Share

Gairah Mantan Yang Ternyata CEO Arogan
Gairah Mantan Yang Ternyata CEO Arogan
Penulis: Auris Adreena

Kembalinya Kisah Kelam

“Ganti bajumu, jangan harap bisa bekerja di sini kalau penampilanmu seperti itu.” Regha meneliti penampilan Vella dari atas hingga bawah dengan kesan merendahkan.

Vella tidak yakin dengan seorang pria yang baru diketahuinya berstatus sebagai bos barunya. Regha yang ia kenal telah mati. Penampilannya seperti pemulung disebabkan oleh kesombongan pria itu.

Deretan angka serta huruf di plat mobil yang membuatnya terciprat genangan air ketika sedang dalam perjalanan adalah milik Regha. Pagi yang buruk untuk melakukan aktivitas. Pasalnya hujan deras mengguyur hingga dua jam lamanya. Wanita itu terus berlari hingga ke halte bus. Sayangnya Vella tak menemukan satu pun kendaraan yang lewat. Ingin memulai awal yang baik justru mendapat kemalangan. Tidak biasanya bus yang ia tumpangi penuh dan tidak menyisahkan celah untuknya masuk.

Terpaksa Vella harus berjalan dari rumah hingga ke tempat kerjanya. Belum sempat menghela nafas lega, nasib sial terus menimpanya. Pakaian wanita itu terciprat genangan air hingga membuat kemeja yang semula berwarna putih menjadi coklat. Naasnya sampai di kantor, ia malah terkena kemalangan. Dan itu semua adalah perbuatan Regha.

Di sinilah mereka berada, di ruang kerja Regha. Sang pemilik perusahaan sudah duduk di kursi kebesaran tanpa menghiraukan Vella yang setia melamun. Tak ada pembicaraan lagi. Ruang terasa sunyi ketika keduanya memilih bungkam.

Lamunan Vella buyar ketika mendengar Regha yang terus mengolok-oloknya. Ia tahu kesalahannya fatal, tetapi semua ini musibah karena hujan deras terus mengguyur.

“Baju saya kotor juga karena bapak,” kata Vella tak terima.

Ada sinyal aneh yang dirasakan Vella. Ia melihat pria itu sedang menghubungi seseorang. Sampai detik ini bosnya itu tidak mau menatapnya. Ia berdecih dalam hati akan penampilannya yang tidak layak berada di tempat seperti ini.

Tak lama datanglah seorang pria yang membawa paper bag. Vella penasaran dengan isinya. Namun, ia tak mau ikut campur.

Perhatian Regha sejak tadi terpusat pada Vella. Rupanya wanita itu belum menyadarinya. Ia tidak suka melihat Vella datang dalam keadaan kotor dan basah kuyup. Apalagi perempuan itu seperti enggan untuk menatapnya. Lantas ditariknya dagu Vella untuk menatap manik lekat milik Regha. Pandangan mereka bertemu, saling mengunci satu sama lain. Seolah ada kerinduan yang telah lama terpendam.

“Baju dan orangnya ternyata sama-sama kotor. Seharusnya kamu berterima kasih karena saya sudah berbaik hati,”

Seharusnya sebelum melamar pekerjaan di sini. Perempuan itu bisa mencari informasi mengenai sang pemilik. Sayang sekali akal cerdiknya tidak sampai berpikir jauh. Jika Regha memberinya baju ganti, hal tersebut merupakan bentuk permintaan maaf. Namun, sayangnya Vella harus sadar posisinya sekarang.

Sifat yang berbanding terbalik. Vella bahkan syok melihat perubahan Regha. Mereka dulu satu sekolahan sewaktu SMA. Regha adalah kakak kelasnya. Pertama kali pria itu berbicara dengan nada sinis padanya. Padahal ia yakin kalau lelaki itu masih ingat kalau dirinya tidak terbiasa dengan ucapan kasar.

Vella mengikis jarak dengan Regha. Ia hanyalah karyawan biasa yang tak pantas bersanding dengan orang terpandang. Miris melihat pria yang dulu dicintainya bahkan sampai sekarang sudah tidak peduli lagi padanya.

Mencoba bersikap profesional, Vella memungut pakaian yang tergeletak di lantai. Ia pamit pada Regha untuk berganti baju yang lebih layak dan tentunya bersih. Namun, pria itu menghentikan langkahnya, Regha mencekal tangannya.

Ada desiran aneh yang bisa dirasakan mereka. Regha menyuruh Vella untuk ganti pakaian di kamar mandi yang kebetulan terletak di pojok kiri ruangannya.

Sebagai bukti jawaban, lantas Vella mengangguk. Berjalan pelan menuruti kemauan bosnya. Pikiran wanita itu berkelana. Ia tidak yakin sanggup dalam menjalankan pekerjaannya.

Di dalam kamar mandi, Vella hampir saja menangis. Perkataan Regha sangat menusuk, hanya iblis yang bisa berkata demikian. Vella memegang dadanya, rasa sakit yang luar biasa dirasakannya kini.

Regha ingin membenci Vella. Namun, ia malah memperlihatkan sisi baiknya dengan membelikan baju ganti. Sungguh ironis di luar rencananya. Ia menerima wanita itu untuk bekerja di sini lantaran untuk membalaskan dendamnya.

“Terima kasih untuk pakaiannya, Pak,” ujar Vella seraya menunduk hormat.

Tak ada niat sedikit pun untuk beranjak dari ruangan ini. Vella hanya ingin meminimalisir asumsi yang tidak benar. Takutnya jika ada karyawan lain yang masuk dan malah mengiranya merayu Regha.

“Apa kamu pikir hanya dengan terima kasih bisa mengembalingkan uangku?”

Sebuah simbosis mutualisme. Regha memanfaatkan kesempatan dengan sangat baik. Ia tidak mau kebaikannya disalah artikan.

Vella tetap sama di mata Regha. Kecantikan wanita itu tak memudar. Bahkan bertambah cantik dua kali lipat.

“Aku ingin kamu melayaniku. Ku rasa kamu pandai dalam memuaskan. Bukan begitu, bitch?” Regha berbisik di telinga Vella, mengesampingkan helaian rambut wanita itu.

Demi apapun, Vella ingin sekali mengutuk kebiadaban pria yang baru saja menjadi bosnya itu. Ia pikir Regha tulus menolongnya. Ternyata dugaannya salah. Regha hanyalah pria licik yang menyelewengkan segala kekuasaan.

Sialan, Vella ingin mengumpat rasanya. Mendengar kata-kata yang begitu menyakitkan baginya adalah hal yang memilukan. Mengingat betapa indahnya kenangan mereka saat di SMA.

“Hentikan! Aku bukan jalang seperti yang kamu katakan,” seru Vella.

“Begitu caramu bicara dengan atasan?” tanya Regha sambil menaikkan sebelah alisnya.

Tujuan Regha berhasil, ia bertemu dengan Vella lagi tanpa harus bersusah payah untuk mencari perempuan itu. Semua ini adalah rekayasanya, sejak awal ia tidak melakukan interview. Khusus ditujukan untuk Vella. Karena ia tidak serius mempekerjakan wanita itu.

Regha hanya ingin bermain-main dan membalaskan dendamnya. Karena dulu pernah dipermalukan di depan umum oleh Vella. Jangan tanya seberapa besar cintanya waktu itu. Laki-laki jika sudah menemukan tambatan hati akan berjuang sampai titik akhir. Namun, Vella malah memilih pria lain.

Pria bertubuh jangkung itu bangkit dari kursi kebesarannya. Melangkah ke arah pintu. Lalu menguncinya.

Akibat pengkhianatan yang dilakukan Vella di masa lalu. Wanita itu harus menerima hukum tabur tuai. Sesaat ia terbayang dengan sosok Regha yang penuh kehangatan. Kini kehangatan itu telah menghilang di sapu ombak. Tergantikan oleh awan mendung yang selalu mengikutinya.

Sapuan bibir mendarat di daun telinga Vella. Dengan lancangnya Regha melakukan aksi bejat di kantor. Pria itu bahkan tak segan menyeret Vella masuk ke dalam kamar.

Desain ruangan tersebut memang dibuat senyaman mungkin. Berhubung Regha sering lembur, jadi ia menyulap ruangannya seperti rumah sendiri. Kenyamanan itu bertambah nikmat ketika membawa wanita ke ranjangnya.

Hati Regha telah membusuk, tertutup oleh dendam yang membara. Vella tidak bisa berkutik, langkah kakinya terhenti. Sekali saja ia bergerak akan berakhir di ranjang. Pikirannya berkelana ke mana-mana, membayangkan hal buruk yang akan terjadi jika tidak ada penolong.

Mustahil jika ada orang yang berani masuk ke ruangan ini tanpa izin dari Regha. Di sini Regha lah yang paling berkuasa.

“Tolong jangan lakukan itu, Pak.” Vella mulai ketakutan ketika pria di hadapannya baru saja merobek pakaian yang ia kenakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status