MasukZwetta sedang bersiap untuk bekerja hari ini, ia berdiri di depan kaca panjang yang ada di depannya untuk melihat penampilannya. Ia sedang memakai anting ditelinganya. Namun tiba-tiba Zwetta dikagetkan dengan kehadiran Alan yang berdiri di belakangnya.
“Alan!” pekik Zwetta kaget hendak berbalik namun Alan menahan pinggang Zwetta agar tidak bebalik. Pria itu tersenyum menatap Zwetta dari kaca.
“Selamat pagi,” sapa Alan, Zwetta terdiam melihat pria itu dari kaca.
“Kau mau apa?” tanya Zwetta pelan.
“Aku tadi mau memanggilmu untuk kita sarapan bersama, aku melihat pintu kamarmu terbuka dan aku melihatmu sedang bersiap dan aku masuk. Aku ingin membantumu, sepertinya kau juga sedang kesulitan saat ini. Apakah aku salah?” Alan tiba-tiba menarik reseleting gaun belakang Zwetta ke atas.
Hal yang dimaksud Alan, Zwetta butuh bantuan adalah hal tersebut. Setelah selesai, Alan mengelus pinggang ramping Zwetta dan menempelkan tubuh keduanya. Sehingga kepunyaan Alan tepat berada di bokong indah milik Zwetta,
“Kau sangat cantik dan sexy Zwetta, aku menyukainya.” Puji Alan, pipi Zwetta merona karena hal itu. Sudah lama rasanya ia tidak dipuji oleh seorang pria sampai seintim ini. Dulu Dion pernah memujinya, namun sekarang suaminya itu tak pernah lagi memujinya. Alan mencium bahu Zwetta yang terbuka, mengecupnya beberapa kali dan tersenyum.
“Sangat lembut dan wangi.” Puji Alan lagi, pria itu tak henti-hentinya memuji istri dari sahabatnya itu. Zwetta memejamkan matanya saat Alan mencium bahunya tadi. “Sepertinya Dion tidak pulang, apa aku salah?” Zwetta membuka matanya dan menggelengkan kepalanya.
“Dia sering melakukannya.” Jawab Zwetta.
“Kau pasti sangat kesepian, jangan khawatir aku akan menemanimu jika Dion tak ada. Kau tidak lagi sendiri.” Ucap Alan dengan tersenyum, Alan semakin berani memeluk Zwetta dan mencium telinga belakang Zwetta. “Kau sangat manis dan indah Zwetta, Dion bodoh juga mengabaikan wanita sepertimu.” Zwetta menikmati setiap sentuhan yang diberikan Dion padanya.
“Apa hari ini kau akan pulang lama?” Tanya Dion lagi dan mulai turun pada leher jenjang Zwetta yang begitu lembut menurutnya.
“Kenapa?” Tanya Zwetta, tangan Dion kini sudah berada di perut Zwetta.
“Aku ingin mengajakmu menonton, apakah kau mau? Kau pasti sudah lama tidak melakukannya bukan? Kau tidak punya teman untuk diajak menonton, apakah aku salah?” Zwetta menghela napasnya lalu menggelengkan kepalanya. Alan tersenyum saat ia benar, pria itu menciumi leher Zwetta dan bahkan menjilatnya membuat wanita itu memejamkan matanya.
“Jadi, apakah kau mau pergi denganku nanti?” Tanya Alan lagi. Zwetta membuka matanya dan menganggukkan kepalanya pelan, Alan tahu jika Zwetta menikmati setiap sentuhannya. Pria itu tersenyum dan berakhir mencium pipi Zwetta. “Baiklah, ayo kita ke bawah dan sarapan bersama. Aku akan mengantarmu bekerja.” Sebelum turun Alan meremas bokong Zwetta, pria itu tertawa kecil dan keluar dari kamar tersebut. Setelah Alan meninggalkannya Zwetta menghela napasnya dengan kasar. Ia bahkan memegang jantungnya yang berdetak dengan cepat.
“Bagaimana bisa aku diam saja saat disentuhnya dan aku menikmatinya?” Ucap Zwetta pada dirinya sendiri, ia menggelengkan kepalanya dan melihat wajahnya yang memerah. Namun di satu sisi ia menyukai sentuhan yang dilakukan oleh Alan. Tak lama dari situ, Zwetta turun dari kamarnya dan melihat Alan sudah menunggunya.
“Apa kau yang menyiapkan ini semua?” Tanya Zwetta pada Alan.
“Apakah menurutmu ada orang lain di rumah ini selain kita? Apa kau tak menyukainya?”
“Tidak, aku hanya bertanya saja. Terima kasih sudah menyiapkannya untukku, Dion tak pernah melakukan ini untukku. Selalu aku yang menyiapkannya.” Zwetta tanpa sadar kembali membanding-bandingkan Dion dan Alan. Sampai saat ini Alan jauh lebih baik dibandingkan Dion. Pria itu tertawa dan menyiapkan makanan tersebut ke piring Zwetta.
“Aku dan Dion jelas berbeda, aku tidak akan sama seperti dia yang mengabaikanmu. Aku jelas jauh lebih baik dibandingkan Dion, bukankah begitu? Saat ini aku yang ada bersamamu di sini untuk menemanimu. Aku tidak akan meninggalkanmu dan akan selalu berada di sisimu.” Zwetta tersenyum kecil.
“Terima kasih Alan.” Ucap Zwetta tulus.
“Ayo kita sarapan.” Kata Alan mempersilahkan. Sambil makan Alan bertanya beberapa hal tentang perjalanannya nanti ke suatu tempat, wanita itu memberitahunya agar Alan tak salah. Setelah itu Alan mengantar Zwetta ke kantor.
“Aku akan menjemputmu nanti, kau mau pergi denganku?” Tanya Alan sambil mengelus paha Zwetta, wanita itu melihat pahanya yang dielus oleh Alan. Entah mengapa saat disentuh oleh Alan ia merasakan desiran yang aneh.
“Boleh, aku akan menghubungimu nanti.” Alan menganggukkan kepalanya paham, Zwetta hendak turun namun Alan menahan lengan wanita itu. “Ada yang ketinggalan,” Ucap Alan sambil tersenyum. Pria itu menarik Zwetta dan langsung mencium pipi Zwetta. “Selamat bekerja.” Ucap pria itu dengan tersenyum, Zwetta tersenyum kecil lalu turun.
Ia berjalan dengan cepat sambil merasakan debaran yang kembali di rasakannya. Zwetta masuk ke dalam lift dengan diam dan sibuk memikirkan apa yang dirasakannya. Saat masuk ke dalam ruangan kerjanya Zwetta juga masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Nona Zwetta, kau sedang melamun?” Zwetta akhirnya sadar saat Rossie memegang bahunya.
“Eh, hai Rossie aku tak melihatmu tadi ada apa?” Rossie menatap Zwetta dengan aneh.
“Aku saja melihatmu, tadi aku sudah menyapamu dan memanggilmu tapi kau tak mendengarkanku. Kau sedang sibuk dengan pikiranmu sendiri, ada apa? Apakah kau sedang ada masalah? Kau sedang melamun tadi, biasanya kau seperti itu jika ada masalah.” Zwetta bahkan tak sadar dengan Rossie tadi karena pikirannya sendiri.
“Tidak apa Rossie maafkan aku, hanya aku memikirkan Dion saja. Dia tidak pulang tadi malam.” Zwetta terpaksa berbohong, sedikitpun memikirkan Dion tidak ada sama sekali di dalam pikirannya. Wanita itu sudah biasa ditinggalkan sendirian di rumah saja ketika Dion tidak pulang ke rumah. Tapi ia tak bisa jujur jika ia sedang memikirkan pria lain bukan?
“Benarkah? Apakah kalian sedang bertengkar?” Tanya Rossie.
“Tidak juga, kau jelas tahu bagaimana gilanya Dion bekerja bukan? Aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menanggapi hal itu.” Rossie menghela napasnya.
“Kau harus bersabar Nona, aku paham bagaimana perasaanmu. Baiklah, kita harus bekerja hari ini banyak yang harus kau lakukan hari ini mari bersiap.” Kata Rossie untuk menyemangati Zwetta.
“Baiklah Rossie.”
***
“Apa kau suka dengan film yang kita tonton?” Tanya Alan saat mereka baru saja keluar dari bioskop. Keduanya berjalan menuju parkiran karena mereka akan pulang.
“Suka, terima kasih sudah mengajakku menonton aku menyukainya. Rasanya aku hampir lupa bagaimana menonton di bioskop. Kau benar, aku tak punya seseorang untuk ku ajak pergi. Selama ini aku akan menonton sendirian di rumah.” Alan tertawa.
“Kau bisa mengajakku jika kau mau. Aku bisa menemanimu kapanpun kau mau, aku akan selalu ada untukmu Zwetta.” Wanita itu tersenyum.
“Terima kasih.” Alan membukakan pintu mobil untuk Zwetta, pria itu memang tahu harus bersikap bagaimana pada Zwetta. Alan selalu memperlakukan Zwetta sangat manis, pria itu melindunginya dengan caranya sendiri. Keduanya pergi dari sana untuk kembali pulang ke rumah karena hari sudah malam. Mereka juga sudah makan malam tadi sebelum menonton.
“Apa kau mau minum denganku?” Tanya Alan saat mereka tiba di rumah.
Kimberly memejamkan matanya, kepalanya mendongak merasakan sentuhan Dion yang membakar dirinya. Dion menunduk, bibirnya mengulum salah satu putting Kimberly menghisapnya dengan lembut. Lalu mengulumnya lebih dalam dan lidahnya bermain di sana.Hal itu menimblukan sensasi nikmat yang luar biasa. Kimberly mendesah, punggungnya sedikit melengkung merasakan listrik menjalau ke seluruh tubuhnya. Dion beralih ke putting yang lain, memperlakukannya dengan cara yang sama, memancing desahan demi desahan dari bibir Kimberly.Lalu tangan Dion meraih tangan Kimberly, membawanya ke depan kejantanannya yang sudah tegang dan di balik selananya. Kimberly mengerti isyarat itu. Jari-jarinya meremasnya perlahan, merasakan panasnya yang menjalar.Dion tersenyum puas. Ia lalu menunduk, bibirnya mendekati area kewanitaan Kimberly. Wanita itu menahan napas. Selalu saj
“Jadi, apa karena itu kau menghubungiku? Kau ingin aku temani malam ini? Kau ingin aku bermain denganmu, apakah begitu Pak?” tanya Kimberly.Jari-jari Kimberly turun perlahan menyusuri kaos Dion lalu berhenti tepat di sabuk celanannya. Sebuah senyum nakal terukir di bibirnya.“Aku bisa menemanimu dan memberikan kehangatan yang luar biasa malam ini.”Dion tidak begerak, ia membiarkan Kimberly melakukan apa yang diinginkannya. Dion sengaja tak memprovokasi Kimberly terlebih dahulu. Dion ingin membiarkan Kimberly yang memulai dan ingin menikmati permainan panas dari Kimberly.Hal yang disuka oleh Kimberly adalah, wanita itu tahu cara memulai karena wanita itu sudah sangat handal. Kimberly tahu bagaimana cara menggodanya dan bersikap liar. Berbeda dengan Diana yang masih terlihat malu-malu
“Baiklah, aku bisa apa kalau sudah begitu. Setelah pulang kau harus memberikanku hadiah ya, sayang,” pinta Dion.“Kau menginginkan apa?” tanya Diana.“Aku tak menginginkan apapun yang aneh. Aku hanya menginginkanmu saja tak lebih, mungkin kau harus memberikan sesuatu hal yang berbeda untukku,” bisik Dion membuat Diana tertawa.“Baiklah, aku akan melakukannya. Apapun yang ingin kau lakukan, apapun yang kau minta aku akan memberikannya. Sebelum aku pergi, besok aku juga akan memberikanmu yang terbaik sebelum aku pergi meninggalkanmu selama tiga hari,” kata Diana membuat Dion kesenangan.“Benarkah? Baiklah, aku akan memikirkan sebuah ide yang luar biasa,” kata Dion dengan semangat membuat Diana tertawa.“Apa ka
Saat Diana keluar dari ruangan Dion, Kimberly melihat hal itu. Dari tadi Kimberly memang sengaja menunggu karena ingin melihat wanita tersebut. Kimberly penasaran dengan wanita tersebut, walaupun Kimberly seakan tahu jawabannya siapa wanita tersebut.Kimberly melihat Langkah kaki Diana yang tertatih. Kimberly juga jelas mengetahuinya karena ia juga sering mengalami itu setiap bermain dengan Dion. Baju Diana yang berantakan juga bisa sangat disimpulkan alasan Diana seperti itu.“Hai, mari,” sapa Diana menyapa Kimberly sebelum masuk ke dalam lift.Begitu Diana pergi, Kimberly langsung saja masuk ke ruangan Dion. Pria itu sedang membersihkan berkasnya di lantai lalu membersihkan mejanya. Kimberly masuk dengan tangan dilipat dada dan menatap Dion.“Siapa wanita itu? Kekasih barumu?” tanya
Dion tidak memberinya jeda. Dengan satu Gerakan kuat yang menunjukkan betapa mudahnya ia mengendalikan tubuh Diana. Dion segera mengangkatnya dari jendela lalu membawanya menuju meja kerjanya besar, kokoh dan dingin.Dokumen-dokumen penting yang ada di atas meja disibakkannya dengan kasar, jatuh berhamburan ke lantai tanpa peduli. Ia mendudukkan Diana dengan paksa di atas meja, lalu membaringkannya mendorong kedua kakinya hingga terbuka lebar, mengangkang di depannya.“Aku ingin kau merasakan setiap sudut ruanganku sayang. Kita akan menciptakan kenangan tersendiri di sini, jadi saat aku bekerja aku akan bersemangat karena ada kenangan kita di sini,” ucap Dion dengan mesra sambil mengedipkan matanya.Mata Dion sangat terlihat gairahnya. Pria itu menindih Diana, batang kejantanannya yang masih basah dan panas kembali menekan liang Dian
Suara Dion bercampur dengan Hasrat. Kini satu jarinya masuk ke dalam liang Diana yang sudah banjir, dinding-dindingnya menguncup erat di sekeliling jarinya.“Ya, lakukan segera Dion,” balas Diana membuat Dion tertawa.Suara Dion terdengar begitu dominan dan penuh kemenangan. Dion memang selalu bisa membuat wanitanya merasakan kehilangan akal dan mendamba permainannya. Dion selalu bisa menaklukkan setiap wanita yang sedang dibuatnya kelimpungan karena permainannya.Dion menarik jarinya keluar, menimbulkan suara basah yang erotis. Lalu dengan cepat memutar tubuh Diana hingga punggungnya kembali menempel di kaca. Mengangkat sebelah kakinya yang jenjang dan melingkarnnya di pinggangnya.Tanpa persiapan ia menghujam batang kejantannnya yang besar, panjang, dan panas membara ke dalam liang Diana yang ba







