“Gimana menurutmu?” Tanya Raja pada Merry.dia menata ulang semua barang-barang yang dia baru beli dari mall.Namun bukan suara Merry yang terdengar justru suara sang mama yang sangat melengking. Ternyata Merry melakukan video call.“Ngapain kamu beli barang-barang untuk Bayimu, Raja? Bahkan Mama dan Daddy sudah menyiapkan kamar untuk calon cucu kami. Setuju atau pun tidak, Mama tetap akan menjemputnya.”Ucapan Nayla tak bisa dibantah oleh Raja. Sang mama memang terus saja bilang kalau dia ingin mengajak Merry dan Raja tinggal kembali di Indonesia. Rasanya sudah bertahun-tahun Raja tinggal di luar negeri dan itu membuat Nayla rindu berat pada putra sulungnya.“Daddy bahkan sudah bilang, sebaiknya kamu dan Dandi pulang. Biarkan perusahaan di sana dikelola orang lain. Kamu tinggal pilih mau bangun bisnis Daddy yang baru atau kamu gantikan Daddy di kantor pusat. Jangan bandel Raja. Mama tidak suka berjauhan kayak gini. Apalagi yang kamu cari, hmmmm? Semua sudah dimiliki keluarga kita.”Uc
Esok harinya tepat pukul 07.00 bel apartemen Raja berbunyi. Raja menghampiri pintu untuk melihat siapa yang datang.Klik“Selamat pagi, Tuan. Saya Jessica, pelayan yang akan bekerja di apartemen, anda. Saya diminta datang ke sini oleh Pak Dandi.”Raja mengangguk. “Silahkan masuk,” ucapnya. Setelah itu dia menutup pintu apartemennya lagi. Merry yang awalnya duduk di sofa segera bangkit untuk menyapa pelayan baru di apartemen mereka.“Nama saya Raja, dan ini Merry istri saya,” ucap Raja. Bahkan di depan Jessica, Raja memeluk Mery dan mengusap lengan wanita itu sebagai sentuhan kasih sayang.“Halo, Nyonya. Saya Jessica,” dia memperkenalan dirinya bersalaman dengan Merry. Merry pun membalasnya.Raja mengajak Jessica duduk, lau dia menjelaskan tugas Jessica selain membersihkan rumah, dia juga harus menjaga Merry dan menemaninya sampai Raja pulang kantor.Sekitar satu jam mereka berbincang dan Jessica yang sudah banyak pengalaman pun akhirnya paham. Hari itu juga dia mulai bekerja.*Raja
“Raja pasti seneng banget kalau tahu kabar ini, mas,” ucap Nayla girang. Dia tahu betul putranya sangat mengidolakan ayahnya sendiri. Dia pasti akan sangat bangga banget setiap kali sang ayah melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Nayla sangat yakin Putra sulungnya itu ingin meniru jejak ayahnya menjadi pimpinan perusahaan yang dicintai oleh seluruh karyawannya. “Aku sudah telepon Raja barusan, sayang. Dan dia happy banget,” jawab Darren. “Oh ya. Syukurlah kalau begitu,” jawab Nayla.Mereka masuk lebih jauh ke dalam rumah. “Dimana Papa dan anak-anak, sayang?” tanya Darren kala melihat rumahnya kosong.“Mereka pergi ke Mall, mas. Anak-anak maksa kakeknya ikut. Mbak Siti juga dipaksa ikut. Tadi pagi Kayla sempat demam, tapi aku sudah berikan obat dan kondisinya sudah pulih,” jawab Nayla.Darren berdecak, “pasti tidurnya di lantai tuh. Kalau sudah belajar mereka selalu ketiduran di lantai. Meski sudah ada karpet tebal, tetap saja Kayla tubuhnya lebih lemah dari dua adik kembarnya y
“Pak, terima kasih atas traktirannya,” ucap manajer keuangan yang kebetulan mewakili tim lainnya. “Sama-sama. Mudah-mudahan setelah ini kita akan sering melakukan makan siang bersama seperti ini. Kita harus bekerja lebih giat lagi agar perusahaan menjadi semakin maju dan bisa mensejahterakan semua karyawannya,” jawab Darren.“Amin. Kami siap bekerja keras untuk perusahaan, pak,” manajer pemasaran yang menjawab mewakili yang lainnya. Karena yang lainnya juga mengangguk setuju.“Itu yang saya mau. Kita harus benar-benar berjuang. Proyek ini jangka panjang dan kita tidak boleh gagal. Ingat pertahankan kualitas karena hanya itu yang membedakan proyek kita dengan perusahaan lain,” ucap Darren lagi.“Baik, pak. Kami akan memastikan semuanya sesuai dengan permintaan, anda.”Darren menggangguk, lalu ia menoleh ke arah Bayu. Darren pun berkata, “Bay, aku pulang dulu ya,” pamitnya.“Baik, Pak.”Darren pun berpamitan pada semua tim inti yang ada di sana. Bayu mengantarnya sampai lobby restoran.
Di sela-sela makan siangnya bersama tim yang akan ia ajak menyelesaikan proyek jalan tol itu, Darren akhirnya melirik jam di pergelangan tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul 12.00 siang tepat. Gerakannya pelan, seolah ia ingin memastikan kembali angka yang tertera di sana. Hatinya langsung teringat pada perbedaan waktu yang cukup jauh antara Jakarta dan New York. Ia tahu, ketika di sini baru saja melewati tengah hari, di New York justru sudah larut malam. Bahkan kemungkinan besar anak sulungnya, Raja, sedang beristirahat setelah seharian bekerja.Darren sempat bimbang. Ia memegang sendok, menunduk sebentar, lalu meletakkannya kembali di atas piring. Ia sadar kalau waktu ini bukanlah waktu terbaik untuk menghubungi anaknya. Tapi di sisi lain, ada dorongan kuat di dadanya. Sejak pagi tadi, setelah pengumuman tender keluar dan perusahaan yang ia pimpin berhasil menang, hatinya terasa begitu penuh. Ia ingin segera menyampaikan kabar itu. Rasanya kemenangan yang besar ini kurang lengkap
Setelah acara pengumuman tender selesai, Darren meninggalkan ballroom hotel dengan wajah lega. Sambil melangkah keluar, ia sempat menyalami beberapa pengusaha lain yang mendekatinya untuk memberi selamat. Ia tetap rendah hati, hanya mengucapkan terima kasih singkat, meskipun hatinya sebenarnya sedang melonjak gembira.Di lobi hotel, Bayu, asistennya yang sudah mendampingi sejak pagi, mendekat sambil membawa ponsel.“Pak, mau langsung ke kantor atau bagaimana?” tanya Bayu.Darren berpikir sebentar, lalu berkata, “Hubungi semua tim inti yang tadi hadir. Saya mau kita kumpul makan siang bersama. Pilih restoran yang nyaman, privat, dan bisa menampung sekitar 25 orang. Hari ini kita rayakan kerja keras mereka. Setelah itu baru kita bahas langkah awal proyek ini.”“Baik, Pak. Saya segera atur,” jawab Bayu sambil mencatat di ponselnya.Tidak lama kemudian, Bayu berhasil memesan sebuah restoran mewah yang terletak tidak jauh dari hotel. Restoran itu terkenal dengan ruang VIP yang bisa menampu