatapan tajam pada dua sosok itu. Sebaliknya, dia justru membuang pandangan ke arah lain. Berusaha menjaga agar fokusnya tidak hancur karena emosi pribadi.

Sayangnya, dia sempat sekilas melirik ke arah Bertha. Wanita yang tampil seksi dan menggoda itu melempar senyuman licik ke arahya. Rasanya Cecilia ingin langsung mencakar wajah menyebalkan itu sampai berdarah-darah.

“Selamat pagi, semuanya.” Evan sudah siap memulai rapat. Suaranya bergema tegas di ruangan yang seketika hening.

Namun, tiba-tiba, pintu kaca yang telah ditutup rapat kembali terbuka. Seseorang pria berpostur gagah muncul, berhasil menarik perhatian semua orang, terkecuali Cecilia yang pura-pura sibuk dengan laptop di depannya.

“Saya sepertinya terlambat.”

Suara itu seketika membuat kedua mata Cecilia membola. Suara familier. Suara yang pernah mendesah bersamanya. Tidak mungkin, kan? Namun, aroma maskulin yang familier menyusul kemudian. Cecilia menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya berubah kaku dengan sensasi dingin yang membekukan.

Pria itu lalu dipersilakan duduk di kursi kosong yang berada di sebelah kiri Cecilia. Tampak Cecilia menunduk, berusaha mengintip, tetapi matanya hanya menemukan sepatu hitam yang berhenti di dekat heels-nya.

Kemudian, sosok itu duduk di samping Cecilia. Aroma maskulinnya yang familier langsung menusuk hidung Cecilia lebih kuat. Wanita itu meraskan kepalanya berputar dengan cepat, lalu dijejalkan banyak klip mengenai adegan panas kemarin malam.

“Halo, Nona,” sapa pria itu dengan nada rendah, dan serak begitu seksi. Suara itu sukses membuat Cecilia membeku, dengan mata yang melebar menunjukkan keterkejutan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 92. Extra Chapter Enam

    Pagi menyapa, Charlie, Cameron, dan Caitlin tampak semangat. Weekend telah tiba. Mereka terlihat gembira di kala mendapatkan kabar akan ke mansion Edgar dan Lena—di mana orang tua Evan yang sudah mereka anggap sebagai kakek dan nenek mereka.Harusnya, tiga anak kembar itu memanggil Edgar dan Lena dengan sebutan ‘Paman’ dan ‘Bibi’, tetapi karena Cecilia memanggil mereka dengan sebutan ‘Daddy’ dan ‘Mommy’, maka si kembar harus memanggil mereka dengan sebutan ‘Grandpa’ dan ‘Grandma’.Ya, tentu saja panggilan ‘Grandpa’ dan ‘Grandma’ untuk Edgar dan Lena telah disetujui langsung oleh orang tua Evan itu. Mereka telah menganggap Cecilia seperti putri kandung mereka sendiri, jadi wajar kalau anak-anak Cecilia memanggil mereka dengan sebutan tersebut. Pun tentu hal ini sama sekali tidak dipermasalahkan oleh Charles.“Mommy, aku sudah siap. Ayo kita berangkat!” ajak Caitlin yang tak sabar ingin segera bertemu Edgar dan Lena.“Iya, Mommy, aku juga sudah siap,” sambung Charlie dan Cameron bersama

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 91. Extra Chapter Lima

    “Iya, Mom, kau tenang saja. Charlie, Cameron, dan Caitlin semua baik dan sehat. Aku dan Charles pasti akan menjaga mereka dengan baik,” ucap Cecilia lembut yang kini sedang melakukan panggilan video dengan Daisy.Daisy tersenyum hangat dari seberang sana. “Charlie dan Cameron sudah tidak lagi bertengkar, kan?” tanyanya memastikan.Cecilia menghela napas panjang, mendengar pertanyaan ibunya. “Mom, memiliki anak kembar tiga agak membuatku pusing. Apalagi Charlie dan Cameron sama-sama laki-laki. Mereka kadang akur, tapi juga sering bertengkar. Hal kecil saja mereka ributkan.”“Cecilia, kau harus bersyukur. Di luar sana, banyak wanita yang ingin sekali memiliki keturunan. Kau satu kali hamil langsung diberikan tiga anak hebat. Menurut Mommy, anak laki-laki bertengkar itu sudah biasa. Mereka dibentuk memiliki pola pikir yang kuat dan sudut pandang yang cenderung tegas. Kelak mereka akan menjadi pemimpin. Entah pemimpin di pekerjaan atau pemimpin dalam rumah tangga. Kau harus bisa lebih ber

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 90. Extra Chapter Empat

    Shanghai, China.“Tolong atur waktuku. Aku masih ingin di sini. Aku belum mau kembali.” Seorang pria tampan dengan pakaian santai tetapi penuh karisma tampak melangkah ke luar dari kafe. Kaus hitam polos membungkus tubuh kekarnya, dipaduhkan dengan jin yang membuatnya tampak sangat maskulin.Aarav menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, akibat kebingungan. “Maaf, Tuan, tapi Tuan Edgar meminta Anda untuk segera kembali ke New York. Beliau meminta agar Anda tidak terus-menerus merepotkan paman Anda.”Ya, empat tahun terakhir hidup Evan bisa dikatakan pindah dari satu negara ke negara lain. Pria itu seakan menikmati waktunya untuk berkeliling dunia. Bahkan, dia sampai pernah mengunjungi negara kecil hanya demi memuaskan hasratnya yang ingin menikmati suasana baru.Empat tahun terakhir ini, Evan memang meminta Charles untuk menjadi CEO sementara di Langston Group. Dalam arti, pamannya itu memiliki kekuasaan penuh dalam mengambil keputusan dan tak harus menunggu dirinya.Evan tak menamp

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 89. Extra Chapter Tiga

    Cecilia terbangun dalam keadaan tubuh telanjang yang hanya memakai selimut tebal. Dingin AC membuat wanita itu meringkuk. Beruntung selimut tebal sudah membalut tubuh mulusnya. Matanya masih agak sulit untuk terbuka akibat rasa kantuk diserang habis-habisan oleh sang suami.Cecilia berdesis pelan di kala merasakan pegal di sekujur tubuhnya. Dia menyeka mata dan melihat ke sekeliling kamar. Kepingan memori mulai terkumpul. Lantas, dia menundukkan kepala, melihat dadanya penuh dengan kissmark.Cecilia menghela napas dalam. Tentu dia tahu siapa pelaku utama yang memberikan banyak tanda di dadanya. Dia menoleh ke samping, tetapi dia mendapati ranjang di sampingnya sudah kosong. Entah ke mana suaminya itu pergi. Atau mungkin di saat dia tertidur setelah percintaan panas, sang suami malah tidak di sampingnya?Cecilia merasa kelelahan sampai tak menyadari dia tidur dalam pelukan suaminya atau tidak. Detik itu, dia bermaksud untuk turun dari ranjang, bermaksud untuk memakai pakaian di tubuhny

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 88. Extra Chapter Dua

    Suara pecahan gelas cukup kencang sontak membuat Cecilia yang baru saja selesai mandi langsung terkejut. Pagi menyapa, dia baru saja selesai berendam air hangat dengan sabun susu dan madu. Namun, di kala dia bermaksud ingin memilih pakaian, seketika itu juga raut wajahnya berubah mendengar suara pecahan gelas.“Ya Tuhan, ada apa lagi?” gumam Cecilia menjadi cemas.Hal yang ada di otaknya adalah anak kembarnya membuat masalah di pagi hari. Entah masalah apa. Namun, yang pasti gelas dipecahkan dan tak tahu siapa pelaku sebenarnya. Detik itu, Cecilia buru-buru mengganti pakaiannya dengan dress santai, rambutnya masih digulung handuk.Dalam hal ini, Cecilia tidak mungkin berias. Dia tak memiliki waktu untuk itu. Dia bahkan tak menggunakan riasan apa pun di wajahnya. Hanya memakai pakaian saja. Sebab, tak mungkin dia keluar kamar engan masih memakai bathrobe.“Charlie, Cameron, Caitlin, ada apa ini?” tanya Cecilia cemas, sambil menatap tiga anak kembarnya yang berdiri di dekat pecahan gela

  • Gairah Cinta Yang Berdosa   Bab 87. Extra Chapter Satu

    “No, Charlie, Cameron, berhenti!” Cecilia mendadak nyaris terkena serangan jantung di kala dua anak laki-lakinya itu bergelut dalam sebuah perkelaian. Mereka tampak berapi-api. Pipi bulat mereka sudah memerah akibat amarah yang terlihat.“Kau menyebalkan, Charlie!” teriak Cameron tak mau kalah.“Kau yang menyebalkan!” balas Charlie, si sulung yang juga tak mau kalah dari adiknya. Dia memukul kepala adiknya dengan robot, dan Cameron memukul kepala Charlie menggunakan mainan mobil-mobilannya.Mereka sama-sama menangis di kala merasakan kepala mereka sama-sama sakit. Bayangkan saja, kepala kecil mereka dipukul menggunakan robot dan mobil-mobilan yang ukurannya bukan ukuran kecil. Jadi, wajar kalau mereka sekarang menangis.“Ya Tuhan, kalian ini!” Cecilia langsung mengambil robot dan mobil-mobilan Charlie dan Cameron. Dia tampak kesal, dua anak laki-lakinya itu sulit sekali untuk tenang.“Mommy! Hukum Charlie sekarang!” seru Cameron seraya menunjuk wajah Charlie menggunakan telunjuk mungi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status