แชร์

Chapter 101 | Menguping

ผู้เขียน: Allensia Maren
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-09 12:00:14
“Waktu itu Selina buang ke tempat sampah, Pa.”

Selina berkedip beberapa kali. Ia menarik napas pelan, menahannya di dada, lalu menghembuskannya pelan. Wajahnya dijaga tetap datar, seolah pertanyaan itu bukan apa-apa.

Dusan langsung menoleh. “Tempat sampah yang mana?”

“Yang di apartemen,” jawab Selina cepat. “Di ruang tengah.” Di bawah meja, kedua kakinya saling menyilang. “Habis Selina cabutin uban Papa, Selina bungkus pakai tisu, terus dibuang ke situ. Memangnya kenapa Papa tanya begitu?”

Dusan terdiam sesaat. Tatapannya menyusuri wajah Selina, seperti sedang menimbang sesuatu. Beberapa detik kemudian, tangannya terangkat dan mengusap kepala menantu kesayangannya itu pelan.

“Nggak apa-apa,” katanya akhirnya. “Papa cuma mau pastikan kamu buangnya benar."

Sudut bibir Selina terangkat. Ia terkekeh kecil, suaranya terdengar santai. “Selina kan nggak pernah buang sampah sembarangan. Tapi, itu cuma uban aja, Pa, kenapa Papa khawatir banget?"

"Nggak juga, Papa cuma takut nanti
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก
ความคิดเห็น (2)
goodnovel comment avatar
Chuchan Kmk
cenayang ini c raven
goodnovel comment avatar
Dwi Aprilinda Pratiwi
Serunyaa update lg thor
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 117 | Curiga

    Sebelah alis Raven bergerak naik. Detik selanjutnya, pria itu tersenyum simpul. "Buat apa aku pakai trik murahan begitu? Kalau aku mau aku tinggal bilang saja."Beberapa detik Selina terdiam, ia membenarkan argumen itu. Raven bukan orang bertele-tele. Dia bahkan terang-terangan mengatakan ingin menjalin hubungan terlarang dengan Selina. Seharusnya hal remeh seperti permintaan foto bersama itu akan diutarakan dari mulutnya sendiri, bukan?"Terus itu permintaan siapa?" tanya Selina lagi, masih ingin tahu kebenarannya. Raven mengedikkan bahunya. "Permintaan mereka sendiri. Mereka sudah bertahun-tahun menjadi data analyst, sudah pasti tahu selera pasar dengan baik."Selina akhirnya membuang napas panjang. "Walaupun bukan kamu yang minta, tapi kenapa kamu malah setuju?"Dengan senyum simpul yang kembali terukir Raven kembali menarik pinggang Selina hingga kini mereka tidak berjarak. "Mana mungkin aku melewatkan kesempatan berduaan dengan kamu?""Tapi kalau kaya gini, kita jadi nggak bebas

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 116 | Berbeda Pendapat

    Dusan masih bersandar pada kursi putarnya. Punggung tengaknya menekan sandaran busa di kursi itu. sementara kedua tangannya mencengkeram penopang kursi hingga buku-buku jarinya tampak memutih. Mertuanya itu sedikit memutar kursinya ke samping, lalu kembali menghadap lurus. Tatapan mata pria paruh baya itu mengeras saat menyorot sang bawahan di depannya.Bahkan dari sorot mata saja, sudah jelas Dusanmenolak keras usulan yang baru saja diberikan. "Usulan kamu mungkin punya dampak. Tapi ini juga berisiko." Dusan menghela napas pendek, rahangnya mengeras. "Selina sudah menikah. Kalau saja benar-benar viral, bagaimana dengan reputasi Giovanni jika publik malah justru mendukung Selina dan Raven? Saya nggak ingin ada berita negatif yang menyerang Mathias Group maupun keluarga saya."Pegawai wanita itu menegakkan bahunya. Jari-jarinya meremas map tipis di tangannya sebelum akhirnya ia melangkah satu langkah lebih dekat ke meja."Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud ingin menjatuhkan ataupun memb

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 115 | Serasi di Mata Orang Lain

    Selina menggigit bibirnya, matanya menatap kosong ke dinding apartemen. Ia berusaha menyusun kalimat yang terdengar wajar, seolah semuanya memang terjadi tanpa cela. Hampir saja ia menepuk dahinya sendiri. Terlalu larut dalam permainan Raven semalam membuatnya lupa satu hal penting, mengabari Giovanni bahwa ia tidak pulang. Kini pria itu menuntut jawaban. “Ah, maaf, Sayang. Aku lupa ngabarin kamu semalam,” katanya akhirnya, nada suaranya dibuat seringan mungkin. “Temanku dari Norvast lagi liburan ke Sylan beberapa hari. Dia ngajak aku ke apartemennya. Kami minum bir dan ngobrol sampai larut, jadi aku menginap di sana.” Ada jeda di seberang sana. Selina bisa membayangkan Giovanni menghela napas, kebiasaan kecil yang selalu muncul saat ia sedang menahan kecewa. “Aku tahu kamu pasti kangen sama temanmu itu,” ujar Giovanni akhirnya. Nada suaranya terlihat lebih santai dari sebelumnya. “Tapi apa susahnya kirim pesan sebentar? Aku benar-benar khawatir waktu tahu kamu nggak pulang.” Se

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 114 | Selisih Kelahiran?

    “Bukan buat main-main. Hanya keperluan kontrak sebagai model. Kamu juga harus menjalani pemotretan, sama seperti model-modelku yang lain.” Selina menoleh ke arah Raven. Kerutan di dahi pria itu perlahan menghilang setelah mendengar penjelasan tersebut. Bahkan tak tersisa sedikit pun raut curiga di wajahnya. “Nggak usah fisiknya, fotonya aja nggak apa-apa,” imbuh Selina lagi. Raven hanya mengangguk-anggukkan kepala. “Ya, nanti aku kirim fotonya ke kamu,” ujar pria itu sambil memainkan rambut Selina dengan tangan yang ditindih oleh kepala wanita itu. Senyum Raven berubah menyeringai. Ia kembali melingkarkan tangannya di pinggang Selina. “Tapi kalau begitu aku juga punya satu syarat lagi,” bisiknya, dan entah sejak kapan tatapan pria itu berubah menjadi sayu. “Syarat...” Selina bergumam seraya menundukkan kepala, melihat pergerakan tangan Raven yang makin tidak biasa. “Syarat apa?” Senyum di bibir Raven semakin mengembang sempurna. “Menghabiskan malam ini... dengan olahraga malam.

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 113 | Meminta Kartu Identitas

    Raven menggeser tubuhnya mendekat, mempersempit jarak di antara mereka. Lengannya melingkar santai di pinggang Selina, menarik tubuh wanita itu sedikit lebih dekat ke dadanya. Kekehan tawa pelan keluar dari bibirnya, terdengar malas namun sarat sindiran.“Kamu benar-benar nggak bisa sabar, ya?”Selina mengerutkan kening. Tatapannya tertuju pada wajah Raven, bingung sekaligus kesal.“Maksudmu apa?”Raven memiringkan kepala. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring.“Baru saja selesai bercinta, kamu sudah ingin bertanya soal suamimu. Benar-benar memanfaatkan kesepakatan kita dengan sempurna.”Selina mendengkus. Ia melepaskan diri dari pelukan Raven, lalu bangkit setengah duduk. Kedua lengannya menyilang di depan dada, seolah memasang jarak.“Bukannya memang begitu perjanjiannya? Kamu yang bilang punya banyak solusi untuk masalahku. Kamu mau bantu asal aku jadi pacarmu, benar?”Wanita itu menatap Raven tanpa gentar. Sorot matanya tegas, nyaris menantang.“Sekarang aku sudah menep

  • Panasnya Dendam di Ranjang Pengantin   Chapter 112 | Mengerti Dirimu [21+]

    Selina kembali mendorong dada Raven semakin jauh. "Pakai pengaman dulu," peringat wanita itu meski napasnya putus-putus. Rasanya oksigen dalam tubuhnya mulai menipis. Peringatan itu justru membuat Raven tersenyum samar. Ia membuat jarak dengan tubuh Selina membuka laci nakas di samping ranjang, lalu mengambil sebuah kotak berwarna biru bertuliskan Invisible di sisi kemasannya. Raven menatap nakal. Lalu melempar benda itu padanya. Selina yang tak mengerti menegakkan tubuhnya. Keningnya berkerut ke arah Raven. “Bantu pasang," kata pria itu dan rona merah kembali menghiasi wajah Selina. Namun, Selina tidak mengatakan apa pun. Ia hanya meraih kotak itu, membuka kemasannya dengan hati-hati. Raven merubah posisi tubuhnya menjadi berlutut di depan wanita itu. "Pasang yang betul," bisik Raven membiarkan wanita itu memegang miliknya dan memasang lapisan lateks tipis di sana. Ketika Selina hendak kembali berbaring di ranjang, Raven mencegah tangannya. Pria itu segera menarik tubu

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status