Share

7. Sisa kewarasan

Author: Harucchi
last update Last Updated: 2025-09-19 10:26:56

Dimas menunggu beberapa detik. Hanya terdengar suara tangis tertahan dari seberang. Dadanya ikut menegang.

“Saya turun sekarang.” gumamnya setengah panik, lebih pada pernyataan daripada permohonan.

Dimas mematikan sambungan telepon. Lalu beranjak menuruni anak tangga dengan langkah lebar. Udara pengap menyambut, suasana gelap yang sedikit remang karena cahaya matahari dari kisi-kisi di atas pintu depan menyergap pandangan.

Pria itu menoleh ke sana ke mari, mencari di mana kemungkinan Karina berada. Hingga, terdengar suara isakan samar yang tampaknya berasal dari sebuah kamar yang pintunya ditutup. Dimas melangkah menghampirinya.

Tok! Tok! Tok!

“Kar ….”

Setelah beberapa saat, kenop pintu bergerak. Pintu berayun terbuka. Karina muncul di baliknya dengan wajah berlinang air mata.

Dimas menghela napas berat. “Kamu dipukul lagi?”

Karina tak menjawab. Namun matanya terus menatap wajah Dimas, tatapan memilukan yang mengajak Dimas ikut merasakan perih. Keduanya hanya saling menatap, hingga … air mata Karina semakin deras. Bahunya berguncang. Tanpa diduga, wanita itu melingkarkan lengannya memeluk Dimas.

Tangisnya pecah dalam pelukan Dimas.

Ragu-ragu, tangan Dimas terangkat, balik memeluk Karina erat. Mengusap punggungnya, mengelus kepalanya, dan mendengar irama perihnya luka dari tangisan Karina.

Dimas tak berkata apa-apa, namun tangannya yang bergerak menenangkan Karina mengatakan semuanya.

“Susah payah aku berusaha biar aku bisa hamil anaknya, Dim.” Karina mengambil jeda demi isakan sesaat, “Reno … malah hamilin pacarnya.”

Dimas menegang. Rahangnya menguat kencang. Untuk sesaat, tangannya berhenti mengusap punggung Karina. Amarahnya menggelegak.

Ada ya laki-laki seberengsek ini?

Entah harus dengan kalimat apa Dimas menenangkan Karina. Dia sendiri tak terbayangkan bagaimana sakitnya berada di posisi Karina. Bahkan mungkin tak ada kalimat penghiburan yang tepat untuk melenyapkan luka wanita ini.

“Kar … aku bisa bantu lunasin hutang kamu.”

“Nggak, Dim.”

“Berapa?”

“Nggak. Jangan libatkan diri kamu ke masalahku. ”

Dimas menghela napas berat. Iya, Dimas tahu. Dia memang cuma penghuni kos yang bahkan pernah meninggalkan jejak trauma di hidup Karina. Tetapi … dia tak bisa hanya diam.

Apalagi yang tersakiti adalah wanita yang dulu pernah dia damba sebegitu hebatnya.

“Bilang aku apa yang kamu butuhkan, Kar. Apa pun. Kapan pun. Aku janji bakal bantu sebisaku.” Dimas berbisik di telinga Karina. Tangannya di punggung Karina sedikit gemetar karena amarah yang tertahan.

Tiba-tiba, Karina menjauhkan dirinya, lantas mendongak. Memperlihatkan wajahnya yang basah dengan air mata.

“Dimas …” bisik Karina perlahan. Suaranya parau, kedua matanya terbuka lebar, dipenuhi kilatan membara yang tampaknya gelora dendam. Tangannya lalu beranjak menarik kedua sisi area kerah kaos Dimas.

“Tolong. Hamilin aku.”

Jantung Dimas bagai terhentak keras. Matanya membeliak. Keningnya berkerut tak percaya.

“Kamu gila, Kar?” ucapnya dengan nada tinggi, diiringi sebuah gelengan. “Nggak.”

Karina melepas seluruh rengkuhannya, menarik tangan Dimas, menyeretnya ke dalam kamar. Wanita itu lalu menutup pintu dan …

Crek! Menguncinya.

“Kar … kamu ….” Dimas masih setengah tak percaya menatap daun pintu yang kuncinya telah dicabut. Dilempar Karina ke tengah kasur.

Udara yang pengap terasa semakin menyesakkan. Tak ada kipas. Tak ada penerangan lampu. Hanya ada ketegangan yang menggantung pekat.

Karina mengusap sisa air mata di wajahnya. Kini, tak ada lagi ekspresinya yang lara. Yang tertinggal justru tatapan penuh tekad yang membara.

“Aku nggak gila, Dim.” Karina menarik kuncir rambutnya. Ketika tali itu tak lagi membelit surai hitamnya, wanita itu menggeleng, membiarkan rambut panjangnya yang bergelombang tergerai memikat.

“Kamu bilang, kamu mau menebus kesalahanmu kan?”

Dimas menelan saliva, mencoba mengais sisa akal sehat di kepala. Namun alih-alih waras, tubuhnya malah bereaksi jujur.

Sialan.

“Kamu juga bilang, kamu mau bantu aku … apa pun dan kapan pun, kan?” bisik Karina dengan suara serak. Wanita itu melangkah mendekat. Membiarkan tubuh mereka saling berdiri berhadapan.

“Kar, kamu cuma lagi emosi. Jangan ambil keputusan dulu. Kamu mau akhirnya kacau semua?” Dimas mencoba meyakinkan.

Walau, setan dalam diri Dimas mengutuk kalimatnya.

“Semuanya udah hancur sejak awal, Dim. Reno pikir aku hanya akan diam aja selamanya? Nggak.” Karina melayangkan tangannya menggelayut di pundak Dimas.

Dimas meremang. Sentuhan Karina di pundaknya bagai perintah bagi jantungnya untuk berdetak tak karuan. Irama napasnya mulai berubah, panjang dan dalam.

“Aku mau dia tahu, seperti apa rasanya nggak mendapatkan apa yang dia mau. Sakit dibalas sakit Dim. Nggak akan kubiarkan dia dapatkan saham restoran, seperti aku yang nggak bisa lunasi hutangku.”

Detik berikutnya, Karina melakukan hal paling gila yang pernah terpikir di benak Dimas. Dia melepas kaos rumahannya yang bagi Dimas terlalu sempit itu. Memperlihatkan bagian atas tubuhnya yang mulus dengan hanya sebuah bra berenda.

Berengsek. Dimas mengutuk dirinya ketika bagian bawah tubuhnya mulai bereaksi.

Tahan Dimas … Tahan …

Bagaimanapun, Karina istri orang. Dia belum benar-benar berpisah dari pasangannya.

“Dim … bantu aku.”

Dimas mengambil satu langkah mundur. Tindakannya kontra dengan deru napasnya yang jelas dikuasai gelombang hasrat. Di hadapan Karina yang sudah menanggalkan pakaian, sisa akal sehatnya masih mengambil kendali: Jangan. Tidak boleh.

Tetapi …

Bukankah Karina tersiksa dalam pernikahannya? Dia membutuhkan orang lain yang lebih layak, yang tulus mencintainya, dan bahkan … menyentuhnya tanpa motif tersembunyi apa pun.

Bukankah dia yang lebih pantas?

Karina melangkah maju, mendekat, dan kali ini mendaratkan kedua tangannya di sisi wajah Dimas. Kemudian berjinjit untuk berbisik, “Sentuh aku, Dim.”

Dan bisikan serak penuh undangan itu, baru saja memutus sisa kewarasan Dimas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   113. Ancaman Reno

    Dari cara Reno menatapnya, Dimas tahu. Ada sesuatu yang buruk—dan tanpa dia tahu—telah terjadi di belakangnya. Darahnya seakan mendidih. Getaran di dadanya membuat tangannya mencengkeram erat ponsel yang dia genggam. Tanpa suara, keduanya menjalin komunikasi lewat mata, seakan saling bertukar ancaman.Karina yang baru sadar bahwa Dimas berdiri beberapa jarak di depannya kemudian berjalan lebih cepat ke arahnya. Saat wanita itu mendekat, dan Reno sudah berbalik pergi, Dimas buru-buru merangkul pundaknya. “Kamu nggak apa-apa?” Dimas menoleh, tak bisa menahan diri untuk memperhatikan wajah wanita yang berjalan di sisinya.Karina menggeleng pelan. “Nggak apa-apa.” jawabnya lirih, namun wajahnya jelas menunjukkan kontra dari ucapannya.Dimas menghela napas panjang. “Dia bilang apa aja sama kamu tadi?” Detik ketika pertanyaan itu keluar dari mulut Dimas, Karina menghentikan langkah. “Dimas.” bisiknya lirih. Dimas berbalik, menunggu Karina mengejar langkahnya. Namun, ekspresi wajah Karina

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   112. Godaan menjijikan

    “Kamu benar-benar tau cara bikin saya makin tergila-gila sama kamu.” Reno berbisik dengan bibirnya yang menyeringai. Deru napasnya, tatapannya, seperti dipenuhi kabut gairah. Sesuatu yang membuat Karina seketika merinding. Bukan karena merasa terancam, melainkan … jijik.Karina mundur selangkah demi selangkah. Namun Reno buru-buru menahan tangan Karina kembali sebelum Karina sempat melangkah pergi.Pria itu memiringkan wajah, “Aku tebak, tadi itu pacarmu?” dia tergelak sambil melengoskan wajah, kentara sebuah reaksi yang bertujuan merendahkan. “Apa kamu tahu Sheila? Dia tinggal di kosan yang aku punya. Cuma … Seorang penyewa.” Langkah Reno semakin dekat. Punggung Karina kini menempel ke dinding. Kalimat itu membuat Karina sadar bahwa Reno mengingat Dimas, tetapi tak berhasil mengenali Karina. Dan, dia bahkan menarik kesimpulan bahwa Dimas adalah pacar Sheila. Sungguh, ini semakin rumit.“Kamu yakin masih mau pacaran sama dia? Cuma anak kos. Sementara kamu punya kesempatan untuk … bi

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   111. Obsesi mengerikan Reno

    Karina mengangkat wajah, melongok ke balik pundak Rachel. Matanya membelalak saat menemukan sosok Reno tengah berdiri di kejauhan, bersandar persis ke sebuah pilar kayu di sampingnya. Tatapannya lurus ke arah Karina, lekat, seperti menelannya hidup-hidup. “Aku nggak mau temui dia, Martha.” Karina menundukkan wajah, berusaha menyembunyikan wajahnya di balik bayangan tubuh Martha, walau dia tahu, hal itu percuma. “Karina.” suara Dimas membuat Karina menoleh cepat. “Menurutmu, kita ketahuan?” Karina menelan ludah, sepenuhnya paham kekhawatiran Dimas. Dia mungkin mengira Reno menangkap basah dirinya dan Dimas sedang kencan berduaan. “Nggak, Dim.” Karina menggeleng. “Dugaanku, dia nggak ngenalin aku karena riasanku beda. Kita nggak tertangkap basah. Hanya ….” ‘Hanya saja, dia tertarik padaku dalam penampilanku sebagai Sheila—penampilanku saat ini.’ Dan kalimat itu, entah bagaimana terasa begitu berat untuk diloloskan mulutnya. Ada rasa takut dan cemas yang menahan lidahnya. Bag

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   110. Reno di sini, ingin bertemu Sheila!

    Sepuluh miliar lebih telah masuk ke rekeningnya.Ada degup jantung tak biasa ketika Dimas membaca deretan angka itu. Setelah siang-malam penuh kerja keras, berkali-kali hampir menyerah, dan menjalani kehidupan yang hanya berputar di tiga titik: kopi, laptop dan malam-malam tanpa tidur, semuanya seperti terbayar lunas.Dimas menggenggam ponsel dengan tangan yang gemetar. Mulutnya meloloskan dengusan kecil—sebuah ekspresi tak percaya. Matanya berkilat penuh haru yang meluap.Melintas dalam benaknya seluruh perjuangan yang telah dia lewati: berkali-kali menulis ulang ratusan baris kode karena error setiap kali dijalankan, tertidur dengan kepala pening dan menemukan layar laptop masih menampilkan pesan yang sama ‘syntax error’, hingga di titik yang paling rendah, saat kode yang dia bangun berbulan-bulan rusak total setelah update library utama.Kala itu, Dimas hampir memutuskan untuk berhenti. Namun suara hinaan Bapak, juga pengkhianatan Ghina yang mencampakkannya demi Ares, menjadi pecut

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   109. Sepuluh Miliar di tangan!

    Langit bersemburat jingga ketika Dimas memasuki balkon belakang, hendak mengambil jemuran kering. Saat pintu digeser, sosok pria kurus dengan rambut ikal dan kacamatanya yang khas tampak sedang mengambil cuciannya yang digantung di tali jemuran.Agus. Sudah berapa lama sejak terakhir dia bertemu Agus? Sejak Agus mengetahui rahasia hubungannya dengan Karina, dia jadi menjauh, memilih menghukum Dimas dengan menolak keberadaannya, selalu menghindar dan menganggap Dimas seperti sesuatu yang menjijikan.Satu pakaian Agus digantung tepat di depan Dimas. Dimas membantu mengambilkannya. Saat dia mengoper sepotong kaos itu ke hadapan Agus. Pria berkulit gelap itu melirik ke arah Dimas sekilas, lalu mengambilnya dari tangan Dimas, tanpa ucapan terima kasih.“Gus.”Hening. Agus tak menoleh. Masih sibuk melepas satu per satu cucian yang dijepit di jemuran tambang.“Kalau lo mau pinjam uang sekarang gue udah ada.”Gerakan tangan Agus berhenti. Pria yang sedang memunggungi Dimas itu tampaknya teng

  • Gairah Liar Ibu Kos Cantik   108. Kembali menjadi Sheila?

    “Kamu … kamu serius?” Reno mengalihkan fokus dari kemudi, menatap tajam Rachel di sebelahnya sejenak. “Rupa suaminya seperti apa?”Rachel tampak memijat salah satu sisi keningnya. Dahinya berkerut, “Aku … nggak lihat persis wajahnya. Tapi … yang aku perhatikan, suaminya kayak berusaha nutupin wajah istrinya. Buat aku sih itu mencurigakan.”Kerutan di kening Reno semakin dalam. Iya, mencurigakan. Memangnya seberapa besar kemungkinan ada dua Karina bersuami Reno Wijaya? Aneh. Bisa saja itu memang Karina.Dan lelaki yang mendampinginya, adalah ayah biologis bayi dalam kandungan Karina.Rahang Reno menegang. Ekspresinya kini campuran geram, amarah dan rasa tak sabar. Dadanya bergemuruh. Dia sudah dekat dengan jawaban dari teka teki dengan siapa Karina berhubungan.“Coba kamu jelasin ciri-ciri pasangannya gimana?” “Suaminya pakai jaket hoodie abu-abu.” Rachel melirik ke langit-langit. Kalimatnya meluncur lambat, seperti tersendat ragu. “Istrinya … tubuhnya kayak tinggi rata-rata perempuan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status