Hanya berselang 30 menit, Amel kembali menggoda Bram. Untung saja Bram pria perkasa, sehingga ia bisa mengulang pertempuran itu untuk kedua kalinya.Bram masih terbaring lemah di atas tempat tidur, dengan seluruh tubuh bermandikan keringat. Sedangkan Tania sudah menunggu di kafe, wanita cantik itu sudah 30 menit tiba di sana.Suara dering ponsel memaksa Bram bangkit dari tempat tidur."Iya, aku akan segera ke sana," ucapnya setelah mengusap layar ponselnya.Bram memutuskan sambungan teleponnya, menaruh ponsel di atas meja, lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Sedangkan Amel sudah tertidur pulas di atas tempat tidur, tanpa mengenakan busana."Papah mau ke mana?" tanya Amel tiba-tiba.Bram yang sedang melangkah menuju pintu, tiba-tiba berhenti. Ia memutar tubuh dan kembali menghampiri Amel ke tempat tidur."Sayang, aku ke luar sebentar ya?" ucap Bram sambil membelai rambut panjang Amel."Papah mau ke mana?" Amel kembali bertanya, dengan nada khas bangun tidur."Hem....
"Sebenarnya aku ingin mengatakan, kalau Tania......""Kalau Tante Tania tidak mau bercerai?" lanjut Amel, yang membuat Bram berhenti bicara."Bu...bu....bukan sayang," bantah Bram."Jadi?" desak Amel dengan wajah menggemaskan."Tania hamil."Wajah Amel berubah jadi tegang, seketika tubuhnya lemah tak berdaya. Ia tidak tahu harus berkata apa, yang pastinya! Bram tidak mungkin menikahinya lagi, secara sah di negara."Sayang," panggil Bram dengan lembut, "Kamu marah ya?" lanjutnya."Ha, oh tidak. Aku tidak marah sayang," jawab Amel, ia berusaha tersenyum untuk menutupi kekecewaannya.Bram menarik tengkuk Amel, memeluknya dengan erat dan penuh rasa bersalah. Walupun Tania hamil, Bram tidak akan meninggalkan Amel ataupun mengakhiri hubungannya. "Om pasti meninggalkanku, apalagi kontrak kita hanya tinggal dua bulan lagi," ucap Amel sambil menumpahkan air matanya di pundak Bram.Bram melepaskan pelukannya, diusapnya air mata dari kedua pipi mulus Amel, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu
Setibanya di Apartemen, Bram refleks memeluk Amel dari belakang, "Sayang, aku minta maaf," ucapnya setengah berbisik.Amel memutar tubuh menghadap Bram, kaki mungilnya berjinjit untuk mengecup bibir pria tampan itu."Minta maaf untuk apa sayang?" Tanya Amel."Minta maaf karena sudah membuat kamu kecewa," jawab Bram.Amel tersenyum manis, "Kamu tidak membuatku kecewa sayang, tapi hatiku yang terlalu takut untuk kehilangan kamu," ucapnya sambil menatap kedua mata indah Bram."Benarkan?" tanya Bram.Amel menganggukkan kepala, "Sungguh," ucapnya.Bram menarik tengkuk Amel, menenggelamkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, "Terima kasih sayang," ucapnya."Iya sayang," balas Amel.Bram melepaskan pelukannya dari tubuh mungil Amel, "Temani Papah belanja ya?" ajak Bram."Hum..." Amel mengangguk sambil tersenyum manis.Keduanya bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan tubuh. Bersiap-siap untuk berangkat ke sebuah pusat perbelanjaan.Tadinya Amel berpikir, Bram ingin memb
Akhirnya Amel tertidur setelah bertempur sebanyak 5 kali. Wanita cantik itu tertidur pulas tanpa mengenakan pakaian, berbeda dengan Bram. Pria satu anak itu justru tidak bisa tidur, ia bingung kenapa Amel tiba-tiba berubah.Biasanya Amel yang kewalahan saat melakukan hubungan suami istri, tapi malam ini justru ia yang kewalahan melayani wanita cantik itu.Bram tertidur setelah waktu menunjukkan pukul 6 pagi, dan membuka mata pukul 11 siang. Ia refleks bangkit dari tidurnya, saat melihat Amel sedang melangkah ke arahnya."Papah sudah bangun," ucap Amel sambil menjatuhkan bokongnya di sisi ranjang."Iya sayang," jawab Bram, "Mamah kenapa pakai baju ini?" lanjutnya.Tentu Bram bertanya, sebab Amel mengenakan lingerie, padahal hari sudah siang."Emang kenapa Pah? Gak bagus ya?" Bukannya menjawab, Amel justru balik bertanya."Bukan gak bagus sayang, tapi baju ini kan untuk dipakai malam hari," jawab Bram."Masa sih, Pah? Di sini gak ada tulisan, harus dipakai malam hari."Jawaban Amel memb
"Ibu tidak seburuk itu, aku sangat mengenalnya. Sejak kecil dia membesarkan aku dengan penuh kasih sayang, dia bersusah payah mencari uang untuk menghidupiku," ucap Amel untuk membantah tuduhan Tania."Ya terserah kamu saja, aku tidak mungkin memaksamu untuk percaya. Tapi ketahuilah, Ibu kandungmu masih hidup sampai saat ini dan Ibu Maria lah yang tahu di mana dia, karena dialah yang menyembunyikannya." Tania bangkit dari kursi, lalu pergi meninggalkan Amel sendirian di kafe.Sepanjang perjalanan menuju Apartemen, Amel tidak berhenti memikirkan apa yang terucap dari mulut Tania."Benarkan yang dikatakan Tania? Apa mungkin Ibu Maria melakukan hal itu?""Oh tidak mungkin, jangan percaya dengan ucapan Tania, Amel. Kamu sudah tahu seperti apa Tania, mungkin saja dia sengaja mengatakan hal buruk tentang Ibu, untuk membuatmu membencinya." "Tapi kenapa Ibu tidak pernah menceritakan orang tua kandungku ya? Bahkan saat aku bertanya waktu itu! Ibu memilih diam, sama sekali tidak menjawab!"Ame
Amel benar-benar syok mendengar kisah hidupnya. Ia juga bingung karena apa yang diceritakan Maria, berbeda dengan ucapan Tania."Jadi, di mana Ibu dan ayah?" ucap Amel sambil berlinang air mata.Maria menggeleng, "Aku tidak tahu, hanya Tania lah yang tahu itu," jawab Maria."Jadi, aku anak yang tidak diinginkan oleh Ibu dan ayahku?" Lagi-lagi Amel bertanya.Kedua tangan Maria refleks memeluk Amel, "Mereka tidak menginginkanmu, tapi aku sangat menginginkanmu. Kamu dan Tia adalah separuh hidupku, Ibu sangat menyayangimu Amel," ucapnya.Air mata Amel semakin bercucuran, hatinya yang hancur kini terobati oleh ucapan Maria. Dari pelukan wanita paruh baya itu, Amel bisa merasakan kehangatan yang tulus."Terima kasih Ibu, kamu sudah menerimaku dengan lapang dada. Membesarkan aku dengan penuh kasih sayang dan cinta yang tulus," ucap Amel.Maria melepaskan pelukannya dari Amel, kedua telapak tangannya menggenggam kedua lengan Amel."Ibu harap, kamu tidak membenci kedua orang tuamu. Setiap manu
Bram yang sedang bercumbu, harus berhenti oleh ketukan pintu. Ia melepaskan bibirnya dari bibir Amel, melangkah untuk membuka pintu. Sedangkan Amel bergegas ke kamar mandi."Pah, aku ingin bicara." Kata-kata itu menyambut Bram, saat pintu terbuka."Okay." Bram melangkah menuju ruang tamu yang terletak di lantai dua, dan diikuti oleh Bryan."Pah, aku tidak setuju wanita itu tinggal di rumah ini," ucap Bryan.Bram menghela napas, "Tapi itu sudah keputusan Papa," ucapnya."Pah, tolong jaga perasaan Mama," keluh Bryan."Yan, Papah sudah berusaha menjaga perasaan Mama. Tapi apa! Pernahkah Mama menjaga perasaan Papah? Tidak," ucap Bram dengan lembut."Iya, aku tahu Mama selalu sibuk dengan bisnisnya dan mengabaikan kita. Tapi bukan berarti Mama tidak menyayangi Papah." "Yan, Papah tidak marah dan Papah tidak kesal walupun Mama sibuk dengan bisnisnya. Tapi Papah kecewa saat Mama bermain gila di belakang Papah." Akhirnya kata-kata itu ke luar dari mulut Bram."Maksud Papah?" Bryan sangat ter
Tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, keluarga Wijaya sedang berkumpul di meja makan. Bryan terlihat biasa saja, begitu juga dengan Amel, namun tidak dengan Tania. Wanita berambut pendek itu mulai melancarkan aksinya."Aduh..." Wajah Tania menunjukkan rasa sakit, sambil menekan perutnya dengan lembut."Mama kenapa?" Bryan bertanya, begitu juga dengan Bram."Kamu kenapa Tania?" tanya Bram."Aduh... perutku terasa sakit Bram," keluh Tania.Bram bangkit dari kursi, begitu juga dengan Bryan dan Amel. "Pa, bawa Mama ke kamar," desak Bryan.Bram menuntun Tania bangkit dari kursi, namun wanita yang tengah hamil satu bulan itu mengeluh tidak sanggup untuk berjalan. Bram mengangkat tubuh Tania dengan gaya bridal style, membawanya ke kamar dan membaringkannya di atas tempat tidur.Sementara Amel segera mencari Lukas, meminta pria paruh baya itu untuk menghubungi dokter keluarga Wijaya.Tidak lama menunggu, sang Dokter tiba di kediaman Wijaya. Ia segera memeriksa kondisi kandungan