Home / Romansa / Gairah Liar Presdir Posesif / 3. Menjadi Pendosa Demi Anak

Share

3. Menjadi Pendosa Demi Anak

Author: Caramelodrama
last update Last Updated: 2024-11-12 10:04:47

‘Uff! Lelahnya! Bos sialan! Satu jam lebih dia mengerjai aku!’ rutuk Ziandra di hatinya sambil berjalan lunglai di lorong rumah sakit.

Masih teringat jelas bagaimana Aldric sangat buas dan agresif ketika menyetubuhinya. Badannya terasa remuk akibat kegilaan sang Bos. Tadi mengendarai motor pun, nyaris menabrak beberapa kali.

Dia kembali ke rumah sakit hanya untuk memastikan anaknya masuk ke ruang operasi dan kemudian pulang ke rumah untuk mandi. Untung saja Susan dan Namila mau menunggui Clara menjalani operasi.

“Aku harus mandi … aku butuh mandi!” tegasnya, berbisik sambil mengemudikan motor ke rumah.

Selama ini, dia masih menempati rumah orang tuanya bersama Dion dan Clara. Mereka belum memiliki rumah sendiri. Dulu dia hendak mengontrak sebuah rumah kecil agar mandiri, tapi Dion tak setuju. Dion lebih suka tinggal di rumah mertua yang cukup lapang dan nyaman.

Tiba di rumah, dia melihat suaminya masih asyik bermain game online di sofa.

Dia harus bersikap senormal mungkin di depan suaminya agar Dion tidak mengetahui apa yang baru saja dia perbuat demi mendapatkan uang.

“Mas, daritadi aku telepon kamu, kenapa tidak diangkat?” tanyanya, sedikit kesal. “Aku pontang-panting mencari uang untuk operasinya Clara, Mas!”

Dion tidak ingin repot-repot menoleh dan tetap fokus ke layar handphone-nya. “Aku lagi sibuk push rank, nih! Udah, ah! Sana, sana! Berisik, ih!”

Ziandra kecewa. Harusnya Dion ikut merasakan kesedihan atas Clara. Itu anak mereka berdua! Tapi mau bagaimana lagi, sejak dulu Dion memang sudah kecanduan game online dan media sosial.

Tak ada gunanya memprotes sikap abai Dion. Suaminya hanya manis ketika dulu mengejar cintanya dan saat awal pernikahan saja.

Dia pun berjalan lunglai ke kamarnya, dan langsung menyambar handuk untuk mandi. Saat memutar keran shower, dia teringat kejadian antara dia dan Aldric di ruangan si Bos. Mendadak saja dia merasa jijik sendiri.

“Aku kotor … hiks! Aku sudah sekotor ini, hiks!” Dia berdiri sambil memeluk tubuhnya sendiri di bawah kucuran air shower.

Lekas diambilnya sabun dan berulang kali digosokkan kuat-kuat ke tubuhnya.

‘Aku harus melepaskan semua kotoran dan aroma Pak Aldric dari tubuhku!’ tekad Ziandra.

Maka, dia terus menyabuni dirinya, berulang kali. Bahkan 3 kali bilasan dilakukan demi melunturkan bau Aldric. Berharap Dion tak bisa mencium aroma dosa darinya.

Tak heran jika mandinya membutuhkan waktu hampir 1 jam. Ketika selesai, dia merasa linglung dan matanya sakit akibat banyak menangis.

‘Ini baru satu kali. Masih ada 29 kali lainnya.’

Kemudian dia mulai menangis lagi dengan isakan tertahan, tak ingin suaminya mendengar.

Tiba-tiba, handphone-nya berdering lirih di dalam tas. Dia mengambilnya, berharap itu dari ibu atau adiknya yang memberi kabar mengenai Clara.

Sayangnya, harapannya terlalu tinggi.

“Lakukan tugasmu sore nanti. Aku akan kirimkan lokasinya.” Demikian suara berat dan dalam milik Aldric ketika dia mengangkat panggilan itu.

Dia melongo. Bingung. Bukankah tadi sudah di kantor? Kenapa meminta lagi dengan rentang waktu yang sangat dekat? Memangnya si Bos belum puas?

Hendak protes, tapi dia teringat perjanjian yang sudah terlanjur ditandatangani. Memang bodoh dan ceroboh! Tapi itu satu-satunya jalan untuk pengobatan Clara! Itu satu-satunya harapan untuk sang anak!

Maka, setelah berpakaian rapi, dia bersiap pergi di jam 5 sore.

“M-Mas, aku … aku ke rumah sakit dulu. Kalau Mas ingin makan malam, sudah aku buatkan nasi goreng seafood di meja.” Dia sampai tak berani menatap lama-lama suaminya karena takut hatinya luluh dan mengakui semua dosanya.

Tak ada jawaban dari Dion selain, “Hum.” Pendek dan cuek.

Bahkan pria itu tidak mengalihkan pandangan dari layar handphone. Bertanya mengenai anak mereka pun tidak! Ya sudahlah! Perlu berharap apa lagi?

Dia memacu motornya ke sebuah hotel bintang 5 yang dipilih Aldric.

Tiba di kamar presidential suite, Aldric menariknya dengan tak sabar. Pria itu secara bernapsu melucuti blus dan celana jinsnya hingga dia memekik kaget.

“Argh! Pak!” Dia tak bisa berkutik ketika dirinya dihempas ke ranjang.

Aldric mulai melumat bibirnya seraya tangan pria itu menjelajah liar ke tubuhnya, meremas apa saja yang dia miliki seakan tak ada hari esok.

“Kenapa? Mau berlagak suci?” Aldric Hagar menyeringai sambil tangannya menjelajah kasar di pusat tubuh Ziandra di bawah sana.

Ziandra menjadi gugup dan ketakutan. Bosnya sebuas ini, sangat jauh berbeda dengan citra ramah dan baik yang ditampilkan di kantor.

“Ayo, layani aku sesuai perjanjian kita!” Aldric mulai mendominasi.

Belum sempat Ziandra menyahut, dia sudah diterkam Aldric yang beringas. Diciumi, diremas, dan juga dilumat. Dia bagaikan mangsa tak berdaya di tangan Aldric.

“Pak, tolong pelan—ah!” Ziandra tidak mengira Aldric akan lebih ganas ketika di atas ranjang.

Meski Ziandra sudah bersiap akan momen ini, dia masih saja tak siap menghadapi sikap agresif Aldric. Dia pun terentak-entak kencang oleh dorongan pinggul Aldric.

“Kamu yang datang ke aku untuk uang, dasar perempuan matre! Pastinya yang seperti ini hanya hal biasa untukmu!” balas Aldric dengan suara geraman, bernada menghina. “Puaskan aku!”

Mata Ziandra memejam rapat, enggan menatap Aldric yang mendominasi kuat di atasnya. Jemarinya dirasakan kebas akibat meremas erat-erat tepian bantal.

‘Aku dihina sebagai perempuan matre. Rasanya sakit, tapi ini … ini harus aku lakukan. Dan … hal begini baru pertama kali kujalani, Pak!’ jerit batin Ziandra sambil mengalirkan air mata tanpa ada isakan.

Dia tak mungkin mengucapkan protes itu kepada Aldric, karena sangat membutuhkan uang pria 40 tahun itu. Hatinya hancur, moralitasnya berantakan berserakan, tapi dia tak punya pilihan lain.

“Arrghh!” Ziandra memekik keras dengan kepala dilempar ke belakang, menekan bantal, sebagai pelampiasan akan perasaan hancurnya jiwa dan raga.

Yang pasti, kehormatannya lagi-lagi terburai menjadi kepingan memalukan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Presdir Posesif   111. Tabir pun Dibuka Clara

    “Ta-takut sama papamu?”Winda mematung. Susan dan Ziandra terkejut. Suasana menjadi hening seketika, seolah udara lenyap dari ruangan.Mereka semua tidak memiliki sangkaan sejauh itu terhadap apa yang menjadi alasan Clara.“Apa maksudmu, Sayang?” Susan bertanya pelan.Clara menatap takut-takut ke Winda dan semua orang di sana. Seakan bocah itu hendak mengatakan sesuatu, tapi ragu.“Sayang, ada apa? Bicara saja, tak apa, kok!” bujuk Ziandra sambil menatap lembut ke putrinya.“Papa… Rara takut. Papa… papa sering cubit Rara. Papa… sering marah ke Rara. Oma Susan tak ada, Papa pukul Rara.” Bocah itu berbicara dengan kalimat kurang beraturan. Tubuhnya sedikit gemetar saat menyatakan itu.Ziandra dan semua di sana membelalakkan mata. Winda bahkan ternganga tak percaya.“Sayang, maksudmu… papamu sering memukul kamu?” tanya Ziandra hati-hati.Dia tatap lurus mata putrinya.Clara mengangguk dan tertunduk takut.Semua orang pun runtuh dalam kekecewaan.Tangan Ziandra terkepal erat di samping tu

  • Gairah Liar Presdir Posesif   110. Paksaan Winda

    “Zia… menikahlah denganku.”Tatapan pria itu begitu dalam, penuh ketulusan. Tapi justru karena itulah Ziandra dilanda badai dalam hatinya.“A-Apa?” ujarnya terbata.Ziandra terpaku. Kata-kata Aldric menggema dalam pikirannya seperti gema yang tak lekas reda.“Aku serius,” Aldric menggenggam tangannya. “Aku ingin kamu. Clara juga. Kita bisa menjadi keluarga yang utuh. Aku ingin menjagamu selamanya, bukan cuma diam-diam seperti ini.”Ziandra menarik napas dalam. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena senang, tapi karena panik.Dia menunduk. “Aldric… maaf. Aku tidak bisa.”Tatapan Aldric mengeras. “Kenapa?”Ziandra menatap pria itu, mencoba bersikap tenang. “Aku tidak ingin mengaburkan hubungan kita. Kamu… adalah bosku. Aku masih bekerja untukmu. Dan… aku belum siap. Aku tidak ingin… jatuh ke dalam perasaan yang mungkin cuma sementara.”Dia meremas tangannya di atas pangkuannya sendiri. Kepalanya tertunduk.Sebenarnya, bukan itu alasan utamanya.Dia… hanya takut. Dia takut kecewa, tak

  • Gairah Liar Presdir Posesif   109. Kejutan dari Pria Dominan Itu

    “A-Aldric… kita… kita tak perlu melakukan ini.” Ziandra cukup gentar dengan apa yang ada di ruangannya.Ruangan itu tidak menyeramkan, justru interiornya indah dengan dominasi warna kuning pastel dan merah muda.Hanya saja, yang membuat ruangan itu seram adalah alat-alat yang ada di sana.“Kupikir bersenang-senang dengan cara unik, tidak masalah. Ini bisa memperdalam intimasi kita, ya kan?” Aldric menyeringai sambil menutup pintu dan menguncinya.Mata Ziandra beralih dari ranjang bertiang, borgol, palang kayu berbentuk X, dan hal-hal memalukan lainnya ke Aldric.Memperdalam intimasi? Untuk siapa? Yang jelas, bukan dirinya!Dia bukan penyuka BDSM!“Ayo!” Aldric merengkuh pinggang Ziandra dan menggiringnya ke palang kayu berbentuk X.Napas Ziandra memburu, tapi bukan karena bersemangat, justru sebaliknya. Apakah Aldric mulai memiliki fetish tak normal ini?“Jangan khawatir, aku janji takkan kasar dan takkan menyakitimu.” Aldric berbisik di belakang telinga Ziandra. “Lagipula, ini bagian

  • Gairah Liar Presdir Posesif   108. Aku Takkan Melakukan Apa-Apa, Asalkan....

    “Oma?”Clara menatap neneknya dengan mata melebar karena kaget dan bingung.Winda, ibu Dion, sudah berdiri di tengah kamar. Mata merahnya dipenuhi amarah, bukan kesedihan. Nafasnya memburu, seperti hendak menerkam.“Clara Sayang, ke sini sama Oma, ya. Oma mau bicara sesuatu… penting banget.” Suaranya yang manis terdengar dipaksakan, seperti topeng yang sudah nyaris retak.Ziandra segera berdiri dan menghalangi Winda menghampiri Clara. Ibu mertuanya tak boleh mengatakan apa pun pada Clara.Belum saatnya!Ziandra berdiri cepat. “Mami, jangan! Clara belum siap…”“Tidak siap? Kamu yang tidak siap! Kamu yang takut!” Winda menuding Ziandra dengan jari gemetar. “Kamu takut kebenaran terungkap, ya kan? Bahwa kamu penyebab anakku mati?!”“Mami, tolong jangan di depan Rara,” lirih Ziandra dengan suara hampir pecah. “Dia masih kecil.”“Justru karena dia masih kecil, dia harus tahu sejak sekarang betapa ibunya hanyalah pengkhianat! Wanita jahat!” Winda melangkah maju.Clara memeluk bantalnya kuat

  • Gairah Liar Presdir Posesif   107. Campur Tangannya

    “Kaitan denganku?”Aldric tak langsung menjawab. Dia mengusap rambut Ziandra pelan, seperti menenangkan.“Kenapa tiba-tiba menuduhku, hm?” suaranya datar, tanpa emosi, namun justru membuat Ziandra merinding.Ziandra menelan ludah. “Aku tidak menuduh. Aku hanya… bertanya.”Aldric menatapnya lama, seolah menimbang. “Mereka sudah cukup lama menjerat hidupmu. Menindasmu. Merampas kebahagiaanmu. Seandainya mereka pergi karena kebetulan…” Dia berujar pelan, nyaris tak terdengar, “bukankah itu lebih baik?”Ziandra merasakan dadanya mencelos. Seketika napasnya tercekat.“Aku tidak pernah meminta mereka mati, Aldric,” bisiknya gemetar.Sepertinya dugaannya memang benar. Kematian suami dan adiknya ada campur tangan Aldric di dalamnya.Dia tak boleh lupa rumor mengenai Aldric. Apalagi pria itu memiliki kuasa yang tak bisa diremehkan di negeri ini.Aldric meraih tangan Ziandra. Hangat, menenangkan, tetapi juga membuatnya gentar.“Aku pun tidak memintanya,” katanya samar. “Tapi dunia terkadang pun

  • Gairah Liar Presdir Posesif   106. Kematian nan Ironis

    “Bagaimana, Pak Aldric, bukankah itu sangat ringan bagi Anda? Saya sudah menurunkan nominalnya untuk memudahkan hubungan kita.” Dion tersenyum iblis.Dia yakin Aldric takkan keberatan jika harga yang dia bayar adalah tidak lagi mengganggu Ziandra dan pria kaya itu.Aldric menatap Dion tanpa sedikit pun rasa takut. Dia duduk santai di kursi kerjanya, mencondongkan tubuh hanya sedikit, menatap Dion bagai menatap sampah.“Dua ratus juta, ya?” Bibir Aldric tertarik ke satu sisi, tersenyum sinis. “Nilai harga kebusukanmu ternyata tidak mahal-mahal amat. Aku pikir kamu akan menuntut lebih tinggi.”Dion mencelos, tidak menyangka Aldric akan membalas dengan kalimat setajam itu.“Jangan banyak gaya, Pak Aldric,” desisnya geram, meski gentar. “Saya ini pemegang rahasia Anda. Kalau saya buka ke publik, bukan cuma Anda, tapi juga perusahaan Anda bisa habis reputasinya.”Aldric tertawa pendek, ringan, namun tajam. “Rahasia apa yang kamu pegang? Foto buram? Video gelap? Bahkan jika kamu berkoar, sia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status