Malam itu memang menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Valdi—suatu malam yang benar-benar berbeda dari semua pengalaman bercintanya selama ini. Intensitas, keintiman, dan permainan antara Sarah dan Kamala tak hanya memikat tubuhnya, tetapi juga mengikat pikirannya. Valdi seakan terseret ke dalam pusaran gairah yang seolah tak pernah surut, bahkan saat malam berganti pagi.
Namun, perjalanan pulang menuju Jakarta keesokan harinya ternyata tidak memberikan jeda yang diharapkan Valdi. Jika semalam sudah penuh dengan godaan dan kenikmatan, pagi dan siang di perjalanan ini seakan menjadi perpanjangan dari permainan mereka. Dalam mobil, Sarah dan Kamala tidak membiarkan suasana tenang. Bukan hanya hubungan fisik, namun keterikatan emosional dan seksual mereka semakin jelas, membuat Valdi tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada jalan di depannya.
Sambil memegang setir, Valdi mendesah panjang ketika merasa sesuatu yang lembut
Piring di tangan Farah bergetar hebat, nyaris meluncur dari genggamannya. Jantungnya bergemuruh, memompa darah dengan liar ke seluruh tubuhnya. Napasnya tercekat, mata terbelalak menatap lurus ke depan.Valdi menyadari getaran pada tubuh Farah. Senyum tipis, nyaris tak terlihat, tersungging di bibirnya. Dia menikmati setiap detik ketegangan yang merambati tubuh ramping itu. Bagi Valdi, kepanikan dan gairah yang bercampur aduk pada Farah adalah sebuah sensasi yang tak ternilai, membuat gairahnya semakin membakar.Tangan kanan Valdi semakin liar, memilin titik sensitif Farah yang mengeras di balik kaus V-neck ketatnya. Jari-jarinya yang kuat mengurut, menarik, dan meremas, membuat Farah memekik tertahan. Sementara tangan kirinya, yang tadi dengan cepat melorotkan celana dalam Farah hingga ke mata kaki, dan kini tangannya langsung bergerilya ke area kewanita
Perlahan, langkah kaki keluar dari kamar lantai dua, dan langkah itu semakin terdengar. Farah mencondongkan tubuhnya, berbisik panik,"Tuan… itu… itu… Mayang."Tangan Valdi masih berada di celah selangkangan Farah, jari-jarinya yang panjang masih menyentuh bagian paling sensitif Farah, merasakan cairan gairah yang meledak-ledak di sana. Dia tersenyum pada Farah, senyum yang begitu santai, seolah tak ada yang terjadi. Kedua alisnya terangkat, tatapannya menembus mata Farah. Kemudian, dengan gerakan pelan, tangannya mencubit halus dagu Farah.Detik berikutnya, Valdi melepaskan tangannya dari celah selangkangan Farah. Sensasi kosong yang tiba-tiba membuat Farah nyaris merintih. Namun, Valdi hanya kembali menghadap piringnya, melanjutkan sarapannya dengan gestur yang tenang, seolah tak ada hal
Farah, yang sedari tadi masih menunggu jawaban Valdi, perlahan menghampiri meja makan, meletakkan hidangan itu di depan Valdi. Ia bisa merasakan tatapan Valdi yang membakar kulitnya, membuatnya merinding sekaligus memicu sensasi aneh di area kewanitaannya.“Oh, itu…” Valdi akhirnya berbicara, suaranya rendah, namun penuh otoritas. Ia mengambil sepotong bacon dari piringnya. “Kalau nanti-nanti kamu lihat saya keluar pake kursi roda, kamu jangan banyak tanya dan jangan banyak omong kalau orang-orang nanya. Itu urusan saya, ngerti?” Nada suaranya dingin, mutlak, sebuah peringatan keras yang tak bisa dibantah.“Ba… baik, Tuan,” Farah mengangguk cepat, rasa takut yang dingin menjalar di punggungnya. Ia langsung sedikit bergegas meninggalkan Valdi, tatapan mesum Valdi yang masih mengikuti setiap gerakannya membuat jantungnya berdebar, bukan hanya karena ketakutan, tapi juga karena sensasi aneh yang mengaduk perutnya, merambat ke bawah, membuat intinya terasa berdenyut-denyut. Jadi, Valdi pu
Valdi memejamkan mata, namun kegelapan yang seharusnya membawa ketenangan justru diisi bayangan-bayangan yang menari di pikirannya. Sensasi dingin yang merayap di punggungnya tadi, bisik-bisikan halus, seolah masih menggantung di udara.Matanya terbuka, menoleh ke samping. Mayang yang terlelap pulas. Wajah gadis itu begitu tenang, seperti bayi yang baru saja menemukan kedamaian setelah seharian bermain. Bibirnya sedikit terbuka, napasnya teratur, dan rambutnya yang acak-acakan di bantal menambah kesan tak berdosa. Melihat Mayang, sulit membayangkan gelombang gairah dahsyat yang baru saja mereka lewati. Mayang sepenuhnya terbuai, termanipulasi, dan terjerat dalam jaringnya. Valdi tahu itu. Tapi mengapa kemudian ada perasaan aneh ini, seolah jaring itu kini juga menjerat dirinya? Cahaya redup dari ponselnya menunjukkan pukul satu dini hari. Valdi menggerakkan tubuhnya perlahan, berhati-hati agar Mayang tidak terbangun. Aroma khas Mayang, perpaduan keringat setelah gairah dan wangi alam
Malam itu terasa menusuk tulang, namun di dalam kamar, udara justru terasa begitu pekat, dibakar oleh hawa panas yang tak tertanggungkan. Pendingin ruangan yang meraung tak mampu memadamkan api yang berkobar di antara Valdi dan Mayang. Malam yang dingin tak mampu mengalahkan panas dari gairah mereka berdua yang membuncah. Di atas pangkuan Valdi, Mayang, dengan bibir yang masih menempel erat pada bibir pria itu, kemarinya yang mungil tak henti-hentinya menggesekkan kejantanan Valdi yang keras ke celah kewanitaannya yang telah basah kuyup dan berdenyut. Setiap gerakan kecil Mayang mengirimkan gelombang kenikmatan yang semakin memuncak, menyulut api yang tak terpadamkan di antara mereka.Tangan Valdi, dengan sigap menangkap pinggul Mayang. Ia siap menancapkan kejantanannya yang besar dan kokoh ke dalam kehangatan kewanitaan Mayang yang sudah terbuka lebar di atasnya.“Sayang, kamu yakin?” Suara Valdi terdengar serak, penuh pertanyaan yang menggantung di udara. Ia menatap Mayang lekat-leka
Pagi menjelang di kediaman Valdi, namun bagi Farah, malam yang baru saja berlalu meninggalkan jejak yang jauh lebih dalam dari sekadar debu tidur. Ia terbangun dengan tubuh yang pegal lada, terutama di area kewanitaannya yang terasa lengket dan sedikit perih. Apakah itu nyata? Atau hanya mimpi basah yang begitu hidup, begitu kuat, hingga meninggalkan sensasi fisik yang nyata pula? Celana dalam yang seharusnya dikenakannya semalam kini tergeletak tak beraturan di sisi ranjang, sebuah bukti bisu dari sebuah malam yang penuh gairah terlarang.Jam masih menunjukkan pukul enam pagi. Valdi, tuan rumahnya, biasanya baru bangun dua jam lagi. Ia bangkit dari ranjang, setiap langkah masih terasa berat, terutama saat kakinya mencoba merenggangkan otot-otot yang terasa kaku dan nyeri pasca 'tempaan' semalam. Sesuatu yang panjang, besar, dan kuat memompa dirinya berulang-ulang, memaksanya mencapai berkali-kali puncak kenikmatan. Dengan hati-hati, Farah keluar dari kamarnya. Pintu kamar Valdi di l