Share

Bab 03

Author: kodav
last update Huling Na-update: 2025-04-09 16:42:30

“Apa yang aku pikirkan sih?” bisiknya pada dirinya sendiri, merasa malu dengan dorongan tersebut. Namun, rasa penasaran dan keingintahuan mulai menguasainya, membuat dia berjalan perlahan mendekati pintu kamar Mayang.

Mayang, yang masih duduk di tempat tidur, mendengar langkah kaki mendekat ke kamarnya. Jantungnya berdegup kencang, menyadari bahwa Valdi mungkin akan mengetuk pintu. Di kepalanya, berbagai pikiran bercampur aduk—rasa tidak enak hati, kecanggungan, dan entah kenapa, ada juga sedikit rasa penasaran yang muncul.

Valdi berdiri di depan pintu kamar Mayang, tangannya terangkat, siap untuk mengetuk. Namun, dia ragu-ragu, menahan diri. Suasana hening semakin mencekam. Pintu kamar itu menjadi penghalang tipis antara mereka, namun juga penghalang antara dorongan hati Valdi dan kesadarannya akan apa yang benar dan salah.

Ketika akhirnya Valdi menurunkan tangannya, dia merasa kekuatan itu hampir menariknya kembali. Napasnya terasa berat, dan dia tahu, jika dia tidak berhati-hati, dia bisa terperosok lebih jauh ke dalam keinginan yang tak seharusnya dia rasakan. Namun, saat itu juga, pintu kamar Mayang terbuka sedikit, dan wajahnya yang lugu muncul dari celah pintu.

“Om Valdi… ada apa?” tanyanya dengan suara yang nyaris berbisik, matanya besar menatap Valdi dengan campuran rasa ingin tahu dan kebingungan.

Valdi tertegun, matanya bertemu dengan mata Mayang yang polos namun penuh rasa ingin tahu. Ada keheningan sejenak yang terasa begitu lama. Valdi membuka mulutnya untuk berbicara, tapi kata-kata seolah tersangkut di tenggorokannya. Di tengah keheningan itu, rasa canggung dan ketegangan antara mereka memuncak, menciptakan suasana yang hampir tak tertahankan.

Tanpa disadari, tangan Valdi bergerak perlahan, mendekati pintu kamar Mayang, sementara gadis itu berdiri di sana, seolah menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika tangan Valdi hampir menyentuhnya, napas mereka bertaut, udara di antara mereka terasa berat, dan ruangan itu penuh dengan keheningan yang mendebarkan...

“Om Valdi?”

Suara lembut Mayang membuyarkan lamunan Valdi, membuatnya tersadar dari apa yang hampir saja terjadi. Seketika, Valdi merasa malu pada dirinya sendiri, dan segera menarik tangannya kembali. Senyuman dipaksakan terulas di wajahnya saat dia mencoba menutupi kecanggungan yang menyelimuti mereka.

“Eh, nggak, nggak ada apa-apa, Mayang,” balas Valdi dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Dia melirik jam dinding yang menunjukkan sudah cukup malam. “Kamu sudah makan malam belum? Om tadi pesan makanan, kalau kamu lapar, kita makan bareng aja.”

Mayang mengangguk perlahan, senyum kecil yang masih penuh kesedihan terlukis di wajahnya. “Belum, Om. Aku belum sempat makan apa-apa sejak tadi.”

Valdi menghela napas lega, bersyukur punya alasan untuk mengalihkan fokus. “Oke, yuk kita makan dulu.”

Mereka berdua berjalan menuju ruang makan, di mana makanan yang telah dipesan Valdi dari restoran favoritnya sudah tersaji di meja. Makanan itu tampak menggoda, dengan aroma yang memenuhi udara, namun suasana di antara mereka masih terasa agak kaku. Valdi berusaha membuat Mayang nyaman, namun setiap kali dia mencuri pandang ke arah gadis itu, ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya.

Sambil menyantap makanan, Valdi tak sengaja memperhatikan pakaian yang dikenakan Mayang. Baju kaus yang pudar dan celana panjang yang sudah mulai robek di bagian pinggir memperlihatkan bahwa pakaian Mayang tidak lagi layak pakai. Bahkan pakaian yang dibawanya dalam tas kecil tampak tidak jauh berbeda—semuanya terlihat lusuh, bekas pemakaian yang bertahun-tahun.

“Mayang,” Valdi memulai dengan nada lembut setelah beberapa saat hening, “kamu bawa pakaian berapa banyak dari rumah nenek? Kok om lihat semuanya udah mulai pudar?”

Mayang menunduk sedikit, wajahnya memerah karena malu. “Iya, Om. Pakaian Mayang nggak banyak, cuma ini aja yang masih bisa dipakai,” jawabnya pelan.

Valdi mengangguk, berpikir sejenak. Di tengah pandemi ini, keluar rumah memang tidak mudah, dan membeli baju di toko menjadi hampir mustahil. Namun, Valdi punya solusi lain.

“Gimana kalau kita pilih beberapa baju baru buat kamu, Mayang? Sekarang kan, semuanya bisa dibeli online. Kamu tinggal pilih di marketplace, nanti biar Om yang bayarin.”

“Tapi, Om, aku nggak mau merepotkan. Baju yang ada masih cukup kok,” tambahnya dengan senyum tipis, berusaha menolak tawaran itu secara halus.

“Jangan khawatir soal itu, Mayang. Anggap saja ini sebagai hadiah kecil dari Om. Lagipula, Om senang bisa membantu,” katanya dengan nada lembut namun tegas, memastikan Mayang merasa nyaman menerima tawarannya.

Mayang menatap Valdi dengan mata sedikit terbelalak. “Beneran, Om? Nggak apa-apa?”

“Tentu aja nggak apa-apa. Kamu kan sekarang tinggal sama Om, jadi nggak usah sungkan,” kata Valdi dengan nada yang lebih ringan, berusaha membuat Mayang merasa nyaman.

Setelah makan malam, mereka berdua pindah ke ruang keluarga. Valdi duduk di sofa dengan laptop di pangkuannya, sementara Mayang duduk di sampingnya, tampak antusias meski sedikit canggung. Di layar laptop, Valdi membuka halaman marketplace oren, memutar layar sedikit ke arah Mayang agar dia bisa melihat lebih jelas. Mayang yang polos dan baru pertama kali melihat begitu banyak pilihan baju yang bagus di satu tempat, tampak terpukau. Matanya berkilat-kilat saat berbagai gambar pakaian berwarna-warni melintas di layar.

“Kamu suka yang mana, Mayang?” tanya Valdi sambil memandu, matanya sedikit melirik ke arah gadis muda itu yang tampak kebingungan memilih.

Mayang dengan polosnya mencondongkan tubuhnya lebih dekat untuk melihat lebih jelas, dan tanpa sengaja dadanya yang lembut sedikit menempel di lengan Valdi. Tanpa menyadarinya, Mayang semakin dekat, hampir bersandar di Valdi, ketika dia menunjuk beberapa baju kaus dan celana panjang yang sederhana.

“Ini aja, Om. Yang penting nyaman dipakai sehari-hari,” katanya dengan suara pelan, menunduk malu-malu. Sementara dia bicara, dadanya masih menempel lembut di lengan Valdi, membuat pria itu merasakan kehangatan yang tak bisa diabaikan.

Valdi merasakan sensasi yang mendebarkan ketika tubuh Mayang terus bersentuhan dengannya. Perasaan itu mulai merambat, menyalakan gairah yang tersembunyi. Namun, dia tetap berusaha menjaga sikap tenangnya. “Bagaimana kalau yang ini?” ujarnya, mengklik gambar sebuah kaus V-neck yang sedikit ketat dengan celana pendek yang serasi. “Baju ini nyaman dipakai di rumah, dan nggak bikin gerah.”

Mayang mengerutkan kening, merasa agak bingung dengan pilihan itu. Tapi karena Valdi menyarankan, dia pun menurut. “Kalau Om bilang nyaman, ya nggak apa-apa, Om,” jawabnya dengan ragu-ragu, meski dia merasa sedikit aneh dengan pilihan tersebut. Saat dia mendekatkan wajahnya ke layar untuk melihat lebih jelas, dadanya kembali bersentuhan dengan lengan Valdi, dan kali ini lebih kuat, memancing respons fisik yang tak terhindarkan dari Valdi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yessy Susanti
nahhh lho mkin tegang dah s Valdi
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 238

    Pintu mobil Alphard hitam itu bergeser menutup dengan suara mendesis yang terasa final, seolah mengunci Ella dari dunianya yang lama dan menariknya paksa ke dalam realitas baru yang asing dan memabukkan. Udara di dalam mobil terasa pekat. Aroma parfum mahal Valdi bercampur dengan wangi manis dan sedikit musk dari tubuh Farah, menciptakan atmosfer intim yang membuat tenggorokan Ella kering.Di seberangnya, Valdi duduk seperti seorang raja di singgasananya. Pria itu menyandarkan punggungnya dengan santai, satu lengannya melingkari pinggang wanita cantik yang bergelung manja di pangkuannya.Wanita itu, Farah, tampak lelah namun puas. Matanya setengah terpejam, bibirnya sedikit bengkak dan kemerahan, dan minidress santainya sedikit tersingkap, memperlihatkan paha mulusnya yang tanpa cela. Ia sesekali mendesah pelan, menyandarkan kepalanya di dada bidang Valdi, seolah mencari perlindungan sekaligus memamerkan kepemilikannya.Mata Ella tak bisa lepas dari pemandangan itu. Inikah wanita dari

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 237

    “Selamat malam, Tuan Valdi. Apa ingin kami siapkan menu spesial seperti biasanya?” Ella menunduk, suaranya sedikit bergetar saat mengucapkan kalimat itu. Ia berusaha menghindari kontak mata, namun ia bisa merasakan tatapan Valdi yang menusuk.Valdi menatapnya, lalu melirik Farah sekilas. Sebuah kilasan nakal melintas di matanya. “Kamu atur saja. Dan saya minta wine terbaik yang kamu punya,” jawab Valdi dengan suara santai, namun ada nada dominasi yang tak terbantahkan di sana.Ella mengangguk, lalu berbalik pergi untuk menyiapkan apa yang diminta. Ia bisa merasakan tatapan Valdi di punggungnya. Tatapan itu terasa seperti sentuhan, membuat kulitnya merinding.Beberapa waktu berlalu. Ella kembali mengantar hidangan. Ia menyaksikan mereka makan, berbicara, dan sesekali Valdi akan menggoda Farah.

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 236

    - Ella -Detak jantung Ella berpacu tak karuan, darah hangat mengalir deras ke seluruh tubuhnya. Sentuhan Valdi, singkat namun penuh makna, masih terasa membakar di paha dalamnya. Jemarinya yang panjang dan dingin itu—begitu berani, begitu lancang—telah menyentuh bagian paling intim yang nyaris tak pernah disentuh siapa pun selain dirinya sendiri. Sebuah sensasi asing, sekaligus familiar dari mimpinya, menyambar dirinya. Napasnya terengah-engah, bukan hanya karena langkah cepatnya, tetapi karena gelombang gairah yang tiba-tiba menggulung, mengancam untuk menelannya. Jantungnya berdentum kencang, memantulkan desakan yang mendalam. Tujuannya hanya satu: kamar mandi karyawan.Namun, baru beberapa langkah menuruni tangga spiral marmer gelap, Ella bertemu dengan Manajer Hendi, yang sedang memeriksa reservasi di meja depan. Manajer Hendi, se

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 235

    Di bawah meja makan yang mewah, Farah sudah tenggelam dalam dunianya sendiri. Kegelapan dan kehangatan kain tebal itu seperti menyelimutinya, menciptakan ruang privat yang terisolasi dari keramaian restoran elit di puncak kota. Aroma wine dan hidangan lezat bercampur dengan wangi maskulin Valdi, membuatnya semakin mabuk kepayang.Jari-jemari lentiknya menyusuri permukaan keras itu, merasakan setiap urat yang menonjol, setiap denyutan kecil yang menjalar. Nafas Farah memburu, detak jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, tapi karena sensasi adrenalin dan gairah yang membakar. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan akan ia lakukan, apalagi di tempat umum seperti ini.Perlahan, Farah menunduk. Bibirnya yang basah dan sedikit bengkak karena ciuman Valdi, kini mendekat ke kepala kejantanan Valdi. Udara hangat menerpa kulit ujungnya, membuat

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 234

    Lengan Valdi tetap melingkar erat di pinggang Farah saat mereka melangkah masuk. Restoran itu dipenuhi bisikan-bisikan lembut dan denting elegan dari peralatan makan. Aroma masakan mediterania bercampur dengan wangi bunga segar yang menghiasi setiap sudut. Lampu gantung kristal memancarkan cahaya keemasan yang menenangkan, namun Farah merasa jantungnya berdebar tak karuan. Setiap langkah terasa berat, ia memaksa dirinya untuk tetap tegak, berusaha menyembunyikan getaran di lututnya.Tiba-tiba, sebuah pikiran menerjangnya, membuat pori-porinya meremang. Ia tidak memakai apa pun di balik minidress santainya. Tidak ada bra, tidak ada celana dalam. Selama ini, ia terlalu tenggelam dalam sensasi Valdi di mobil, lalu buru-buru memakai pakaian lagi tanpa mempedulikan isinya. Sekarang, di tengah keramaian ini, ia merasa telanjan

  • Gairah Liar Pembantu Lugu   Bab 233

    Farah menatap Valdi, matanya sedikit membelalak. Ia tahu apa yang Valdi maksud. Pria itu menyeringai, senyum kecilnya terlihat begitu menggoda sekaligus menuntut. Tubuh Farah sudah basah kuyup oleh keringat dan cairan mereka, namun jantungnya berdebar bukan karena kelelahan, melainkan antisipasi mendebarkan.Dengan gerakan halus namun pasti, Valdi menarik salah satu kaki Farah lebih tinggi, hingga lututnya hampir menyentuh dada. Tubuh Farah kini teregang sepenuhnya, bagian belakangnya terangkat dan terbuka lebar, mengundang. Valdi berlutut di antara kedua kaki Farah, tangannya bergerak cepat meraih tas kecil di sampingnya. Dari sana, ia mengeluarkan sebotol kecil gel pelumas transparan dan mengoleskannya ke seluruh kejantanannya yang masih berdiri kokoh dan memerah, serta ke ujung jari telunjuknya.Farah menatap Valdi dengan napas tertahan. Ada sesuatu di tatapan pria itu yang membuatnya merinding, perpaduan antara gairah buas dan senyum kemenangan. Ia tahu, Valdi akan melakukan sesua

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status