Otak Cecilia menjadi blank di kala melihat sosok pria yang harusnya tak dia temui lagi, tapi ternyata ada di dekatnya. Matanya sampai melebar menunjukkan keterkejutan. Lidahnya mendada kelu, tak mampu merangkai kata sedikit pun. Apalagi di kala pria itu menyapanya, tidak ada yang bisa dia katakan. Semua di pikirannya seakan kacau.
Cecilia tampak duduk dengan gelisah, bercampur dengan rasa ketakutan. Matanya sampai berkedip beberapa kali, guna memastikan bahwa semua yang dia lihat ini adalah ilusi semata, tetapi sialnya ketika mata kembali terbuka setelah beberapa kali berkedip, ternyata ini semua adalah nyata, bukan ilusi.
What the fuck? Kenapa pria itu di sini! Cecilia menjerit dalam hati, merutuki nasibnya yang sial.
Ya, kemunculan pria yang menghabiskan malam panas dengannya kemarin benar-benar membuat tubuhnya panas dingin. Panas saat ingat setiap sentuhan pria itu yang memabukkan. Dingin karena rasa gugup yang kian pekat serta rasa takut yang terus merayap.
Cecilia ingin beranjak meninggalkan ruang rapat itu, tetapi dia sadar bahwa dia tak bisa melakukan itu. Ancaman sialan Evan, membuatnya tak berkutik. Dia bagaikan terkurung di dalam jeruji besi yang pintunya bahkan bisa terbuka. Hanya saja, dia belum bisa melarikan diri untuk sekarang ini. Entah, bagaimana dengan selanjutnya, karena kontrak kerja sialan yang dia tanda tangani adalah dia harus mengabdi di perusahaan mantan tunangannya minimal lima tahun. Ini memang sudah gila.
“Sebelumnya, aku ingin memperkenalkan seorang penting kepada kalian.” Evan berdiri, menatap tamu yang dia nantikan. Tampak aura wibawa begitu kental di wajahnya.
Semua orang menatap sopan Evan, menunggu Evan melanjutkan ucapan.
“Sosok yang baru datang adalah sosok yang penting. Beliau merupakan salah satu pemegang saham yang baru sekarang ini dapat mengikuti rapat. Beliau cukup lama meninggalkan London, menetap tinggal di Tuscany. Tentu momen kedatanganya sangat dinantikan. Merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya karena hari ini beliau dapat muncul di tengah-tengah kita,” kata Evan dengan senyuman lebar di akhir. Tutur katanya penuh oleh kesan bahagia. Membuat banyak orang mulai merasa tertarik pada sosok yang dimaksud.
Kemudian, Evan mengarahkan telapak tangan kanannya untuk menunjuk sebuah arah. Tampak jelas Cecilia terkejut begitu dirinya menjadi pusat perhatian. Namun, tidak, bukan dia. Sebab, pria yang duduk di sampingnya tiba-tiba berdiri.
“Paman Charles Langston, salah satu pemegang saham sekaligus pamanku. Beliau adalah adik kandung ayahku yang sudah lama meninggalkan Londin,” ujar Evan mengumumkan. Dia terang-terangan mengumumkan ikatan saudara dengan pria yang berdiri itu.
Cecilia sontak mengangkat pandangan dengan jantung serasa berhenti berdetak. P–paman ...? Apa aku salah dengar? batinnya, tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
“Paman Charles, terima kasih telah menghadiri rapat, padahal aku mendapatkan informasi bahwa Paman baru saja kembali dari Tuscany.” Evan berbicara dengan nada ramah. Hanya ditanggapi senyuman lebar dan anggukan singkat oleh Charles. “Paman Charles, mungkin ada tambahan untuk perkenalan dirimu?” tanyanya penuh rasa hormat, dan sopan.
“Tidak ada.” Charles menjawab singkat.
Suaranya yang berat dan bernada tegas itu seketika membuat Cecilia membeku kaku. Jantungnya berdentam-dentam hebat.
A–aku ... aku sudah bercinta dengan paman mantan tunanganku sendiri?
Keterkejutan itu tidak bisa ditutupi lagi di wajahnya. Cecilia terlalu terkejut sampai tidak bisa cepat-cepat menguasai diri. Sekarang dia sibuk mengembalikan fungsi tubuhnya yang sempat membeku saat mendengar fakta mengejutkan itu.
Ti–tidak mungkin .... Bagaimana bisa?
Cecilia mencoba menelan ludah, tetapi rasanya teramat susah. Kedua matanya yang membola bahkan sulit untuk mengedip. Tubuhnya sudah gemetar kecil di kursinya. Mendadak dia seperti duduk di atas gunung berapi aktif yang sewaktu-waktu bisa meledak dengan dahsyat. Menghancurkannya.
Charles menyadari kegugupan hebat yang dialami Cecilia. Ekor matanya bisa melihat bagaimana wanita itu seperti akan mati sekarat. Sejak tadi, pria tampan itu bahkan diam-diam terus mengamati gerak-gerik wanita yang duduk di sampingnya. Sebuah pemandangan yang menarik.
Setelah perkenalan singkat itu, Evan kemudian menyuruh Charles untuk duduk kembali. Charles duduk tanpa banyak kata. Dia sedikit merapikan jas, berdeham pelan. Namun, jelas itu untuk menegur Cecilia dan menyadarkan wanita tersebut dari keterkejutan.
Di depan, Evan lanjut berbicara beberapa patah kata. Sementara Cecilia tak terlalu mendengar karena sekarang dia benar-benar sangat ketakutan. Bahkan, untuk menarik satu helaan napas pun rasanya sulit.
Charles, pria yang sejak tadi menguarkan aura intimidasi, sekarang benar-benar seperti akan membunuhnya. Membunuhnya dengan fakta memalukan yang terjadi di antara mereka.
“Untuk mendukung rencana itu, saya secara resmi menunjuk direktur marketing kita, Cecilia Moreau, sebagai penanggung jawab utama atas strategy marketing kita yang baru untuk brand fashion yang sekarang kita fokuskan. Tentu kredibilitas dan kinerja Nona Moreau menjadi pertimbangan terkuat sehingga saya mengambil keputusan ini. Kemudian, saya menunjuk Berta Stone sebagai asisten untuk membantu Cecilia.”
Pengumuman Evan berikutnya membuat Cecilia nyaris serangan jantung. Keterkejutannya akan fakta bahwa Charles adalah paman Evan bahkan belum surut, sekarang dia harus mendengar pernyataan Evan bahwa dirinya harus menjadi penanggung jawab utama, dengan Bertha berperan sebagai asisten.
Oh, astaga. Adakah kejutan hari ini yang lebih buruk dari ini?
Wajah Cecilia merah padam dengan cepat, terlebih saat dia tidak sengaja bertatapan dengan Bertha. Mantan sahabatnya itu tampak melontarkan tatapan menantang yang membuat Cecilia ingin menggebrak meja.
“Aku sangat menantikan kinerjamu yang maksimal dan memuaskan, Cecilia,” bisik sebuah suara berat tepat di telinga kiri Cecilia. Mengalihkan perhatian wanita itu.
Cecilia setengah membanting wajah dan menatap nyalang pada Charles. Ketakutan, keterkejutan, dan amarah menyatu dalam sepasang matanya. Hal itu justru diperparah saat melihat seringai miring di wajah Charles.
“Aku yakin, kau tahu cara melakukan yang terbaik.” Charles melanjutkan, masih dengan bisikan nakalnya.
Cecilia berjengit tanpa suara. Tangannya menjadi gemetar ketakutan. Namun, dia berusaha untuk sekuat mungkin tetap tenang. Tampak dia secara otomatis melemparkan tatapan peringatan pada Charles, sedangkan pria itu hanya membalas dengan tatapan menunjukkan seolah penuh kemenangan.
Charles Langston sepertinya tidak punya niat untuk menyimak lebih dalam pada apa yang diucapkan keponakannya. Sepanjang waktu sisa rapat, pria tampan itu hanya terus menatap Cecilia yang tampak panik. Wajah panik wanita itu membuatnya benar-benar gemas. Namun, justrudia senang melihat Cecilia panik dan ketakutan setengah mati.
Rapat akhirnya selesai dan Cecilia merasa tubuhnya masih terlalu tegang untuk bergerak. Padahal dia ingin cepat-cepat meninggalkan ruangan, membebaskan diri dengan menghirup udara segar sebanyak yang paru-parunya bisa. Sebab, sejak tadi dia banyak menahan napas.
Terpaksa mengikuti rapat dan mendapatkan mandat dadakan dari Evan yang membuatnya mau tidak mau harus bekerja sama dengan Bertha. Kemudian, Charles yang tidak berhenti menatapnya benar-benar membuatnya ingin menangis kencang saking emosi.
Ruangan mulai lengang setelah satu per satu peserta rapat keluar sambil berbincang santai. Ada yang hanya basa-basi, ada juga yang lanjut membahas salah satu topik di dalam rapat. Evan juga pergi dengan Bertha. Mereka terlihat berbincang membahas rapat karena Bertha terdengar meminta saran. Padahal Cecilia paham bahwa wanita ular itu sedang memancing Evan untuk mendapatkan sedikit kemesraan terselubung.
Ketika benar-benar hanya tersisa dirinya sendiri di dalam ruangan, satu tarikan napas panjang mengawali runtuhnya pertahanan diri Cecilia. Tubuhnya gemetar pelan di kursi yang masih diduduki. Terlalu tegang karena sejak tadi mati-matian menahan gejolak emosi yang kian bertumpuk-tumpuk. Beragam ketakutan mulai melingkupi, membatasi ruang geraknya.
Jangan sampai kejadian malam itu bocor ..., batin Cecilia sambil mencoba berpegangan ke kursi, berusaha untuk bangkit berdiri. Dadanya masih teramat sesak, dia kesulitan mengambil napas karena semua gejolak itu belum juga redam.
Setelah berhasil berdiri dengan imbang, Cecilia mengambil langkah pertama untuk segera meninggalkan ruangan. Langkahnya tertatih-tatih. Dia ingin pergi ke tempat terbuka, untuk membebaskan paru-parunya dan melepaskan beban di dadanya.
Setelah berjalan terseok-seok, Cecilia akhirnya berhenti di sebuah lorong yang sepi. Tubuhnya segera merapat ke ceruk dinding yang cukup baik untuk menyembunyikan dirinya dari tatapan orang-orang lewat.
Cecilia luruh untuk kedua kali. Paru-parunya mengambil napas dengan rakus. Tubuhnya masih gemetar hebat.
Ini gila. Ini sungguh neraka! Cecilia membatin dengan kalap. Bagaimana bisa aku berada di satu ruangan dengan orang-orang berengsek itu? Dia mengatur napas yang berembus keras. Paru-parunya belum berfungsi dengan baik. Takut. Gugup. Marah. Semua perasaan itu membuat tubuhnya panas dingin.
Fakta bahwa aku bercinta dengan paman mantan tunanganku sendiri benar-benar membuatku nyaris gila detik ini juga! Cecilia tidak ketinggalan mengumpati dirinya sendiri yang sudah bertindak bodoh dan ceroboh. Oh, astaga. Aku memang sudah gila.
Dia mengusap kasar wajahnya berkali-kali, sampai rambutnya nyaris kusut. Rasa putus asa kesal dan emosi pada dirinya sendiri, membuatnya benar-benar tak bisa terkendalikan.
“Tidak baik menggosok wajahmu dengan sekasar itu. Nanti kau terluka.”
Cecilia memekik tertahan, kontan menegakkan tubuh begitu mendengar suara yang familier itu. Serak dan berat. Mendadak dia ingat bagaimana pria itu mendesahkan namanya.
“Apa maksud ucapanmu, Charles?” tanya Cecilia dengan nada bingung dan tatapan menuntut jawaban. Wanita cantik itu kini terus menatap Charles yang tampak berbeda dari biasanya.Charles tak langsung menjawab apa yang Cecilia tanyakan. Pria tampan itu membisu dengan kedua mata mengamati baik-baik setiap perubahan di wajah Cecilia.“Jika laki-laki yang kau maksud adalah aku, apa yang akan kau lakukan?” tanya Charles dengan nada tenang.Cecilia menatap kesal Charles. “Kau itu calon suamiku. Jadi, kalau bicara jangan mengada-ada. Tidak perlu berandai-andai kau adalah laki-laki yang aku benci itu. Karena aku tidak mau memikirkan hal konyol dan tidak masuk akal.”Lidah Charles tak langsung mengukir kata di kala Cecilia secara terang-terangan mengatakan tak percaya. Ya, memang tak masuk akal sehat, tetapi dia sendiri tak pernah mengira akan berada di posisi sekarang ini. Posisi di mana membuatnya terjebak dan dilema.“Aku mengenal kakakmu, Cecilia,” ucap Charles tiba-tiba, yang sontak membuat
Pagi menyapa. Aktivitas sarapan bersama keluarga Cecilia begitu hangat. Charles yang terbilang biasa sarapan atau makan malam sendirian, dia mulai terbiasa dengan suasana-suasana sederhana. Ya, Cecilia bukan berasal dari keluarga kaya, itu yang membuat suasana kekeluargaan sangat melekat.Charles melihat kesederhanaan dan kehangatan di keluarga Cecilia, membuat hatinya seakan melepas rindu. Kehangatan sudah lama tak dia rasakan. Dulu, di kala kedua orang tuanya masih ada, dia pernah merasakan—walau kedua orang tuanya itu jelas terkenal sangat sibuk. “Cecilia, kapan kira-kira kau akan kembali ke London?” tanya Daisy penasaran.Cecilia yang mendapatkan pertanyaan dari ibunya, langsung menoleh menatap Charles. “Mungkin Charles akan menjawabnya, Mom.”Daisy mengalihkan pandangannya, menatap Charles, menunggu jawaban yang dia tanyakan tadi.“Beberapa hari lagi aku akan membawa Cecilia kembali ke London,” jawab Charles tenang.Daisy tersenyum. “Aku nanti akan membawakan roti buatanku. Tolo
Malam biasanya sunyi, tetapi kali ini cukup ramai karena ada Charles dan Cecilia. Dua insan itu masih berada di rumah keluarga Cecilia yang ada di Marple. Mereka masih belum kembali ke London karena Cecilia masih ingin melepas rindu pada kedua orang tuanya.Makanan lezat telah terhidang di atas meja. Cecilia malam itu membantu Daisy membuatkan makanan. Tidak terlalu berat, jadi Cecilia tak akan mungkin kelelahan. Lagi pula, memasak bersama ibunya adalah hal yang dia rindukan.“Makanan sudah siap semua. Ayo kita makan,” ajak Daisy hangat sambil duduk di samping sang suami.Corey mengangguk dan mempersilakan semua orang untuk makan.Makan malam berlangsung. Semua orang menikmati makanan yang terhidang, hanya Charles yang sejak tadi tampak seakan memaksa untuk makan. Malam itu, dia terlihat berbeda, seolah ada yang dia pikirkan.“Charles? Kau suka dengan makanan buatanku dan Cecilia, kan?” tanya Daisy sambil menatap Charles hangat.Charles langsung membuyarkan lamunannya di kala mendengar
Beberapa tahun sebelumnya ...“Charles, tunggu aku!”Seorang perempuan cantik berambut pirang dan bermata abu-abu berlari mengejar Charles. Namun sayangnya langkah Charles tak pernah berhenti. Lelaki tampan itu seakan mengabaikan perempuan yang mengejarnya.“Charles! Ck! Kau kenapa pergi meninggalkanku?” Perempuan itu berhasil menyusul Charles. Dia langsung bergelayut manja di lengan lelaki tersebut.Charles mengembuskan napas kasar dan menatap dingin perempuan yang memeluk lengannya itu. “Violet, aku sudah bilang padamu, berhenti menggangguku! Apa kau tuli?”Violet tampak kesal. “Kau tidak bisa menghentikan hubungan kita tiba-tiba. Aku mencintaimu, Charles! Aku tidak akan pernah melepaskanmu sampai kapan pun!”Charles muak mendengar ucapan gila perempuan yang terobsesi padanya itu. “Hubungan apa yang kau maksud? Kau dan aku tidak pernah memiliki hubungan khusus. Semua hanya atas didasari senang-senang semata. Jadi, berhenti mengejarku!”Violet menggeleng, menunjukkan sisi keras kepal
The Moreau Bakehouse adalah toko roti milik Daisy yang cukup dikenal di Marple. Meski hanya kota kecil, banyak pengunjung singgah di toko roti ibu Cecilia itu.Seperti saat ini, toko roti itu sudah diserbu oleh pembeli tepat di kala baru saja dibuka. Ada dua karyawan yang membantu ibu Cecilia di toko roti itu. Pun tentu Cecilia yang katanya hanya duduk, turut membantu melayani pembeli.Toko roti ini ada sudah sejak Cecilia berusia lima tahun. Bisa dikatakan toko roti ini membantu keuangan keluarga Cecilia. Ayah Cecilia hanya karyawan biasa di salah satu perusahaan swasta dan memiliki gaji yang sekadar dikatakan cukup.Berkat ketekunan Daisy, hidup Cecilia cukup baik. Walau tidak bergelimang harta, sejak kecil dia tak pernah merasakan kekurangan. Terbukti Cecilia bisa selesai kuliah dan tinggal di London—yang terkenal sebagai kota mahal.“Apa kau Cecilia, anak Daisy?” tanya salah satu wanita yang merupakan seorang pembeli.Cecilia tersenyum pada pembeli yang mengenalinya. “Ya, aku Ceci
Ruang makan sederhana tampak tertata dengan rapi. Cecilia bersama Charles dan ibunya duduk di kursi meja makan sembari menikmati makanan yang terhidang di atas meja. Keheningan terselimuti, dan ada sedikit kecanggungan akibat kejadian di mana Daisy memergoki Cecilia dan Charles bermesraan.Orang tua Cecilia memang sudah memberikan restu, hanya saja Cecilia masih sedikit malu jika bermesraan dengan Charles di hadapan kedua orang tuanya. Mungkin lebih tepatnya, Cecilia belum terbiasa.“Cecilia, banyaklah makan sayur. Kau sedang hamil,” kata Daisy mengingatkan Cecilia.Cecilia menganggukkan kepalanya, berusaha untuk tenang. “Mom, kenapa Daddy tidak ikut sarapan dengan kita?” tanyanya pelan.“Daddy-mu ada rapat mendadak. Bosnya menghubunginya tadi malam. Jadi, dia tidak bisa ikut sarapan dengan kita. Tapi, tadi dia bilang akan mengusahakan pulang lebih awal,” jawab Daisy memberi tahu.“Ah, begitu.” Cecilia mengangguk paham.Daisy mengalihkan pandangannya, menatap Charles. “Charles, makanl