Kesabaran Cecilia sudah habis sehingga dengan cepat tangan kanannya mendarat kencang di pipi kiri pria itu, begitu Evan kembali berdiri di depannya untuk mengintimidasi.
Evan tertawa sinis lalu dengan cepat kembali mencengkeram pergelangan tangan Cecilia. Kali ini dengan emosi yang lebih meledak. Membuat wanita itu meringis sakit karena cengkeramannya sangat kuat. “Buka matamu, Cecilia! Kau mendapat posisi direktur marketing karena kau adalah tunanganku, padahal kau baru saja lulus kuliah. Kau tidak segenius itu, ingat!” serunya tajam.
Apa yang dikatakan Evan memang tidak sepenuhnya salah. Cecilia baru saja diangkat sebagai direktur marketing perusahaan ini. Padahal dia baru saja lulus S1 Fashion Business di Central Saint Martins. Tentu saja kariernya yang mulus karena campur tangan Evan.
Evan dan Cecilia bertunangan sejak usia Cecilia 18. Perjalanan asmara mereka mulus-mulus saja selama ini. Cecilia sangat mencintai Evan yang menjadi sosok kekasih idaman. Sebelum bau-bau perselingkuhan mulai tercium dan akhirnya Cecilia tidak sengaja menonton video tidak senonoh pria berusia 25 tahun itu dengan sahabatnya sendiri.
“Memangnya kau bisa apa kalau lepas dari tanganku, hah?” Evan tertawa mencemooh. Suaranya menggema. “Kau pikir semudah itu melepaskan diri dariku? Resign? Apa kau tidak bisa membaca? Di kontrak bahkan tertulis bahwa pegawai bisa resign dari perusahaan ini setelah minimal lima tahun kerja.” Dia mendekatkan kepala, mendesis tepat di depan wajah Cecilia.
Cecilia terkejut mendengar fakta itu. Namun, dia tak bisa memikirkan hal itu untuk sekarang. Sebab, hati dan kepalanya sudah penuh oleh kata-kata tajam yang merendahkannya. Emosinya seperti akan meledakkan dirinya saat itu juga.
Evan akhirnya mengempaskan Cecilia dengan muak, membuat wanita itu terdorong mundur beberapa langkah. Dia menghela napas, berusaha meredam emosi. “Sekarang kembalilah bekerja. Persiapkan dirimu untuk meeting dengan para pemegang saham. Kau ikut denganku,” titahnya final.
“Tidak akan!” teriak Cecilia. “Aku ke sini untuk mengajukan pengunduran diriku! Silakan kau setujui, agar kau bisa bebas bercinta dengan Bertha tanpa harus sembunyi-sembunyi lagi dariku!”
Evan yang sudah berhasil menurunkan emosi, akhirnya kembali terbakar mendengar itu. “Baiklah. Resign-mu akan kusetujui ... asal kau berhasil memuaskanku malam ini. Itu sebagai bayaran dari kontrak perjanjian perusahaanku dan kau,” desisnya tajam, tak main-main.
“Kau ternyata sehina itu, Evan ....” Cecilia kehabisan kata-kata. Tak lagi bisa berpikir saat emosi yang memenuhi dadanya kian sulit ditahan. Dia akhirnya memilih berbalik dan melangkah pergi dengan hati luar biasa terbakar amarah. Segudang umpatan tak henti dilontarkan untuk pria itu meski hanya di dalam hati.
Pengajuan resign-nya yang ditolak mentah-mentah tak seberapa menyakitkan dengan setiap kata yang keluar dari mulut kotor Evan. Cecilia disudutkan habis-habisan, padahal di sini dialah korban. Dia tak mengira Evan memiliki sisi seberengsek itu. Sekarang dia terpaksa harus patuh pada pria itu, tak bisa melepaskan diri. Cecilia marah dengan ketidakberdayaan dirinya.
Sebelumnya, dia akan senang-senang saja kalau terlibat project dengan Evan. Dia selalu bekerja dengan maksimal untuk pria itu. Namun, sekarang rasanya untuk menjalani sebuah meeting saja sangat sulit karena Bertha pasti ikut. Ya, pasti begitu.
Bertha beberapa kali ikut meeting dengan Cecilia dan Evan, padahal posisi wanita itu tidak berhak. Dulu, Cecilia tidak berpikir banyak perihal itu dan senang-senang saja. Sekarang setelah tahu perselingkuhan mereka, Cecilia rasanya tidak kuasa mengambil satu tarikan napas pun di ruangan yang sama dengan kedua manusia berengsek itu.
Meeting dengan para pemegang saham dijadwalkan dilaksanakan pukul 9.30. Cecilia nyaris terlambat satu menit karena harus mengumpulkan keberanian dan menekan emosi yang masih membara di dadanya sebelum bersiap masuk ke ruangan.
Kursi-kursi yang melingkari meja panjang di ruangan itu sudah nyaris terisi semua. Hanya ada tiga kursi yang masih kosong. Pertama, kursi di ujung meja, satu-satunya—sebagai tanda bahwa itu milik orang dengan posisi penting—adalah milik Evan. Kedua, kursi di sisi kiri, yang berhadapan dengan Cecilia, sudah pasti milik Bertha. Kemudian, terakhir, kursi di sisi kiri Cecilia—dia duduk di sisi kanan kursi milik Evan—yang entah milik siapa.
Layar telah disiapkan. Map-map sudah rapi di tangan masing-masing peserta rapat. Rapat siap dimulai, tinggal menunggu Evan selaku direktur utama dan dua orang tersisa yang belum masuk.
Tak lama kemudian, terdengar langkah memasuki ruangan. Evan Langston akhirnya muncul, dengan Bertha yang berjalan menunduk sambil memeluk map di belakang pria itu.
Cecilia menahan diri untuk tak mendengkus atau mengangkat kepala dan melayangkan tatapan tajam pada dua sosok itu. Sebaliknya, dia justru membuang pandangan ke arah lain. Berusaha menjaga agar fokusnya tidak hancur karena emosi pribadi.
Sayangnya, dia sempat sekilas melirik ke arah Bertha. Wanita yang tampil seksi dan menggoda itu melempar senyuman licik ke arahya. Rasanya Cecilia ingin langsung mencakar wajah menyebalkan itu sampai berdarah-darah.
“Selamat pagi, semuanya.” Evan sudah siap memulai rapat. Suaranya bergema tegas di ruangan yang seketika hening.
Namun, tiba-tiba, pintu kaca yang telah ditutup rapat kembali terbuka. Seseorang pria berpostur gagah muncul, berhasil menarik perhatian semua orang, terkecuali Cecilia yang pura-pura sibuk dengan laptop di depannya.
“Saya sepertinya terlambat.”
Suara itu seketika membuat kedua mata Cecilia membola. Suara familier. Suara yang pernah mendesah bersamanya. Tidak mungkin, kan? Namun, aroma maskulin yang familier menyusul kemudian. Cecilia menelan ludah dengan susah payah. Tubuhnya berubah kaku dengan sensasi dingin yang membekukan.
Pria itu lalu dipersilakan duduk di kursi kosong yang berada di sebelah kiri Cecilia. Tampak Cecilia menunduk, berusaha mengintip, tetapi matanya hanya menemukan sepatu hitam yang berhenti di dekat heels-nya.
Kemudian, sosok itu duduk di samping Cecilia. Aroma maskulinnya yang familier langsung menusuk hidung Cecilia lebih kuat. Wanita itu meraskan kepalanya berputar dengan cepat, lalu dijejalkan banyak klip mengenai adegan panas kemarin malam.
“Halo, Nona,” sapa pria itu dengan nada rendah, dan serak begitu seksi. Suara itu sukses membuat Cecilia membeku, dengan mata yang melebar menunjukkan keterkejutan.
“Apa maksud ucapanmu, Charles?” tanya Cecilia dengan nada bingung dan tatapan menuntut jawaban. Wanita cantik itu kini terus menatap Charles yang tampak berbeda dari biasanya.Charles tak langsung menjawab apa yang Cecilia tanyakan. Pria tampan itu membisu dengan kedua mata mengamati baik-baik setiap perubahan di wajah Cecilia.“Jika laki-laki yang kau maksud adalah aku, apa yang akan kau lakukan?” tanya Charles dengan nada tenang.Cecilia menatap kesal Charles. “Kau itu calon suamiku. Jadi, kalau bicara jangan mengada-ada. Tidak perlu berandai-andai kau adalah laki-laki yang aku benci itu. Karena aku tidak mau memikirkan hal konyol dan tidak masuk akal.”Lidah Charles tak langsung mengukir kata di kala Cecilia secara terang-terangan mengatakan tak percaya. Ya, memang tak masuk akal sehat, tetapi dia sendiri tak pernah mengira akan berada di posisi sekarang ini. Posisi di mana membuatnya terjebak dan dilema.“Aku mengenal kakakmu, Cecilia,” ucap Charles tiba-tiba, yang sontak membuat
Pagi menyapa. Aktivitas sarapan bersama keluarga Cecilia begitu hangat. Charles yang terbilang biasa sarapan atau makan malam sendirian, dia mulai terbiasa dengan suasana-suasana sederhana. Ya, Cecilia bukan berasal dari keluarga kaya, itu yang membuat suasana kekeluargaan sangat melekat.Charles melihat kesederhanaan dan kehangatan di keluarga Cecilia, membuat hatinya seakan melepas rindu. Kehangatan sudah lama tak dia rasakan. Dulu, di kala kedua orang tuanya masih ada, dia pernah merasakan—walau kedua orang tuanya itu jelas terkenal sangat sibuk. “Cecilia, kapan kira-kira kau akan kembali ke London?” tanya Daisy penasaran.Cecilia yang mendapatkan pertanyaan dari ibunya, langsung menoleh menatap Charles. “Mungkin Charles akan menjawabnya, Mom.”Daisy mengalihkan pandangannya, menatap Charles, menunggu jawaban yang dia tanyakan tadi.“Beberapa hari lagi aku akan membawa Cecilia kembali ke London,” jawab Charles tenang.Daisy tersenyum. “Aku nanti akan membawakan roti buatanku. Tolo
Malam biasanya sunyi, tetapi kali ini cukup ramai karena ada Charles dan Cecilia. Dua insan itu masih berada di rumah keluarga Cecilia yang ada di Marple. Mereka masih belum kembali ke London karena Cecilia masih ingin melepas rindu pada kedua orang tuanya.Makanan lezat telah terhidang di atas meja. Cecilia malam itu membantu Daisy membuatkan makanan. Tidak terlalu berat, jadi Cecilia tak akan mungkin kelelahan. Lagi pula, memasak bersama ibunya adalah hal yang dia rindukan.“Makanan sudah siap semua. Ayo kita makan,” ajak Daisy hangat sambil duduk di samping sang suami.Corey mengangguk dan mempersilakan semua orang untuk makan.Makan malam berlangsung. Semua orang menikmati makanan yang terhidang, hanya Charles yang sejak tadi tampak seakan memaksa untuk makan. Malam itu, dia terlihat berbeda, seolah ada yang dia pikirkan.“Charles? Kau suka dengan makanan buatanku dan Cecilia, kan?” tanya Daisy sambil menatap Charles hangat.Charles langsung membuyarkan lamunannya di kala mendengar
Beberapa tahun sebelumnya ...“Charles, tunggu aku!”Seorang perempuan cantik berambut pirang dan bermata abu-abu berlari mengejar Charles. Namun sayangnya langkah Charles tak pernah berhenti. Lelaki tampan itu seakan mengabaikan perempuan yang mengejarnya.“Charles! Ck! Kau kenapa pergi meninggalkanku?” Perempuan itu berhasil menyusul Charles. Dia langsung bergelayut manja di lengan lelaki tersebut.Charles mengembuskan napas kasar dan menatap dingin perempuan yang memeluk lengannya itu. “Violet, aku sudah bilang padamu, berhenti menggangguku! Apa kau tuli?”Violet tampak kesal. “Kau tidak bisa menghentikan hubungan kita tiba-tiba. Aku mencintaimu, Charles! Aku tidak akan pernah melepaskanmu sampai kapan pun!”Charles muak mendengar ucapan gila perempuan yang terobsesi padanya itu. “Hubungan apa yang kau maksud? Kau dan aku tidak pernah memiliki hubungan khusus. Semua hanya atas didasari senang-senang semata. Jadi, berhenti mengejarku!”Violet menggeleng, menunjukkan sisi keras kepal
The Moreau Bakehouse adalah toko roti milik Daisy yang cukup dikenal di Marple. Meski hanya kota kecil, banyak pengunjung singgah di toko roti ibu Cecilia itu.Seperti saat ini, toko roti itu sudah diserbu oleh pembeli tepat di kala baru saja dibuka. Ada dua karyawan yang membantu ibu Cecilia di toko roti itu. Pun tentu Cecilia yang katanya hanya duduk, turut membantu melayani pembeli.Toko roti ini ada sudah sejak Cecilia berusia lima tahun. Bisa dikatakan toko roti ini membantu keuangan keluarga Cecilia. Ayah Cecilia hanya karyawan biasa di salah satu perusahaan swasta dan memiliki gaji yang sekadar dikatakan cukup.Berkat ketekunan Daisy, hidup Cecilia cukup baik. Walau tidak bergelimang harta, sejak kecil dia tak pernah merasakan kekurangan. Terbukti Cecilia bisa selesai kuliah dan tinggal di London—yang terkenal sebagai kota mahal.“Apa kau Cecilia, anak Daisy?” tanya salah satu wanita yang merupakan seorang pembeli.Cecilia tersenyum pada pembeli yang mengenalinya. “Ya, aku Ceci
Ruang makan sederhana tampak tertata dengan rapi. Cecilia bersama Charles dan ibunya duduk di kursi meja makan sembari menikmati makanan yang terhidang di atas meja. Keheningan terselimuti, dan ada sedikit kecanggungan akibat kejadian di mana Daisy memergoki Cecilia dan Charles bermesraan.Orang tua Cecilia memang sudah memberikan restu, hanya saja Cecilia masih sedikit malu jika bermesraan dengan Charles di hadapan kedua orang tuanya. Mungkin lebih tepatnya, Cecilia belum terbiasa.“Cecilia, banyaklah makan sayur. Kau sedang hamil,” kata Daisy mengingatkan Cecilia.Cecilia menganggukkan kepalanya, berusaha untuk tenang. “Mom, kenapa Daddy tidak ikut sarapan dengan kita?” tanyanya pelan.“Daddy-mu ada rapat mendadak. Bosnya menghubunginya tadi malam. Jadi, dia tidak bisa ikut sarapan dengan kita. Tapi, tadi dia bilang akan mengusahakan pulang lebih awal,” jawab Daisy memberi tahu.“Ah, begitu.” Cecilia mengangguk paham.Daisy mengalihkan pandangannya, menatap Charles. “Charles, makanl