Seusai sesi terapi kejiwaan pertamanya, Leon menyetir ke kantornya sendiri. Pengawal-pengawalnya berada di belakang mobilnya, mengikutinya dengan 2 mobil lain.
Kalau dibilang pengawalannya berlebihan, tidak juga. Pasalnya, Leon sudah beberapa kali mendapat ancaman pembunuhan. Dua kali penembakan misterius, sekali di depan lobi gedung Indrajaya Realty dan sekali sesudahnya di depan lobi Nirwana Amanjiwo Tower, tempat tinggalnya. Mungkin dia yang memiliki 9 nyawa seperti kucing sehingga bisa lolos dari penembak jitu yang mengintainya dari atap gedung di seberang jalan.
Semenjak saat itu, Leon memperketat pengaman dirinya sendiri dengan menempatkan 10 orang pengawal ketika dia pergi keluar ruangan. Masa bodoh pengawal-pengawal itu seperti makan gaji buta, yang penting adalah musuhnya yang tak terlihat itu akan berpikir berulangkali untuk mencoba membunuhnya.
Jadwal pekerjaan Leon pagi ini cukup padat. Giorgio, sekretaris pribadinya yang mengurusi jadwal meetingnya dengan klien sudah mengirimkan detail meeting untuk pukul 11.00, pagi ini.
Meeting itu mengenai perusahaan asal Jerman yang ingin membangun pabrik dan gudang di daerah Bekasi. Itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Leon untuk mengeksekusi proyek pembangunan dari investor luar negeri di area Jabodetabek.
Sebuah meeting bernilai beberapa puluh milyar yang menyita satu atau dua jam waktunya. Indrajaya Realty sangat terpercaya di mata klien asing. Terutama karena CEO-nya yaitu Leon sangat fasih berbahasa asing. Leon menguasai bahasa Mandarin, Jepang, Perancis, Jerman, Latin, selain bahasa Inggris yang sudah seperti bahasa kedua baginya setelah bahasa Indonesia karena Leon tinggal selama belasan tahun di Perth, Australia.
Sebandel-bandelnya Leon di mata keluarga besar klan Indrajaya. Dia justru yang paling mendekati kemampuan negosiasi papinya, Leonard Indrajaya yang melegenda di kalangan pebisnis sejak berpuluh-puluh tahun lalu.
Sungguh lawan yang sepadan dengan kakak sulung beda ibunya yang bernama Leeray. Untungnya mereka tinggal berbeda negara, Leeray menetap di Perth, Australia. Perusahaannya pun bernama Indrajaya Realty, hanya yang itu cabang Australia.
Leon telah tiba di lobi gedung Indrajaya Realty, pengawalnya segera memasang badan mereka di kanan kiri Leon. Dia menyerahkan kunci Lamborghini gold miliknya ke petugas vallet parking. Kemudian dia naik lift khusus CEO menuju ke ruangannya di lantai 30.
Ting. Lift itu pun berhenti dan terbuka pintunya.
Di depan pintu ruangannya, Giorgio sudah siap menyambut kedatangan Leon dengan agenda dan tablet pc di tangannya.
"Selamat pagi, Pak Leon," sapanya yang hanya dibalas dengan anggukan formal yang dingin oleh Leon.
Mereka berdua pun masuk ke ruang kerja Leon.
"Dimana Adri? Apa belum kembali dari mengurusi Annabella?" tanya Leon seraya membanting bokongnya di kursi kebesarannya di ruang CEO.
"Sepertinya sudah dalam perjalanan kembali ke kantor, Pak. Apa ada yang perlu saya kerjakan, Pak?" balas Giorgio dengan resmi.
Leon mengusap dagunya yang licin lalu bertanya, "Mengenai pembelian unit apartment yang ditawarkan agen Ray White apa sudah dibuatkan janji dengan pemiliknya? Apa tawaranku kemarin diterima?"
"Sudah deal, Pak Leon. Pemiliknya bersedia bertemu dengan Anda seusai meeting dengan klien dari Jerman pagi ini. Ngomong-ngomong, sekarang sudah hampir waktunya meeting itu, Pak," ujar Giorgio menjawab pertanyaan Leon sekaligus mengingatkan Leon akan meeting pentingnya.
"Aahh kau benar, Gio. Aku akan turun ke lantai 8 sekarang. Kamu ikutlah denganku untuk mencatat hal-hal yang penting saat rapat. Kau bisa 'kan berbahasa Jerman?" kata Leon sembari bangkit berdiri membawa iPad miliknya.
"Bisa, Pak. Mari ... silakan duluan," sahut Giorgio sembari membukakan pintu ruang CEO.
***
Seusai meeting dengan klien dari Jerman itu, Leon pun segera meminta Gio dan Adri ikut bersamanya ke apartment Evita. Entah kenapa dia merasa grogi bila harus bertemu sendiri dengan Evita di luar ruang praktik psikolog. Dia takut menjadi terlalu agresif bila hanya berdua saja dengan Evita tanpa embel-embel status dokter dan pasien.Segalanya tentang Evita memang membuatnya merasa tidak biasa. Dia harus mengingat kenyataan bahwa saat ini dia akan membeli sebuah unit apartement dan bukan membeli gadis itu.
Gadis itu memiliki harga diri yang luar biasa tinggi bahkan ketika terpojok dengan situasi BU (Butuh Uang), dia tidak mengambil jalan pintas dengan menjual diri seperti kebanyakan wanita yang Leon kenal dan sudah pernah beli dalam semalam. Padahal Leon sangat menginginkan Evita hingga nyaris gila.
Uniknya situasi ini adalah Leon tahu posisinya yang dilematis. Sekalipun dia memiliki uang yang tak terbatas jumlahnya, tetapi itu tidak bisa membeli tubuh Evita apalagi hatinya, gadis itu seorang introvert yang sulit terbaca oleh Leon apa yang dia rasakan dan pikirkan. Sangat menggemaskan!
Leon menyetir Lamborghininya mendekati Golden Patra Kuningan, nama gedung apartment tempat unit milik Evita berada. Adrian dan Giorgio yang berada di dalam mobilnya pun hanya terdiam karena Leon tidak mengajak mereka bicara. Dia memang dikenal dingin pada bawahan dan koleganya.
Dia pun memarkir mobil sport itu di parkiran basement apartment middle-upper class itu. Para pengawalnya segera bergegas mengamankan perimeter tempat Leon akan lewat. Leon sudah terbiasa dengan segala kehebohan itu, yang terpenting tidak ada yang akan nekad mencelakainya di tempat umum.
Leon segera naik ke dalam lift bersama Adrian dan Giorgio. Kali ini Gio yang menekan tombol lantai lift tempat unit Evita berada, lantai 6.
'Lantai 6 tidak cukup tinggi, tipe wanita yang senang menerima sesuatu apa adanya, bukan tipe ambisius,' batin Leon mencoba menganalisa profil Evita.
Dalam sekejap mata, mereka sampai di lantai 6. Kedua sekretaris pribadinya berjalan di depannya. Leon mengikuti mereka berdua ke unit milik Evita. Ternyata nomor 6010, terletak di pojok koridor menghadap ke timur.
Adrian membunyikan bel unit itu. Mereka bertiga menunggu pintu itu dibuka oleh pemiliknya.
Akhirnya, pintu itu dibuka dari dalam.
"Selamat siang, apa kalian yang akan membeli unit apartment saya?" sapa Evita dengan ramah, dia belum melihat Leon yang berdiri agak di belakang kedua sekretarisnya itu.
"Selamat siang, Nona Evita Caroline Meyers. Kami mengantarkan bos kami untuk melihat unit apartment milik Anda. Silakan Pak Leon ...," ujar Giorgio sembari menggeser tubuhnya memberi jalan untuk Leon.
Evita sontak terperangah, pria itu Leon, pasiennya tadi pagi. Wajahnya merah merona ketika matanya bersirobrok dengan tatapan Leon yang sering membuat jantungnya berdetak tak beraturan.
Leon pun tersenyum melihat rona di wajah gadis idamannya. Di dalam pikiran Leon yang mesum itu ada banyak ide kreatif yang bisa membuat wajah Evita merona lebih merah lagi. Namun, dia akan mengikuti kegemaran gadis itu untuk menarik ulur hubungan mereka.
"Terkejut, Evita?" ucapnya.
"Ehm ... sejujurnya ya, aku terkejut, Leon," jawab Evita tegang dengan gerakan spontan mundur ke dalam unitnya ketika Leon berjalan mendekat ke arahnya.
Ada satu sisi di ruang hati Evita yang merasa takut bila dia terjerat oleh pesona seorang Vladimir Leon Indrajaya karena dia telah bertunangan dengan pria lain dan akan segera melepas masa lajangnya dengan Belvin Alexander Young.
Kini Leon sudah ahli mengganti popok bayi, serta merawat bayi dengan minyak telon, bedak bayi, serta losion bayi. "Diego ... jagoan Papi! Ututu cayaaangg ...," ucap Leon menimang-nimang puteranya sambil menggoda bayi yang terkekeh-kekeh itu sehabis memandikannya pagi ini.Sementara Evita sedang membuat makanan pendamping ASI karena putera pertamanya semakin bertambah usianya. Dia membuat bubur kentang dan daging salmon yang lembut dicampur wortel dan brokoli. Setelah selesai Evita mendekati ayah dan anak itu di balkon sambil membawa semangkuk bubur bayi."Eve, kurasa kali ini genetikku yang kuat mendominasi tampilan fisik Diego. Rambutnya semakin hitam dan iris matanya juga hitam. Aku bisa berbangga di depan abang-abangku, Leeray dan James yang selalu kalah genetiknya dari istri mereka," ujar Leon tertawa girang saat Evita menyuapi Diego di baby stroller.Sepertinya bayi laki-laki itu menyukai makanan pendamping ASI buatan maminya. Diego seolah menikmati buburnya dan menelannya begitu
"Hai, Matt. Tumben kau mencariku?" sapa Michael Benedict Indrajaya berjabat tangan dan merangkul menantunya.Mereka berdua pun duduk di sofa kantor CEO Tanurie Grup. Matthew pun mulai berbicara, "Mike, aku ingin melebarkan sayap ke bisnis di Indonesia. Kurasa di Jakarta belum ada kasino yang besar seperti di Singapore atau Macau atau sejenis di Las Vegas atau Atlantic City. Aku berpikir itu sebuah ide bisnis yang menarik untuk digarap. Bagaimana menurutmu?" Michael terpekur sejenak memikirkan ide itu lalu dia pun menjawab, "Bisnis yang menarik, tapi kau butuh uang banyak untuk setoran keamanan ke banyak pihak, Matt. Ini Indonesia, hanya yang memiliki sumber daya kuat yang mampu bertahan. Selama ini grup Tanurie dan grup Indrajaya berfokus di sarana prasarana bidang jasa niaga. Entertainment belum kami sentuh.""Papa Mertua, aku butuh bantuanmu untuk lebih mengenal negara ini dengan baik. Belum ada, tapi bisa dicoba. Oya, cucumu laki-laki dan aku ingin nanti dia yang meneruskan legacy
Leon memeluk Evita yang merasa cemas pasca kedatangan Joe Allen Leigh yang ingin membawa Diego. "Tenanglah, Eve! Pria itu sudah pergi dari rumah sakit," hibur Leon seraya membelai punggung Evita dengan lembut."Bagaimana bila hasil test DNA Diego mengatakan bahwa Joe adalah ayahnya, Hubby?" ucap Evita dengan jantung berdebar-debar.Helaan napas meluncur dari mulut Leon. Dia sendiri pun agak bingung dengan penampilan bayinya setelah lahir. Rambut Diego tidak merah seperti maminya, tidak hitam seperti Leon, melainkan kecoklatan gelap. Kemudian warna iris matanya juga biru begitu, tidak hijau, tidak pula hitam seperti dirinya.Genetik itu permainan kode DNA yang dominan dan resesif bisa teracak sempurna. Itu yang Leon tahu dari ilmu IPA yang pernah ia pelajari saat sekolah dulu. Sebetulnya kalau puteranya seperti maminya, Leon juga tidak keberatan. Ini malah bikin bingung karena tidak ada ciri khas papi maminya. Pusing!"Eve, kalau ternyata ayah kandung Diego adalah Joe. Apa yang harus k
"Hello, Eve!"Suara bass husky pria itu mengirimkan teror ke sekujur tubuh Evita. Dia mendadak gemetaran dan menatap nanar ke arah pria itu berjalan mendekatinya di bed pasien ruang ibu dan anak.Joe Allen menyeringai melihat Evita yang tampak ketakutan melihatnya. "Ckckckck ... kenapa harus takut kepadaku? Aku ingin melihat puteraku juga. Coba biarkan aku menggendongnya, Eve!" ujar Joe Allen mendekat ke samping ranjang."Jangan mendekat!" teriak Evita lalu menekan tombol panggilan untuk perawat.Diego ada di dekapannya dan sedang menyusu dengan tenang tanpa tahu bahwa maminya sedang tegang berhadapan dengan monster predator wanita."Bayi yang tampan dan sehat. Aku ingin menggendongnya!" Joe Allen mengangkat Diego dari dekapan Evita lalu menimang-nimang bayi berusia beberapa hari itu sambil berdiri.Perawat jaga bergegas masuk ke ruangan itu dan bertanya, "Apa Anda membutuhkan sesuatu, Nyonya?""Suster, pria ini berbahaya, dia mengambil puteraku!" teriak Evita histeris.Namun, Joe All
"Eve, kurasa HPL kelahiranmu sudah lewat. Kenapa anak ini tak kunjung lahir?" tanya Leon penasaran.Evita pun terpekur sejenak lalu dia berbisik di telinga suaminya, "Mungkin kau bisa membantuku kontraksi kali ini?"Dengan wajah berseri-seri Leon menjawab, "Itu keahlianku, Hot Mommy! Siap melayani dengan sepenuh hati."Perasaan bergetar saat menatap tubuh molek istrinya yang polos masih sama bagi Leon, little mermaid itu memiliki sejuta pesona yang membuatnya tak mampu berpaling. Perlahan telapak tangannya menekan perlahan bulatan indah di dada Evita. Bibirnya mencecap puncaknya yang mengalirkan susu dengan deras.Bagi Leon bercinta dengan wanita hamil memiliki sensasi istimewa tersendiri, dia sangat menyukainya. ASI dari Evita membuatnya bernostalgia dengan masa batitanya dulu yang hanya teringat samar-samar. Namun, satu yang pasti rasanya manis dan membuatnya ketagihan."Leon ... aku seperti merasa punya bayi besar," goda Evita yang membelai-belai bagian belakang kepala suaminya yan
Lisbon, Portugal.Kali ini Matthew mengajak Alice mengunjungi Lisbon Oceanarium yang terletak di perairan biru Estuary Tagus. Bangunan itu dari kejauhan tampak seperti kapal yang tinggi menjulang di atas laut yang terbuat dari kaca.Konsep tempat wisata ini mirip dengan sea world yang menampilkan kehidupan laut, ada banyak jenis ikan laut yang bisa dilihat seperti ikan hiu, ikan Puffer warna-warni, anemon laut, dan pinguin lucu yang senang berinteraksi dengan pengunjung."Matt, pinguinnya melambai kepadaku," ujar Alice terkikik geli melambai-lambaikan tangannya dengan beberapa ekor pingiun di balik kaca oceanarium.Pria itu pun tertawa geli melihat Alice dan pinguin-pinguin itu. "Wah, sepertinya kalian cocok bersahabat satu sama lain."Mereka bergandengan tangan berkeliling melihat-lihat isi oceanarium yang menarik. Ikan pari lebar melewati kaca di atas kepala mereka. Tiba-tiba ponsel Matthew berdering tanda panggilan telepon masuk. Dia segera menerimanya. "Halo?" "Halo, Boss. Saya
Sudah tiga bulan terakhir ini pria itu tak bisa menikmati hobinya berhubungan seks dengan wanita. Penyebabnya adalah alat kelaminnya mengalami radang dan bernanah bercampur darah. Ingin melakukannya, tetapi saat bergesekan atau hanya bersentuhan saja bagian yang dulu sempat jadi kebanggaannya untuk menaklukkan wanita itu tak bisa lagi digunakan karena sangat sakit.Akhirnya Belvin hanya bisa mengalihkan hasrat seksualnya dengan berhalusinasi menggunakan obat-obatan terlarang. Angel dust telah menjadi sahabatnya berfantasi. Angannya dapat terbuai melayang jauh sekalipun jiwanya sakit.Dari hari ke hari tubuhnya semakin kurus karena dia kehilangan napsu makannya dan hanya ingin berbaring dan berfantasi dalam dunia maya. Dosis obat-obatan yang dia konsumsi dari hari ke hari semakin meningkat. Awalnya hanya jenis serbuk yang dihirup melalui lubang hidung. Lama kelamaan dia menggantinya dengan jenis obat injeksi yang efeknya lebih kuat.Pergaulan yang buruk merusak tubuh, pepatah itu sung
Petang itu sebelum makan malam bersama awak kapal yacht Lady Marine, Matthew sengaja mengajak Alice ke Pastel de Belem. Bakery itu menjual Patel de Nata yang terkenal di Lisbon. Mereka memesan dua lusin makanan ringan bercita rasa manis itu untuk menjamu awak kapal.Bentuk pastel berisi krim putih bertabur bubuk kayu manis itu lebih mirip pie yang buah sebenarnya, hanya tidak menggunakan buah sebagai isiannya dan bentuknya memang seperti pastel tutup yang dipanggang.Alice menggigit sebuah Patel de Nata lalu menyuapi suaminya juga. "Aaa ... apa manis?""Manis seperti istriku!" sahut Matthew terkekeh sambil melingkarkan lengannya di sekitar pinggang Alice yang sedang duduk di high chair menunggu pesanannya.Bibir Alice mendekati bibir suaminya dan langsung disambar dengan ganas. "Aahh ... I got a strike, Boy!" seru Alice terengah menata napasnya.Matthew tertawa dan bertanya, "Why?!" "I got a monster bit my lips like a Giant Traveley fish!" ("Aku mendapat monster yang menggigit bibirk
Perlahan kapal yacht Lady Marine merapat ke dermaga Lisbon. Kapten Eugene Dunn mengarahkan kapal pesiar mewah berukuran sedang itu dengan roda kemudi kapal. "Mister Leigh, tujuan Anda dan Nyonya telah tercapai. Welcome to Lisbon!" ujarnya di depan alat pengeras suara yang terhubung ke semua ruangan di kapal yacht itu.Alice bersorak gembira dan melompat ke pelukan Matthew. "Ahh ... tak sabar rasanya untuk turun ke daratan, Hubby!" seru Alice penuh semangat.Pria tampan itu tersenyum miring menatap istrinya yang imut dan membalas, "Mungkin Lisbon tak seterkenal Paris, Rome, London, atau Amsterdam, tapi aku yakin kau pasti tidak akan melupakan petualangan romantis kita di Lisbon!"Akhirnya sauh dibuang ke dalam laut dan tali tambang kapal diikat ke tonggak dermaga. Matthew membantu Alice turun dari kapal, sedangkan Calvin membawakan koper kedua majikannya."Capt. Eugene, aku akan berjalan-jalan seminggu di Lisbon. Bersenang-senanglah juga, turun dari yacht!" seru Matthew yang mendapat