Bagaimana menurut kalian mengenai Dominic? Creepy gak sih dia sebenarnya? Toxic kah? Red flag?? Atau malah green flag karena dia rela mengorbankan apa pun demi Rena?
“Tuan Putri, apa Anda baik-baik saja?” Pertanyaan Mana menyentak Rena yang tenggelam dalam lamunannya. Wanita itu pun mengangkat pandangan ke arah kaca dan memaksakan sebuah senyuman. “Aku baik-baik saja, Mana.” Setelah mendapati Adikara adalah Dominic tadi malam, Rena tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ada begitu banyak pertanyaan dalam benaknya, dan salah satunya adalah mengenai apa rencana Dominic yang sebenarnya. Seharian, Rena dengan sabar menunggu kabar kedatangan Dominic. Akan tetapi, pria itu tidak kian muncul. Alhasil, setengah hari pun berlalu dengan Rena yang mengurus beberapa hal terkait pemerintahan bersama dengan Yara. Tepat setelah dirinya selesai makan siang bersama sang nenek, Rena sedang berjalan berdampingan dengan Yara menuju aula utama. Namun, dia dihentikan oleh salah seorang pelayan yang menghampiri. “Tuan Putri, Putri Saraswati meminta izin untuk bertemu,” ucap pelayan itu sembari membungkuk. Rena cukup terkejut dengan permintaan itu, tapi dia membalas, “Ba
“Rena! Syukurlah!” Pelukan hangat bisa Rena rasakan menyelimuti dirinya. Darah yang mengalir dari setiap luka yang menghiasi tubuhnya membuat kesadaran Rena perlahan-lahan menghilang. Pandangan buyar Rena mengarah ke dalam ruangan, samar-samar memerhatikan sosok yang telah bersimbah darah dan tak lagi bernyawa digotong keluar oleh sejumlah pengawal. Hal tersebut membuat air mata mengalir turun dari pelupuk matanya. Di dalam hatinya, Rena hanya bisa terus mengulang satu hal, ‘Maafkan aku … maafkan aku ….’ Terus seperti itu sampai akhirnya kesadarannya menghilang. *Beberapa saat yang lalu* “Selamat datang, Putri Mahkota.” Rentetan pelayan yang membungkuk hormat melihat kedatangan Rena dengan serempak memberi salam. Dengan anggukan kecil, Rena bertitah, “Tegapkan tubuh kalian.” Setelah melewati sambutan para pelayan, Rena pun mengikuti Saraswati menyusuri lorong kediamannya. Kediaman tuan putri kedua Nusantara itu tidak semegah yang Rena bayangkan. Mengira bahwa sikap angkuh Adh
“Suamimu dalangnya …,” ujar Rena dengan sedikit menggeram, berusaha keras menahan amarahnya agar tidak meledak. “Dan, kamu masih berkata pembunuhnya tidak di Nusantara?” Dengan hati-hati, Adhisti menjawab, “Dia memang dalangnya, tapi yang kamu cari adalah pembunuhnya, bukan?” BRAK! PRANG! Suara meja yang terbalik dan gelas yang pecah bergema di ruangan itu. Tampak Rena tak bisa menahan emosinya dan berakhir melemparkan meja teh Adhisti sampai menabrak tembok di samping ruangan, menyebabkan gelas dan teko di atasnya pecah kala menyentuh lantai. “Jangan bersilat lidah di hadapanku!” seru Rena dengan mata membara dengan amarah. “Suamimu mengirimkan pembunuh itu dan harus bertanggung jawab atas dosanya!” Adhisti tampak sedikit terkejut dengan tindakan Rena dan juga tenaganya. Namun, reaksi gadis itu telah kurang-lebih diperkirakan olehnya. Demikian, tidak butuh waktu lama sebelum Adhisti kembali tenang. “Dia memang bersalah, aku tidak akan membelanya. Akan tetapi, aku tidak memberita
Mendengar kalimat Adhisti, selama beberapa waktu dunia Rena terasa seperti berhenti. Ada dengung nyaring di telinga kala benaknya berusaha memproses informasi yang baru saja dia dapatkan.Melihat keterkejutan Rena, Adhisti menjulurkan tangannya, berusaha menyentuh tangan gadis tersebut.“Jangan sentuh aku,” ujar Rena dengan ketenangan yang begitu mematikan. Dia pun mengangkat pandangannya untuk kembali menatap Adhisti. “Selain dirimu, siapa yang tahu bahwa Eli Black adalah ayah angkatku.”Adhisti menggelengkan kepala. “Tidak ada.”“Adinasya tahu kamu menyelidikiku, apa yang dia ketahui?”“Hanya bahwa dirimu tumbuh besar di Nusantara dalam keluarga angkat biasa.”Perlahan, Rena pun membungkukkan tubuhnya, menyejajarkan pandangan dengan sosok Adhisti yang masih terduduk di kursinya. Mata gadis tersebut memancarkan aura membunuh seiring dirinya menatap Adhisti dalam-dalam.Adhisti tahu makna pancaran mata gadis itu.Rena … masih mewaspadainya.“Eli Black membunuh ayahku, atas dasar apa a
Mendengar Rena mengatakan hal tersebut, kelima pembunuh itu melirik satu sama lain.‘Sudah kuduga …,’ batin Rena, merasa sedikit lega karena tampak para pembunuh itu ragu.Namun, detik berikutnya, gadis itu harus berakhir kecewa … karena lima pembunuh itu langsung maju serentak!‘Mereka … tidak peduli bila Adhisti mati?!’Tahu ancamannya tak berguna, Rena pun langsung mendorong Adhisti menjauh ke tempat yang aman sebelum lanjut menangkis segala serangan yang diarahkan padanya.‘Kenapa mereka tidak peduli dengan Adhisti!?’ teriak Rena dalam hati.Apa mungkin tebakannya bahwa semua hal ini direncanakan oleh adik ibunya itu salah?!Apa mungkin ada orang lain di balik semua ini?Saat itu, mata Rena melotot. ‘Mungkinkah … Adinasya?!’Walau terus menduga-duga, tapi jawaban tak bisa Rena dapatkan. Oleh karena itu, gadis itu hanya bisa berusaha menjatuhkan para pembunuh di depan mata sebelum bisa tahu kenyataannya!“Ugh!” Beberapa bagian tubuh Rena terkena sayatan dan mulai mengeluarkan darah
Di luar jalur rahasia, terlihat Adinasya telah menunggu Adhisti dan Rena bersama dengan sejumlah orang berpakaian hitam, seragam yang sama dengan yang dikenakan lima sosok yang Rena kira adalah pembunuh bayaran.Ternyata, mereka bukan sekadar pembunuh bayaran, melainkan prajurit khusus yang telah dilatih oleh Adinasya untuk melakukan hal-hal kotornya!“Putri Mahkota Yarena,” panggil Adinasya dengan seringai keji yang tak biasa menghiasi wajah tenangnya. “Keyakinanku terhadap ayah sialanmu itu memang tidak sia-sia. Sudah kuduga dia akan menurunkan kemampuan bela dirinya kepadamu.”Ucapan Adinasya membuat otak Rena membesar. Seketika, dia mengerti semuanya!Rencana untuk membunuh dirinya selagi berkunjung ke kediaman Adhisti … adalah rencana pria ini!Pria tersebut tidak peduli apa yang akan terjadi kepada Adhisti kalau Rena mati di tempat ini. Bagi Adinasya, Adhisti hanyalah kambing hitam yang akan menopang dosa kematian Rena! Yang terpenting, putrinya bisa mengambil alih kuasa kerajaa
Tubuh Adhisti yang ditebas oleh pedang langsung terhuyung mundur dan berakhir jatuh ke belakang. Darah membasahi pakaian wanita tersebut.“Bibi! Bibi, bertahanlah!” teriak Rena dengan wajah panik.“Yarena …,” panggil Adhisti dengan sedikit terbata. “Kamu … tidak boleh … mati ….”Setelah mengatakan hal tersebut, tubuh Adhisti pun sepenuhnya melemas. Matanya tidak lagi memancarkan cahaya kehidupan.Merasakan tubuh Adhisti menjadi semakin berat dalam pelukannya, jantung Rena berdebar keras.Adhisti … sudah mati?Tidak ….Tidak …!Tidak!!!!Mata Rena terarah pada prajurit pasukan khusus Adinasya yang mengayunkan pedang tadi.“Bajingan!!”Diselimuti amarah, Rena mengabaikan seluruh rasa sakit dan mengerahkan tenaga untuk berdiri. Dia meraih belatinya yang tergeletak di tanah, lalu melesat ke arah sang prajurit.“Arggghh!”Gadis itu menebas leher sang prajurit tanpa berkedip, lalu langsung beralih kepada prajurit lain yang tersisa.Tanpa memedulikan luka yang terbentuk dari ayunan pedang, j
Sang dokter terkejut, lalu melirik Yara. Walau nyawanya terancam oleh Dominic, tapi sebagai bagian dari kerajaan, dia lebih tahu kekuasaan tertinggi berada di tangan sang ratu. Wajah pemimpin Kerajaan Nusantara itu tampak tak berdaya. Karena tahu omongan Dominic bukan main-main, dia pun hanya bisa menganggukkan kepala, memberi izin kepada sang dokter untuk lanjut bertindak. Di tengah pekerjaan sang dokter, Dominic mendadak berujar kepada Yara yang berakhir juga menunggu di dalam ruangan, “Kalau sesuatu terjadi padanya … aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Mendengar ucapan itu, Yara mendengus selagi menatap sosok Rena yang tidak sadarkan diri. “Tidak perlu dirimu … bahkan aku tidak akan memaafkan diriku sendiri ….” Setelah pertolongan pertama oleh sang dokter dan kondisi Rena semakin stabil, gadis itu pun dipindahkan ke rumah sakit utama Kerajaan Nusantara. Berbeda dari penjagaan yang biasa diberikan untuk keluarga kerajaan, kali ini yang berjaga di depan ruangan Rena bukan hanya p