LOH! Sekarang jadi Evelyn yang lamarkah?! Kenapa nih, guys?! Kenapa Evelyn mendadak mengatakan hal ini?! Coba komen di bawah!? Btw, komentar kalian kemaren kece-kece bet dah. Author terharu bacanyaaa ><! Lanjutin teruss! Jangan lupa like dan votenya juga yaa. Lope lope sekebon!
“Ayo menikah,” ujar Evelyn dengan wajah merona merah.Mendengar ucapan wanita tersebut, Adam tak elak membeku di tempat. Jantungnya berdetak semakin cepat dan mata pria itu sedikit membesar. Sebuah senyuman perlahan merekah di bibir Adam, membuatnya harus mengangkat tangan untuk menutup setengah wajahnya selagi mengalihkan wajah dari Evelyn karena malu.Melihat reaksi Adam, Evelyn menjadi sedikit bingung. Dia tidak sempat melihat senyuman di bibir pria itu, dan hal tersebut membuat Evelyn menduga bahwa Adam tidak senang dengan ucapannya.“Apa … kamu tidak setuju?” tanya Evelyn, merasa dadanya sedikit sesak. ‘Tapi, tadi dia sendiri yang bilang lamaran itu masih berlaku …,’ batinnya.“Aku setuju,” ucap Adam sembari menoleh dengan cepat. Pria itu mendaratkan pandangannya pada sosok Evelyn, memandangnya dengan lembut. “Kamu tidak boleh menarik ucapanmu.”Evelyn tersenyum tipis, lalu dia pun menundukkan kepala. “Namun, aku ada sejumlah syarat,” ujarnya.Manik biru Adam mempelajari setiap g
“Pernikahan ini hanya akan berlangsung untuk satu tahun.” Kala Adam mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Evelyn, ekspresi datar yang terlukis di wajah pria itu sekejap berubah. Kegelapan langsung menyelimuti wajah Adam, menunjukkan betapa tidak senangnya dia dengan persyaratan terakhir Evelyn. “Terkecuali setelah satu tahun kita berdua sepakat melanjutkan, maka kita akan mengakhiri pernikahan ini,” jelas Evelyn. “Kamu bercanda,” ucap Adam, nada bicaranya terdengar sangat dingin, membuat siapa pun yang mendengarnya merasa seakan hati mereka tertusuk belati. “Katakan bahwa kamu baru saja melontarkan sebuah lelucon.” Walau tahu jelas bahwa dirinya telah menyinggung Adam, tapi Evelyn tidak bisa mundur begitu saja. “Aku serius.” Dia memiliki alasan sendiri melakukan hal ini. “Kamu setuju atau tidak?” “Tiga persyaratan sebelumnya, aku setuju,” ujar Adam, mengepalkan tangannya kuat, berusaha menahan diri agar emosinya tidak meledak. “Namun, tidak dengan yang ini.” Kening Evelyn b
“Andre?” Evelyn memasang wajah dingin, tidak menyangka akan melihat wajah itu lagi secepat ini. “Kenapa kamu di sini?” tanyanya. Di sisi lain, Adam melirik ke arah Aldi, melemparkan sebuah pandangan mengerikan pada bawahannya itu karena telah membiarkan Andre masuk ke dalam rumah. Namun, di saat melihat sosok Julian ikut keluar dari dalam rumah dan menggelengkan kepala pelan ke arahnya, Adam pun mengerti alasan Andre bisa berada di sana. Pasti Julian yang mempersilakan pewaris Keluarga Diwangkara itu masuk! “Aku ingin berbicara denganmu,” jawab Andre, menatap Evelyn dengan pandangan lembut, sama persis dengan bagaimana dia menatap wanita itu dulu kala masih menjadi kekasihnya. Evelyn mengepalkan tangan. “Tidak ada yang perlu dibicarakan,” balasnya ketus. “Setelah kejadian tadi malam, seharusnya kamu tahu bahwa aku sama sekali tidak ingin ada hubungan dengan keluargamu lagi.” Wanita itu berniat berjalan melewati Andre, tidak menyambut kedatangan pria tersebut. “Kembalilah kepada ist
“Kembalilah padaku, aku masih sangat mencintaimu.” Ketika kata-kata itu meluncur keluar dari mulut Andre, Adam mengepalkan tangannya kuat. Bukan hanya Andre tidak menghormati dirinya sebagai tuan rumah, tapi pria itu dengan gamblang mengabaikan keberadaan dirinya sebagai calon suami Evelyn dan menggoda wanita itu! “Baj*nga—!” Baru saja Adam berbalik dan ingin menghampiri Andre untuk melemparkan sebuah tinju pada pria tersebut, satu sosok berjalan cepat melewati dirinya dan berdiri di depan sang pewaris Keluarga Diwangkara. Mata Adam membesar, tak percaya bahwa Evelyn dengan cepat meninggalkan sisinya. Tenggorokan pria itu seakan tercekat dan dadanya sedikit sesak, apa semudah itu Evelyn meninggalkan dirinya untuk mantan tunangannya itu? Bibir Adam terpisah, suara rendahnya pun terdengar pilu, “Evelyn … kamu—” Sebelum Adam bisa menyelesaikan ucapannya, suara tamparan keras terdengar bergema di teras kediaman pria tersebut. Hal itu membuat pewaris Keluarga Dean itu terbelalak, terl
“Pewaris Keluarga Diwangkara sudah pergi, Pak Adam,” lapor Aldi seraya membungkukkan tubuh kepada Adam. Terlihat pria itu merasa sedikit bersalah karena kejadian beberapa saat yang lalu. Adam yang sekarang terduduk di depan meja kerjanya menganggukkan kepala pelan. “Beri tahu para penjaga untuk tidak membiarkan siapa pun menginjakkan kaki di tempat ini tanpa izin dariku,” titahnya dengan ekspresi dingin. Walau tahu bahwa ada beberapa orang yang mungkin tak bisa ditahan penjaga, tapi melihat emosi Adam yang sedang buruk, Aldi hanya bisa berkata, “Baik, Pak Adam.” Dia akan mencari kesempatan untuk mengonfirmasi daftar orang yang memiliki akses khusus ke dalam kediaman ini kepada Adam di lain hari. “Pergilah,” ucap Adam setelah mendengar jawaban Aldi. Ketika Aldi telah keluar dari ruangan dan pintu kembali tertutup, Julian yang juga berada di dalam ruangan menoleh kepada sang atasan. “Jadi, Pak Adam sungguh akan menikahi Bu Evelyn?” Kantong mata pria itu terlihat gelap, lelah karena h
Piip! Suara Adam menekan tombol matikan panggilan membuat Julian membelalak. “Bapak! Kok dimatikan?!” Dia jelas mendengar Noah menurunkan perintah untuk membawa Evelyn, dan bukannya membalas ucapan kakeknya itu, Adam malah mematikan panggilan tersebut!? “Kalau pria tua itu menanyakan apa pun perihal si kembar dan Evelyn, jawab seadanya. Di luar hal itu, suruh dia menunggu sampai aku menyelesaikan urusan di sini,” perintah Adam dengan tegas. Mendengar perintah Adam, Julian hanya bisa berakhir menganggukkan kepala. Lagi pula, dia tahu masih ada begitu banyak hal yang harus diurus di Nusantara. Helaan napas terlepas dari bibir Julian. ‘Sejak Bu Evelyn bertemu dengan Pak Adam, ada begitu banyak hal yang terjadi,’ batinnya. Dimulai dari kasus Evelyn dengan sang direktur bisnis, penemuan bahwa Evelyn adalah wanita yang menghabiskan malam dengan Adam delapan tahun lalu, perseteruan dengan Nissa Diwangkara yang menguak kenyataan Evelyn adalah mantan pewaris Aditama, sampai dengan perseter
“Pak Julian sudah mau pulang?” tanya Evelyn selagi menghampiri Adam dan Julian yang berbincang dekat pintu masuk rumah. Di tangannya, wanita itu memegang dua kantong yang ingin diberikan pada sang asisten CEO tersebut dan menitipkan satu bingkisan lain untuk Rena. Melihat Evelyn memegang dua kantong bingkisan, Adam mengerutkan kening. “Apa itu?” tanya pria tersebut sebelum Julian bisa bersuara untuk membalas ucapan Evelyn. “Anak-anak membuat kue kering bersama Nila. Karena terlalu banyak, jadi aku ingin berikan sebagian kepada Julian dan Rena,” jawab Evelyn sembari tersenyum. Dia menjulurkannya ke arah Julian seraya berkata, “Semoga Pak Julian su—” Evelyn tidak bisa menyelesaikan ucapannya kala dua kantong tersebut direbut oleh Adam. “Julian dan Rena tidak suka kue kering,” sergahnya. “Biar aku yang makan.” Mendengar hal tersebut, Evelyn mengerutkan keningnya. Dia menoleh kepada Julian. “Pak Julian nggak suka kue kering?” tanyanya, sedikit curiga dengan ucapan Adam lantaran dirinya
Setelah menceritakan semuanya kepada Adam, Evelyn yang sekarang berada di ruang kerja pria tersebut duduk terdiam. Terlihat sosok Adam duduk di sebelah wanita itu dengan satu kaki jenjangnya menyilangi kaki yang lain, dua tangan terlipat di depan dada. “Sekarang, bagaimana?” tanya Adam, menginginkan sebuah solusi dari wanita di sisinya. “Tidak mungkin kita sembunyikan kenyataan bahwa aku ayah kandung mereka, bukan?” Suaranya begitu rendah walau mereka hanya berdua di dalam ruangan. “Beri aku satu hari,” ucap Evelyn, mengangkat pandangannya untuk membalas tatapan Adam. “Aku akan bicara dengan anak-anak besok,” jelas wanita itu. Netra biru Adam menelisik ekspresi Evelyn, tahu bahwa wanita itu takut anak-anak akan berpikir buruk tentang dirinya karena telah berbohong. Sebagai seseorang yang telah membesarkan Liam dan Lili dengan dua tangannya sendiri, Adam paham bahwa Evelyn takut menjadi contoh buruk bagi kedua bocah. Walau dirinya kesal karena dianggap sudah mati oleh wanita itu dan