Darren melepaskan pakaian istrinya, merebahkan tubuh istrinya di atas ranjang. Sementara dia masih mengenakan celana, hanya pakaian bagian atasnya saja yang terlepas. Nayla memejamkan mata saat bibir sang suami melumat bibirnya, ditambah tiga jari pria itu bermain di area kewanitaannya. Sungguh badan Nayla seketika meremang. “Maaaaaas,” desahnya. Darren melepaskan ciumannya, dia kini berpindah ke atas dada sang istri. Bibirnya melahap dada itu secara bergantian dan terburu-buru, seperti anak kecil yang sedang kehausan. Darren tak membiarkan sejengkalpun dari area sensitif istrinya lepas dari permainan lidahnya.Tangannya meremas dada istrinya yang terbebas dari bibirnya. Semakin lama permainan itu semakin panas. Keringat bercucuran membasahi tubuh keduanya. Baik Nayla maupun sang suami saling menginginkan satu sama lain. Dan malam ini benar-benar menjadi malam yang penuh gelora untuk mereka berdua.Saat Darren dan Nayla sedang bermesraan di dalam, sementara itu di luar rumah, tiga o
“Jangan ngaku kalau kamu itu adalah sosok aunty kesayangan Raja jika nggak berhasil membujuk Raja buat tidur sama kamu,” ucap Darren.Ruang keluarga malam itu sebenarnya cukup tenang. TV menyala, tapi tidak ada yang benar-benar memperhatikan acara yang sedang tayang. Marcella duduk di salah satu sisi sofa sambil memeluk bantal kecil, Nayla duduk bersandar santai dengan secangkir teh di tangan, sementara Darren duduk menyilangkan kaki dengan ekspresi iseng sejak awal. Mbak Siti duduk tidak jauh dari Raja, memastikan bocah tiga tahun itu tidak iseng memencet tombol remote acak-acakan lagi.Begitu Darren melontarkan kalimat tadi, Marcella langsung melirik ke arahnya dengan alis terangkat. Ucapan itu jelas memancing. Dia tahu Darren sedang menggodanya, tapi baginya, itu bukan sekadar iseng. Itu tantangan. Dan dia paling tidak bisa dianggap kalah.Marcella mendengus. Wajahnya datar, sorot matanya jelas nggak mau disudutkan begitu saja. Dia menoleh sedikit ke arah Raja, lalu kembali mengar
“Loh, Mas. Kok cepat banget?” tanya Nayla sambil berjalan ke arah pintu, sudah mengenakan piyama tidur. Dia berjalan menghampiri sang suami yang baru masuk ke dalam rumahnya. “Malas,” jawab Darren. Dia langsung masuk, melepaskan jasnya, dan menaruhnya di sandaran kursi di meja makan. Wajahnya tampak masam, dan Nayla tak perlu tanya sudahtahu penyebabnya, langkahnya cepat, jelas dia ingin langsung masuk dan senang terbebas dari percakapan yang tidak penting di restoran. Begitu pintu tertutup, suasana rumah sang istri langsung terasa berbeda. Bukan karena Darren datang membawa angin segar, tapi karena Raja langsung berteriak senang dari arah ruang keluarga. Bocah tiga tahun itu awalnya duduk di sofa bersama Marcella, sibuk menyusun balok mainan yang sebenarnya lebih sering berakhir berantakan daripada jadi bentuk utuh. Begitu melihat Darren, Raja langsung berdiri, berlari, dan meloncat ke pelukan sang Daddy. Seolah dari tadi dia sudah menunggu dengan penuh semangat, padahal lima me
“Aku belum terlambat, kan?” tanya Maria dengan wajah sok polos, seolah dia tamu kehormatan yang memang ditunggu-tunggu sejak tadi.Darren langsung menoleh. Sorot matanya langsung tajam menatap wanita itu. Jelas dia tidak suka Maria muncul di sini. Tapi seperti biasa, Miranda malah tersenyum manis, seolah-olah semua ini bagian dari rencananya yang sudah matang.“Kami juga baru sampai, silakan duduk,” ucap Miranda ramah, senyumnya tidak pernah lepas sejak Maria muncul. Entah senyum karena bahagia, atau karena skenario yang dia susun berjalan sesuai keinginannya.Maria mengangguk dan langsung duduk di samping Darren, tanpa ada keraguan sedikitpun. Seolah kursi itu memang disediakan khusus untuknya. Darren hanya diam, tapi wajahnya langsung berubah masam. Pandangannya lurus ke depan, tidak mau melirik sedikit pun ke arah wanita yang sekarang menempel di sisi kirinya.Andika yang duduk tak jauh dari mereka, terlihat kikuk. Dia diam saja, seperti sedang menahan napas. Matanya beberapa kali
“Halo, Mas? Udah kangen lagikah?” sindir Nayla.Darren terkekeh dari seberang telepon, “kangen banget. Aku cuma mau bilang jangan lupa minum obat kuat, karena aku akan minta jatahku 3 ronde. Gak boleh kurang.”Wajah Nayla panas, bukan karena marah tapi dia malu mendengar ucapan suaminya. “Kamu ini kalau telepon aku nggak jauh-jauh dari urusan itu,” ucap Nayla ketus.“Kalau urusan tembak-tembakan pastinya aku telp Raja dong, sayang,” jawab Darren. Terdengar suara Marcella di rumah sang istri membuat Darren berdecak sebal.CK“Ada dia?”Nayla terkekeh, bukankah tadi pagi aku sudah bilang dia akan datang hari ini, Mas. Kalau menaklukkan Raja saja kamu bisa, masa pawangnya Raja gak bisa kamu taklukkan juga,” ejek Nayla.“Galak banget, dia,” ucap Darren. Nayla hanya terkekeh.“Oh iya, sayang. Nanti malam aku mau temenin Mama dulu ketemu sama kolegannya nenek. Sepertinya ada hal penting yang akan dibicarakan. Mama sih memintaku datang ke restoran, jadi setelah dari makan malam itu aku bar
“Maaaaaaas!”Teriakan Nayla menggema dari depan ruang kerja CEO Atmaja Group. Suaranya bikin Bayu langsung refleks berdiri dari kursinya. Darren yang sedang duduk selonjoran dengan sandal jepit, dan Raja yang lagi main robot-robotan di bawah meja, langsung menoleh kaget.Pintu terbuka lebar. Nayla muncul dengan wajah merah, alis terangkat, dan tangan di pinggang. Begitu matanya menyapu seluruh ruangan, napasnya langsung naik-turun. Ruang kerja Darren udah seperti ruang kelas anak TK campur markas ninja. Robot-robot plastik berserakan, pistol mainan ngelinding ke kolong sofa, pedang-pedangan nyangkut di tirai. Meja kerja penuh stiker, sticky note coret-coretan Raja, dan ada tumpahan susu kotak di pojok.Rambut Raja acak-acakan seperti baru bertarung lawan lima anak tetangga. Jaketnya entah ke mana, sekarang dia cuma pakai kaos oblong tipis yang udah hampir melorot ke bahu. Darren sendiri? Lebih cocok disebut tukang parkir daripada CEO. Kemeja terlepas setengah, rambut berantakan, dan..