Hari itu adalah awal perkuliahan bagi Mayang, meski masih dalam situasi PPKM, sehingga semua kegiatan belajar dilakukan secara online melalui Z00m. Dengan penuh semangat, Mayang mempersiapkan diri. Senyum cerah menghiasi wajahnya, karena hari ini adalah langkah pertama menuju dunia baru sebagai mahasiswi. Untuk sementara, ia menggunakan laptop milik Valdi, yang dengan perhatian khusus telah menyiapkan ruang tersendiri agar Mayang bisa fokus mengikuti perkuliahan.
Pagi itu, Valdi berdiri di ambang pintu kamar, memperhatikan Mayang yang tengah serius menyimak materi dari dosennya. Sambil menyeruput kopi, ia tersenyum melihat antusiasme Mayang. Sesekali, tatapan mata Mayang dan Valdi bertemu, dan mereka saling melempar senyum kecil—semacam isyarat keakraban di antara mereka.
Namun, di tengah ketenangan suasana pagi itu, mata Valdi tertarik ke arah kaki Mayan
Sore itu, Celine tampak sibuk di depan cermin, memilih pakaian untuk Valdi dengan teliti. Dia sengaja mendandani Valdi agar tampil lebih memukau, bahkan lebih keren dari artis K-pop. Valdi mengenakan setelan kasual yang dipadu dengan blazer hitam slim-fit, kaos putih bersih di dalamnya memberikan sentuhan santai namun tetap elegan. Celana hitam yang dipilihkan Celine menonjolkan kakinya yang panjang, dipadukan dengan sepatu kulit hitam yang berkilau sempurna. Rambut Valdi disisir rapi ke samping, memberinya tampilan yang lebih fresh dan modern. Dengan wajahnya yang terpahat sempurna, senyum samar yang penuh percaya diri, dan pakaian yang dipilihkan Celine, Valdi tampak seperti bintang.Celine sendiri mengenakan dress putih satin yang jatuh dengan lembut di tubuhnya, memberikan kesan anggun sekaligus sensual. Dress itu memeluk tubuhnya dengan pas, memamerkan lekuk tubuhnya tanpa terlihat terlalu provokatif. Dia memadukan gaun tersebut dengan sepatu h
Malam itu menjadi milik Anya. Setelah sekian lama menahan kerinduan yang mendalam, kini giliran dia yang berada di atas Valdi, melepaskan seluruh gairahnya. Pinggul Anya bergerak lincah dan liar, seolah-olah ingin membuktikan bahwa dia bisa memberikan kenikmatan yang lebih, sesuatu yang hanya dia yang mampu berikan. Setiap gerakan pinggulnya semakin intens, membawa Valdi dalam pusaran kenikmatan yang tak tertahankan.Keringat mengalir di tubuh Anya, bercampur dengan peluh Valdi yang merespons setiap goyangan. Nafas mereka berdua saling memburu, suasana kamar penuh dengan desahan yang kian tak terkendali. Anya telah mencapai puncaknya dua kali, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda darinya—lebih liar, lebih bergairah. Valdi bisa merasakannya, sensasi yang tak biasa dari mantan istrinya, seolah dia menyalurkan semua emosi yang pernah terpendam."Mmhh... mmhh... ahh... ahh... Valdi... ahh, kamu... makin enak aja sih," desah
Celine tersenyum di sela-sela ciuman mereka, menikmati respons malu-malu tapi penuh gairah dari Luna. "Ya udah, di kamar lo dulu aja, ya... Nanti, besok-besok, kita bisa seru-seruan bareng mereka," godanya lagi sambil tertawa kecil, jelas merencanakan lebih banyak hal di masa depan.Tanpa banyak bicara lagi, Celine menarik tangan Luna, mengarahkannya untuk naik kembali ke lantai tiga. Luna menurut, masih dengan sedikit ragu namun jelas terpengaruh oleh daya tarik Celine yang kuat. Mereka berdua berjalan perlahan ke kamar Luna, suasana di antara mereka semakin hangat dan penuh dengan perasaan yang baru, seolah momen ini baru saja membuka pintu ke sesuatu yang lebih dalam dan tak terduga.Di kamar Mayang, suasana semakin intens. Valdi terus menghentak dengan ritme yang semakin cepat, meluluhlantakkan pertahanan Mayang yang sudah dua kali mencapai puncaknya. Tubuh Mayang bergetar hebat di bawah Valdi, napasnya terputus-putus di ant
Tanpa menunggu lagi, Valdi langsung merespons godaan Mayang dengan gairah yang tak terbendung. Dia mendekatkan wajahnya ke payudara Mayang dan segera menghisap puting pinknya dengan rakus, tanpa peringatan. Bibirnya dengan cepat bergerak, menikmati kelembutan kulitnya yang terbuka. Mayang terkejut sesaat, tapi kemudian tertawa kecil, suara tawa itu diiringi dengan desahan halus ketika rasa geli bercampur kenikmatan mulai mengalir di tubuhnya."Mas, aaahh…," Mayang menggeliat manja, tubuhnya sedikit melengkung, tangannya secara refleks melingkari kepala Valdi, menariknya lebih dekat. Napasnya mulai terasa lebih berat, matanya terpejam sambil menikmati sensasi yang diberikan Valdi.Valdi tak berhenti, bibirnya bergerak dengan keterampilan yang telah terbentuk dari kedekatan mereka selama ini, menelusuri setiap lekukan dengan penuh keinginan.Mayang menggeliat lebih dalam, tubuhnya bergerak mengikuti rit
"Pak Bowo," jawab Luna dengan suara gemetar.Celine menggeleng sambil mendesah. "Ya elah, aki-aki macam-macam aja," gumamnya sambil menatap Valdi. Valdi, yang kini mulai serius, mengeluarkan ponselnya."Permata Airlines kan?" tanya Valdi lagi, memastikan."Iya, Mas..." Luna mengangguk, berusaha mengendalikan perasaannya.Celine, yang merasa ada sesuatu yang aneh dengan cara Valdi bersikap, menatapnya dengan heran. "Sapa sih loe kenal?" tanyanya, sedikit bingung.Valdi tertawa kecil. "Gue nggak kenal, cuma dia yang kenal gue," jawabnya sambil tersenyum jahil.Celine tertawa kecil, lalu dengan suara khasnya menirukan gaya bicara Mandra. "Sombong amat…"Valdi mengabaikan godaan Celine dan mulai mencari kontak di ponselnya. "Brandon kan? Brandon Atmajaya?" gumamnya sambil mengetik.Celine menatapnya ka
Malam itu memang menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Valdi—suatu malam yang benar-benar berbeda dari semua pengalaman bercintanya selama ini. Intensitas, keintiman, dan permainan antara Sarah dan Kamala tak hanya memikat tubuhnya, tetapi juga mengikat pikirannya. Valdi seakan terseret ke dalam pusaran gairah yang seolah tak pernah surut, bahkan saat malam berganti pagi.Namun, perjalanan pulang menuju Jakarta keesokan harinya ternyata tidak memberikan jeda yang diharapkan Valdi. Jika semalam sudah penuh dengan godaan dan kenikmatan, pagi dan siang di perjalanan ini seakan menjadi perpanjangan dari permainan mereka. Dalam mobil, Sarah dan Kamala tidak membiarkan suasana tenang. Bukan hanya hubungan fisik, namun keterikatan emosional dan seksual mereka semakin jelas, membuat Valdi tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada jalan di depannya.Sambil memegang setir, Valdi mendesah panjang ketika merasa sesuatu yang lembut
Sarah bergabung dengan Kamala, berlutut di pinggul Valdi, berhadapan dengan Kamala. Dia menekan payudaranya pada payudara Kamala, meremasnya dengan erat, menciptakan kontak kulit yang lembut dan sensual. Sarah juga berkontribusi dengan air liurnya, membuat campuran yang menggairahkan di antara payudara mereka. Mereka menggesekkan payudara bersama, menciptakan 'vagina payudara' yang panas dan basah untuk batang Valdi.Valdi mengerang, mendorong pinggulnya ke arah mereka. Dia menyetubuhi payudara mereka dengan penuh gairah, daging keras dari batangnya meluncur di antara payudara mereka, menusuk jaringan sensitif. Kamala dan Sarah menikmati sensasi tambahan dari payudara dan puting yang tertekan erat bersama.Kamala, dengan inisiatif yang tak tertahankan, menarik payudaranya dari perkelahian sensual itu. Dia menurunkan mulutnya dengan penuh gairah ke batang Valdi yang terjepit di antara payudara Sarah. Sarah, dengan gerakan yang le
Seketika Kamala menarik tangan Valdi dengan lembut namun tegas, ia memberikan tatapan penuh arti."Mandi dulu yuk, biar seger," katanya sambil tersenyum. Valdi, meski sedikit terkejut dengan inisiatif Kamala, mengikuti tanpa banyak berpikir. Sensasi kelelahan dari hari yang panjang tampaknya membuat ide mandi bersama terasa lebih menarik.Mereka masuk ke kamar mandi, disusul oleh Sarah yang mulai melepaskan pakaiannya satu per satu, memperlihatkan tubuhnya tanpa ragu. Matanya masih menyiratkan godaan, senyum tipis terus menghiasi bibirnya. Saat di kamar mandi tanpa banyak bicara, ia beralih membantu membuka pakaian Valdi, jemarinya bergerak lincah menanggalkan setiap helai kain yang masih melekat di tubuh pria itu.Air dari shower mulai mengalir ketika Kamala memutar keran. Suara gemericik air memenuhi ruangan
Pak Bachtiar, yang tadinya arogan, kini mulai gemetar. "T-tunggu... Kita bisa bicara baik-baik... tidak perlu melibatkan polisi," katanya dengan suara yang lebih rendah dan penuh ketakutan, merasa bahwa semua kendali kini berada di tangan Valdi.Valdi tetap menatapnya dengan tajam, memastikan Pak Bachtiar benar-benar mengerti bahwa ia tak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih jauh jika diperlukan.Valdi dengan tenang mengeluarkan tasnya, membuka ritsletingnya, lalu mengeluarkan sebuah map tebal. Dengan gerakan mantap, ia menyimpan map tersebut di depan Pak Bachtiar yang kini semakin gelisah. Wajah Pak Bachtiar yang tadinya penuh arogan kini berubah tegang, merasa terperangkap dalam situasi yang tak pernah ia duga."Silakan kalau mau dibaca... lalu tanda tangan," kata Valdi dengan nada dingin namun tegas. Ia menat