Hari ini author up satu bab dulu. Istirahat sedikit dan besok baru update 2 seperti biasa ya. Selamat malam Jumat guys! Semoga malam kalian fun!
“Jangan sembarangan!”Sebuah seruan bergema dalam ruangan kantor mewah milik kepala Keluarga Smith yang terhormat.“Tidak mungkin adikku melakukan hal seperti itu!” Pemilik ruangan, yang tak lain dan tak bukan ialah Tom Smith, menampakkan sikap tersingung ketika mendengar ucapan tamunya. “Bahkan jika Helen memiliki emosi yang tidak stabil, tapi adikku itu bukanlah seorang pembunuh!” tegasnya dengan penuh keyakinan.Namun, bahkan di hadapan keyakinan yang begitu kuat, pandangan dingin tamu Tom sama sekali tidak mencair. Pria dengan kaki jenjang yang disilangkan itu memandang kepala Keluarga Smith tersebut dengan netra birunya.“Jadi, aku berbohong?” Suara dalam milik sang tamu membuat tubuh Tom bergetar. “Itu maksudmu?”Dengan usaha untuk tenang, Tom pun menyandarkan punggungnya di sofa. “Adam, bukan begitu maksudku.” Dia menghela napas, terlihat frustrasi karena tetap harus menjaga sikap ketika berhadapan dengan pewaris Keluarga Dean itu. “Kamu membenci Helen karena kamu menganggap di
‘Mungkinkah, Tom Smith memiliki hubungan dengan … kematian Rosa?’ tanya Adam dalam hati. Namun, walau ingin mengetahui alasannya, tapi Adam tahu bahwa kepala Keluarga Smith itu tidak akan memberitahunya apa pun. Dengan kesimpulan tersebut, akhirnya pewaris Keluarga Dean itu memutuskan bahwa ini saatnya menutup percakapan. “Sebagai kerabat dekat ayahku, aku datang kemari untuk memberikan Paman sebuah kesempatan.” Adam melanjutkan dengan tatapan tajam terarah kepada Tom. “Demi keberlangsungan Grup Smith, akan jauh lebih baik untuk mempertahankan status netralmu dengan diriku.” Kalimat Adam membuat Tom membeku. Kesempatan? Tom ingin sekali tertawa mendengar kata itu terlontar dari bibir Adam. Tidak perlu orang cerdas untuk tahu bahwa apa yang baru saja pewaris Keluarga Dean itu katakan merupakan sebuah ancaman! ‘Jika ingin keluarga dan perusahaanmu selamat, maka apa pun yang terjadi di antara Helen dan diriku, jangan ikut campur. Kalau memungkinkan, kendalikan adik gilamu itu.’ Itu ad
“Pak, apakah memberi tahu kepala Keluarga Smith perihal Nyonya Helen merupakan keputusan yang baik?” tanya Julian yang sekarang berada di lift bersama Adam, dalam perjalanan mereka meninggalkan kantor Grup Smith. “Bukankah ini membuat Keluarga Smith lebih waspada terhadap gerak-gerik kita? Selain itu, mengenai Rosa Smith ….” Adam mengerti keraguan Julian, tapi dia memiliki alasan kenapa harus begitu terbuka terhadap Tom Smith. “Keluarga Smith merupakan pengendali informasi dunia atas Capitol, memberitahunya perihal Helen akan berguna apabila sesuatu terjadi pada wanita itu.” “Apabila … sesuatu terjadi?” Julian mengulangi ucapan Adam. Di saat itulah dia baru mengerti. Sebagai pengendali informasi, Keluarga Smith mahir dalam menyembunyikan skandal. Salah satu contohnya adalah perselingkuhan Henry dengan Helen yang ditekan mati-matian di hadapan publik, membuat sebagian besar orang tidak sepenuhnya tahu bahwa perselingkuhan keduanya terjadi sebelum Diandra menjadi gila. Di mata publ
“N-Nona Lili! Tolong berhenti!” seru salah seorang pelayan yang sedang berlari mengejar dua bocah mungil di hadapan. Napasnya terdengar begitu berat, kentara telah melakukan hal tersebut untuk waktu yang lama. Tepat di belakang pelayan tersebut, seorang pelayan lain ikut merengek, “Nona Muda, Tuan Muda, kami menyerah, oke? Kalian menang!” Keringat mengalir deras menuruni wajahnya, membuatnya seakan sedang menangis. “Aku tidak kuat berlari lagi!” Dia pun berakhir terkapar di tanah. Walau sudah melihat hal tersebut, tapi dua bocah mungil di hadapan sama sekali tidak berhenti. Mereka malah terlihat semakin senang, melukiskan senyuman penuh kemenangan di bibir. Wajah mereka memancarkan semangat membara kala menghindari kejaran para pelayan. Mereka tidak merasa salah, lagi pula sesuai aturan mainnya, para pelayan harus menangkap mereka yang memegang bola. Melihat seorang pelayan mendekati Liam, Lili pun berseru, “Liam! Lempar ke sini! Ke sini!” Tangan mungil gadis itu terangkat tinggi. R
“Eric Rickson, teman sekelasku,” jawab Liam dengan sedikit pasrah. Namun, dengan cepat wajahnya berubah dipenuhi tekad. “Tapi, dia menghina Mama, jadi Liam tidak bisa diam saja!” ‘Menghina Evelyn?’ ulang Adam dalam hati dengan wajah menggelap. “Apa yang bocah itu katakan?” Tahu bahwa sang ayah ikut marah, Liam pun semakin menggebu-gebu dalam bercerita, “Ya, Pa! Awalnya, Eric hina aku dan Lili! Katanya, aku dan Lili anak dari wanita tidak benar yang hamil di luar nikah!” ‘Apa?’ Adam menggeram dalam hati, siap menerkam bocah bernama Eric itu kalau dia sempat melihatnya di lain hari. Kentara pancaran matanya yang biasa sedingin es berubah bak api membara. “Padahal aku sudah cerita kalau Papa dan Mama akan segera menikah, tapi dia terus hina Mama sebagai perebut calon suami orang lain!” tutur Liam dengan emosi, merasa tidak terima dengan hinaan yang diterima ibunya. “Perebut … calon suami orang lain?” Mengesampingkan amarah karena putra-putrinya harus mendengar hinaan seperti itu
Netra hitam Evelyn menatap ke arah Adam, mengulangi ucapan pria tersebut dalam hati. ‘Melanggar aturan untuk orang terkasih ….’ Kemudian, wanita itu pun tersenyum tak berdaya, menyadari bahwa dirinya tidak berhak menegur sang putra lantaran dia sendiri melakukan hal yang tak jauh berbeda. “Kali berikutnya, jangan puji dia. Kamu harus berterus-terang mengatakan itu salah.” “Aku tahu,” balas Adam singkat. Karena tidak ada lagi yang bisa dikatakan, Evelyn pun mulai melangkah untuk menghampiri kamarnya yang berada di ujung lorong. “Sudah hampir waktunya makan malam, cepat pergi mandi,” ujarnya kepada Adam. Mendengar nada bicara Evelyn yang seperti memerintah, sebuah senyuman tersungging di wajah Adam. Pria itu pun mengikuti wanita tersebut dan memeluknya dari belakang, membuat Evelyn tersentak. “Apa yang kamu lakukan?!” desis wanita itu sembari melihat sekeliling dengan panik. Beruntung mereka sudah di lantai dua, dan kedua anaknya sedang bersama pelayan untuk membersihkan diri.
Di dalam sebuah ruangan yang berada di bar Venus, terlihat seorang pria sedang terduduk di depan mejanya dengan sebuah foto di tangan. Di dalam foto, tampak seorang wanita bernetra hitam gelap dengan pakaian profesional tengah berjalan berdampingan dengan seorang wanita lain berpakaian seksi yang memiliki rambut merah menyala. “Donna Caputo, kepala klan mafia ternama Calpa. Siapa yang mengira kalau calon istri Adam Dean pernah bekerja sebagai sekretarisnya?” ujar pria yang tak lain adalah Hansen Blood. Dia mengalihkan pandangan pada laporan di tangan, lalu mengetukkan jarinya di meja. ‘Apakah pewaris Keluarga Dean itu tahu mengenai hal ini?’ Kemudian, sebuah ekspresi licik terpasang di wajahnya. ‘Hmm, mungkinkah aku bisa menjadikan informasi ini suatu hal untuk dijual?’ Baru saja terpikirkan mengenai ide tersebut, pintu ruang pribadi Hansen dibanting terbuka. Terkejut, Hansen langsung membelalak ke arah bawahannya yang baru saja menerobos masuk ruangannya tanpa izin. “Bos! Bos!” ser
“Aku dengar kamu mencariku? Demikian, aku kemari untuk bertemu.” Mendengar suara yang berkumandang dari balik pintu, Hansen pun langsung bisa menebak, ‘Seorang wanita.’ Pria itu pun langsung melirik foto di atas meja. ‘Target Evelyn Grey?’ “Buka pintunya,” titah wanita di balik pintu itu, terdengar sangat dingin. “Jangan bertindak bodoh dengan melepaskan tembakan.” Mendengar ucapan sang wanita, jantung Hansen berdetak semakin cepat. Dia tidak menyangka wanita tersebut tahu posisinya dengan begitu pasti. Hal tersebut menandakan bahwa wanita itu sangat berpengalaman … dan berbahaya. Hansen melihat sang bawahan melirik ke arahnya, secara tidak langsung bertanya mengenai apa yang harus dilakukan. Akhirnya, pria itu pun menganggukkan kepalanya, memberikan isyarat untuk membuka pintu. Saat bawahan Hansen baru saja memutar kenop pintu, daun pintu malah terbanting terbuka disertai dengan dentuman keras. Alhasil, sang bawahan malang itu pun menabrak tembok dengan kencang dan merosot ke lan