Home / Romansa / Gairah Liar Presdir Posesif / 2. Surat Perjanjian Jual Diri

Share

2. Surat Perjanjian Jual Diri

Author: Caramelodrama
last update Huling Na-update: 2024-11-12 10:03:17

“Tolong … pinjami saya uang, Pak!” Ziandra mengulangi permohonannya karena tak juga dia mendengar sahutan dari Aldric. “Sa-satu miliar rupiah ….” Suaranya seperti mencicit karena gugup, malu, dan ragu ketika mengatakannya.

Awalnya dia hendak meminjam Rp100 juta, tapi mendadak dia berubah pikiran dan menyatakan nominal Rp1 miliar ke Aldric. Dia pikir, uang sebanyak itu bisa mencukupi seluruh biaya pengobatan anaknya.

‘Aku tak peduli dianggap terlalu serakah. Ini semua demi Clara!’ seru batinnya.

Jantungnya berdegup kencang menanti jawaban bosnya. Dia tahu, permintaannya sangat keterlaluan. Mana ada karyawan meminjam sebanyak itu? Terlebih lagi, dia bukan jajaran eksekutif. 

Apakah dia akan menerima semburan marah bosnya? Ziandra ingin menangis. 

“Kenapa jumlahnya sebesar itu?” Suara Aldric meninggi tanpa berteriak. Tentu saja dia sangat terkejut mendengar nominal yang disebutkan kepala sekretarisnya. Mana ada bawahannya yang berani meminjam sebanyak itu?

Ziandra meremas erat tangannya sampai buku jarinya memutih. Apakah Bos Aldric benar-benar akan menolak permintaannya?

Dengan suara bergetar, Ziandra menjawab, “Karena … karena Anda sangat kaya, Pak!”

Ziandra sendiri tak paham kenapa dia mencetuskan kalimat itu. Seakan meluncur begitu saja dari mulutnya tanpa bisa dia tahan.

Jawaban jujur dari Ziandra membuat kening Aldric berkerut.

Tapi menit berikutnya, Aldric mengangguk sambil menyeringai aneh dan berkata, “Oke! Aku setuju! Tapi dengan syarat. Bagaimana? Kamu sanggup?”

Betapa gembiranya Ziandra. Bos yang dikenal sebagai dermawan di kalangan para pekerjanya, ternyata memang nyata! Sekarang ada harapan untuk Clara sembuh!

Beban berat di hatinya seakan lenyap menjadi debu diterbangkan angin. Senyumannya terbit, secerah mentari. “Boleh, Pak! Syarat apa pun, saya bersedia! Saya pasti sanggup!”

Mengabaikan senyum aneh bosnya dikarenakan terlalu gembira dan antusias, dia tidak berpikir panjang, dan menyetujui secara gegabah. Pikiran lugunya hanya menduga mengenai pekerjaan yang mungkin diperberat untuknya setelah ini.

Aldric merangkum semua jarinya di atas meja dan bicara, “Syaratnya mudah saja, yaitu kamu wajib melayani saya, di mana pun dan kapan pun saya ingin.” Mata pria itu menatap Ziandra dari atas hingga bawah.

Ziandra bagaikan ditabrak kereta ketika mendengar syarat tersebut. Dia paham apa makna ‘melayani’ yang dimaksud Aldric, dan itu sangat mengagetkan! Bisa-bisanya Aldric menginginkan hal tak pantas dari karyawannya!

Apakah ini benar Bos yang baik, ramah, dan dermawan yang dia ketahui selama ini?

Ziandra melihat Aldric mengetik sesuatu di laptop lalu mencetaknya.

“Tanda tangani ini.” Aldric menyerahkan kertas itu ke Ziandra.

Mata Ziandra membeku membaca judul surat perjanjian antara mereka. “Su-Surat Perjanjian Jual Diri?” Mendadak, dia merasa kesal. “Apakah Bapak tidak merasa nama surat perjanjian ini keterlaluan?”

Dia terlanjur mengucap setuju dan ternyata begini ujungnya. Lantas, dia menatap Aldric yang berjalan mendekat hingga dia secara refleks mundur ke belakang dan tertahan oleh lemari besar.

“Kenapa? Tidak mau?” Aldric mendekatkan wajahnya ke Ziandra sambil berbicara dengan nada rendah dan berat. “Kamu bisa keluar dan anggap saja kita tak pernah membicarakan ini, kalau tak mau. Silakan cari Rp1 miliar di tempat lain!”

Ziandra bergidik merinding ketika melihat bagaimana Aldric yang dikenal baik, bisa berkata hal semacam itu diiringi seringaian. Apakah sebenarnya pria ini hanya memakai topeng palsu di depan semua orang?

“Cepat putuskan! Aku tak punya banyak waktu!” desak Aldric sambil menaruh satu tangannya di sisi kepala Ziandra. Tatapannya tajam bagaikan predator yang siap mencaplok mangsanya.

Ingin sekali Ziandra berlari keluar. Tapi tidak! Clara butuh dioperasi! Anaknya harus sembuh! Apa pun caranya!

“Ma-mau! Saya … saya mau, Pak!” Sambil meremas erat ujung blazer-nya, Ziandra akhirnya setuju. “Tapi tolong transfer dulu ke rekening saya.”

Ziandra lega melihat Aldric mengangguk dan menjauh. Maka, dia pun menandatangani surat perjanjian tersebut.

Kenekatannya memang menerjang nilai moralitas yang dianut sebagai wanita bersuami. Tapi … anak adalah segalanya! Dia yang mengandung dan merasakan sakitnya saat melahirkan Clara, maka sudah sepantasnya dia memperjuangkan Clara meski harus mengorbankan martabatnya!

Ziandra terkesiap. “Ti-tiga puluh kali? Saya … saya harus melayani Bapak sebanyak 30 kali? Dan … akan mendapat hukuman jika mangkir meski satu kali?”

Dia terkejut ketika membaca dengan teliti pasal-pasalnya. Tapi bosnya tak mau tahu. Perjanjian sudah ditandatangani.

“Aku sudah mentransfernya.” Aldric melakukan apa yang diinginkan Ziandra.

Segera, Rp1 miliar ada di rekeningnya. Dia lekas mengirimkan Rp100 juta ke pihak rumah sakit. Dengan begitu, Clara bisa dioperasi!

“Nah, sekarang lakukan kewajibanmu!” Aldric melepaskan jasnya.

Ziandra menelan saliva. Dia melihat Aldric menghubungi resepsionis lantainya untuk membatalkan rapat dan menolak semua tamu yang akan masuk ke ruangan.

“P-Pak ….” Ziandra tak sadar melangkah mundur dan pantatnya menyentuh tepian meja besar Aldric. Dia risih ketika pria itu menjulurkan wajah untuk menciumnya. Di tempat itu juga?! “Ja-jangan di sini.”

“Kamu tidak memiliki posisi tawar-menawar mengenai itu, Zia.” Aldric tidak peduli dan mulai meraih wajah Ziandra untuk menyatukan bibir mereka, melumat semaunya.

Ziandra kewalahan dengan ciuman agresif Aldric. Bagaimana bisa orang yang kerap dia dampingi dan dia hormati, ternyata melakukan ini padanya dengan penuh napsu? Air mata mulai berkumpul di pelupuk.

“Arh!” Dia terkejut ketika tubuhnya didorong hingga rebah setengah badan di atas meja. “Pak!”

“Ssshh! Jangan bersuara keras atau yang di luar bisa mendengarmu!” Suara berat Aldric keluar, berbarengan dengan pria itu mengurai manik blazer dan juga blus Ziandra.

Dengan kebuasan tak terduga, mulut Aldric menguasai puncak dada Ziandra dan meremas puas di sana. Ziandra memejamkan mata, tak sanggup melihat.

Bahkan, dia menahan pekikannya ketika secara mendadak ditarik dari meja dan badannya diputar membelakangi Aldric.

Dia lekas membekap mulutnya sendiri ketika roknya disingkap ke atas dan Aldric menurunkan celana dalamnya dengan kasar. Wajahnya merah padam menahan malu.

“Kamu yang meminta ini, Zia,” ucap Aldric dengan geraman disertai seringaian. “Urrghh!”

Ziandra membekap erat-erat mulutnya sambil menahan tangis ketika harga dirinya koyak seiring ‘pertahanannya’ ditembus milik Aldric. Dia merasa hancur sehancur-hancurnya.

Hatinya berbisik pilu, ‘Mas Dion, maafkan aku ….’

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gairah Liar Presdir Posesif   94. Melibatkan Clara

    “Membuntutinya?” Dion mengerutkan kening mendengar ide Namila.Dia diam untuk berpikir dulu mengenai itu.“Kenapa?” Namila bertanya. “Bukannya itu ide bagus?”Mata tajam Dion melirik Namila yang masih memandanginya demi menunggu jawaban.“Aku punya hal lain yang ingin aku kejar.” Dion berkata.“Apa itu?” Namila penasaran.Dion mulai tersenyum miring sebelum dia berkata, “Pokoknya ada! Kamu belum saatnya tahu.”Rupanya Dion masih ingin merahasiakan apa yang ada dalam benaknya dari Namila.Ini menyebabkan Namila merengek manja. Dia tak terima kekasih tabunya memiliki sesuatu yang disembunyikan darinya. "Ayolah, sayang, jangan main rahasia denganku. Aku bisa mati penasaran kalau kamu tidak memberitahu aku." Namila mencoba meluluhkan Dion dengan rengekannya.Tapi Dion masih kukuh, tak mau membagi pikirannya dengan Namila."Kali ini saja aku ingin menyimpan ini dulu darimu, Mila sayang." Dion mengelus wajah cantik Namila. "Nanti juga kamu akan tahu. Kan tidak menjadi kejutan menyenangkan

  • Gairah Liar Presdir Posesif   93. Rencana Baru untuk Ziandra

    “Pak! Pak Aldric!” Dion bangkit, ingin menahan kepergian Aldric dari sana.Dia masih belum berhasil mendapatkan kesepakatan Aldric. Dia tak ingin impiannya musnah sebelum waktunya.“Apa lagi? Kurasa sudah tak ada yang perlu dibincangkan.” Aldric menatap malas ke Dion yang tak tahu malu.Sayang sekali, Dion ketika sudah menargetkan seseorang, dia jarang ingin melepaskan mangsanya.“Bagaimana kalau tiga puluh juta, Pak? Saya yakin itu bukan jumlah besar yang memberatkan Bapak.” Aldric menetap heran ke Dion. Sememuakkan itukah suami Ziandra? Bagaimana bisa dulunya Ziandra sudi menjadi istrinya?“Bahkan jika itu sepuluh ribu rupiah pun, saya tidak ingin memberikannya ke kamu.”Tapi, Aldric mendadak merogoh saku jasnya dan mengeluarkan lembaran uang nominal Rp10 ribu.“Oh, kalau senilai ini, aku masih bermurah hati padamu, Pak Dion. Terimalah, mungkin bisa untuk biaya ojekmu pulang.” Aldric menempelkan lembaran itu ke dada Dion.Mau tak mau, Dion menerimanya.Hanya saja, kemudian Aldric me

  • Gairah Liar Presdir Posesif   92. Dion Vs Aldric

    “Jadi kamu mengundang saya ke sini hanya untuk mengatakan itu saja?”Di luar dugaan Dion, Aldric justru menanggapinya dengan sikap santai. Seolah-olah Dion tidak menimbulkan kegentaran di hatinya.Hal ini memang mengejutkan Dion. Dia sempat terdiam sesaat, tapi lekas mengambil kendali lagi.“Pak Aldric. Bapak orang ternama di negara ini. Anda pebisnis besar yang pastinya tak ada orang tak tahu Anda. Apakah Bapak yakin akan baik-baik saja apabila saya membongkar hubungan tabu Bapak dengan istri saya?”Dion tak kurang akal dan membawa-bawa status Aldric sebagai pengusaha ternama.Aldric tidak menyurutkan sikap santainya. Dua lengan direntangkan santai di sandaran kursi dan punggung bersandar rileks. Sungguh tak memiliki kesan dia sedang ditekan.“Langsung saja ke intinya, Pak Dion. Saya tak suka orang yang terlalu bertele-tele seperti kamu.” Aldric memberikan pandangan meremehkan ke Dion.Di matanya,

  • Gairah Liar Presdir Posesif   91. Interogasi dari Susan

    “Clara senang kamu datang,” ucap Ziandra pelan.Dia tak tahu harus berbincang apa jika ada Susan dan Clara di dekat mereka.Tapi… bukankah kalau mereka sedang berduaan saja pun tak pernah ada pembicaraan yang benar-benar obrolan? Mereka lebih banyak beraktivitas ketimbang berbincang!Ziandra melirik Aldric yang mengangguk kecil sambil pria itu berkata, “Bagus. Karena aku juga senang bisa datang.”“Tapi… kenapa harus datang begini?” Dia masih belum tenang dengan kedatangan tiba-tiba Aldric.Hatinya berdebar-debar, menduga-duga apa sekiranya yang dipikirkan ibunya saat ini. Seakan Aldric mempertebal fakta akan tuduhan yang dilontarkan Dion.Dia harus jawab apa jika Susan mempertanyakan mengenai kedatangan Aldric?“Sudah kukatakan, aku ingin melihatmu, dan sekaligus menjenguk Clara.” Aldic menegaskan ucapannya dengan suara rendah dia.Ziandra menghela napas pelan. Sepertinya susah sekali menghentikan pria ini kalau sudah punya kemauan.Maka dari itu, yang bisa dikatakan Ziandra hanya seb

  • Gairah Liar Presdir Posesif   90. Untuk Apa Datang?

    Ziandra membeku di tempatnya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Satu nama yang tak dia harapkan muncul malam itu, justru kini berdiri di ambang pintu.“Ke-kenapa?”Aldric tersenyum tipis. Dibalut mantel hitam elegan, dengan rambut yang tertata rapi dan aroma khas yang langsung menyeruak ke hidung Ziandra, pria itu tampak seperti keluar dari adegan film.Di tangannya, dia membawa satu kantong besar berisi boneka dan beberapa bungkusan makanan.“Maaf kalau aku datang tanpa kabar. Tapi Clara bilang tadi sore kalau dia suka boneka beruang. Aku pikir, tak ada salahnya jadi ‘Om baik’ sekali lagi,” ucap Aldric santai, pandangannya hangat tertuju ke ranjang pasien.Ziandra melirik ke arah Susan yang masih berdiri mematung di samping meja.Wajah ibunya terlihat canggung. Tak heran—bagaimanapun, Susan sudah dicekoki berbagai tuduhan Dion dan Namila mengenai Ziandra menjalin hubungan terlarang dengan bosnya sendiri.Kini pria itu datang ke hadapan mereka, nyata, nyata sekali.“Oh…”

  • Gairah Liar Presdir Posesif   89. Pancingan Tetangga

    “Oh, aku orangnya simple, Bu, Kalau dia wanita baik dan masih ingin jadi istriku, yah dia pasti tidak akan macam-macam di luar sana. Tapi kalau dia tidak bisa menjaga kepercayaan yang aku beri, itu artinya dia bukan yang terbaik untukku.”Dion menyahut dan kemudian tersenyum ke Namila yang membalas senyumnya. Si tetangga pun manggut-manggut.“Mas Dion ini orangnya serba nerima, Bu. Dia laki-laki yang tidak suka ribet. Makanya asal percaya saja ke mbak Zia. Sekarang tinggal mbak Zianya saja, bisa menjaga kepercayaan atau tidak.” Namila menambahkan.Si tetangga masih manggut-manggut.Yang membuat si tetangga terheran-heran, Dion dengan santai menaruh satu lengan di bahu Namila, merangkul tanpa risih.“Wah, kalian sepertinya sangat akrab, yah!” Si tetangga tanpa ragu memberikan sindiran halus atas sikap Dion ke Namila.Menilik arah pandangan si tetangga ke rangkulan Dion pada bahu Namila, pria itu tak kurang kata-kata.“Ah, dia ini sudah seperti adik kandungku, Bu. Mila dan aku sudah san

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status