“Pak… harga saham anjlok.”Ucapan itu jatuh begitu saja dari bibir Bayu, namun bagi Darren, kata-kata itu terasa seperti hantaman palu godam ke dadanya.“Apa…?” Suara Darren tercekat, matanya membesar tak percaya.“Ini… jauh lebih parah dari sebelumnya, Pak.” Bayu melangkah maju, tangannya gemetar saat menyerahkan MacBook yang menampilkan grafik merah menyala, garisnya menukik tajam bagai jurang yang tak berujung.Darren menatap layar itu. Setiap detik, angka demi angka berubah, seolah-olah mempermainkan hatinya. Wajahnya memanas, urat-urat di pelipisnya menegang. Baru saja ia berencana pergi ke kantor polisi untuk menghadapi John—pria yang diduga menjadi dalang di balik pemberian racun—namun kini badai lain datang menerjang tanpa ampun.Bagaimana ini bisa terjadi? Bayu, bukankah kemarin semuanya masih terkendali? pikirnya.Nafas Darren terasa berat. Warna wajahnya memudar, digantikan pucat yang menyebar hingga ke leher. Keringat dingin mengalir deras, membasahi pelipis dan punggungny
Darren duduk di ruang kerjanya dengan punggung tegak, pandangan fokus pada tumpukan dokumen yang baru saja Bayu letakkan di mejanya. Sejak pagi, pikirannya terbagi dua: satu sisi masih memikirkan keselamatan Raja, sisi lain menuntutnya tetap menjalankan roda perusahaan. Sebagai CEO, dia tidak punya kesempatan untuk larut terlalu lama dalam urusan pribadi, meskipun hati dan pikirannya jelas masih berada di rumah bersama anaknya.Jam di dinding menunjukkan hampir pukul setengah sebelas. Bayu kembali masuk ke ruangannya, mengingatkan bahwa rapat dengan dewan direksi akan segera dimulai. Darren menutup map terakhir, lalu berdiri sambil merapikan jasnya. Dengan langkah mantap, ia keluar dari ruangan, diikuti Bayu yang membawa berkas presentasi. Lift khusus direksi membawa mereka langsung menuju lantai dua, di mana ruang rapat utama sudah menunggu.Begitu pintu lift terbuka, suasana serius langsung terasa. Para anggota dewan sudah duduk di kursinya masing-masing, sebagian masih menatap lap
Setelah mengantarkan anak dan istrinya pulang dan memastikan Mbak Siti benar-benar mengerti bahwa dia tidak boleh meninggalkan Raja sama sekali, apalagi kalau Nayla sedang istirahat, Darren pun segera bersiap menuju kantor. Dari wajahnya terlihat jelas kalau pikirannya masih penuh, tapi pekerjaan tetap menunggu.Hari ini dia ada meeting penting, dan Bayu sudah lebih dulu berangkat ke kantor sejak pulang dari kantor polisi. Darren sendiri baru pulang dari rumah sakit, sempat mandi dan berganti pakaian, lalu langsung menuju gedung kantornya. Mobil berhenti di depan lobby, pintu dibukakan oleh security, dan langkahnya tegap meski raut wajahnya serius.Tepat pukul 11.00 siang, pria itu sudah tiba di kantor. Suasana lobby cukup ramai, beberapa karyawan terlihat lalu lalang dengan map di tangan.“Selamat siang, Pak,” sapa para karyawan yang melihat Darren masuk. Suara mereka terdengar penuh hormat, beberapa menunduk sedikit.“Hm,” Darren hanya berdehem sambil mengangguk singkat. Itulah jawa
Infus di tangan Raja akhirnya kosong setelah tiga puluh menit pemeriksaan itu berlalu. Cairan terakhir menetes, meninggalkan bekas plester di kulit putihnya. Nayla segera menekan tombol pemanggil, dan beberapa detik kemudian seorang suster masuk, melepaskan jarum infus dengan hati-hati. Raja meringis sedikit, tapi cepat kembali ceria.“Berarti sekarang Raja boleh pulang, Ma?” tanyanya sambil mengangkat kepala, matanya berbinar penuh harap.Dia sudah ingin sekali kembali ke rumah yang baru. Di sana ada banyak ikan yang akan membuat harinya lebih penuh warna. Dan yang paling penting, dia harus menagih janji pada sang Daddy.“Iya, Sayang. Sebentar lagi Raja akan pulang,” jawab Nayla sambil merapikan selimutnya.Tidak hanya Raja yang senang mendengar itu. Kedua orang tuanya pun sangat bahagia ketika dokter mengatakan kalau tidak ada luka serius yang diderita oleh bocah laki-laki ini. Setidaknya sekarang Nayla bisa bernafas legal. Tapi dia juga harus lebih berhati-hati kedepannya. Nayla t
“Tuan, ngapain Anda di sini? Siapa yang sakit?” tanya Bayu begitu melihat Andika mendekat ke arahnya. Dalam hatinya, Bayu sudah curiga. Ia tahu betul, pria tua itu pasti bukan datang tanpa alasan. Dan jika benar Andika sengaja muncul di rumah sakit ini, bisa dipastikan ia datang untuk melihat Raja.Jika benar, maka kecurigaan Bayu terhadap Miranda semakin kuat. Tak mungkin Andika datang hanya untuk iseng. Dan tak mungkin tiba-tiba Andika tahu mengenai keadaan Raja.“Biasa. Aku kontrol bulanan ke sini,” jawab Andika singkat. Ia berbohong, tentu saja. Ia hanya berharap Bayu akan mengatakan sesuatu tentang Raja. Tapi ternyata tidak.“Oh.” Bayu hanya menjawab pendek, tidak ingin menunjukkan reaksi apa-apa. Ia paham betul situasi yang sedang terjadi. Tidak ada yang bisa dipercaya sepenuhnya, apalagi seseorang yang masih terikat dengan Miranda, entah sebagai suami atau sebagai tameng.“Kamu ngapain di sini? Nggak kerja?” tanya Andika lagi. Kali ini terdengar seperti basa-basi, tapi Bayu tah
Setelah dari kantor polisi, Ilham akhirnya menuju ke rumah Miranda. Dia berdecak kagum melihat rumah mewah itu. Sekilas ia berangan-angan menjadi suami Miranda. Jujur sejak dulu, saat kasus Miranda terkuak dengan lelaki yang lebih udah darinya dan videonya yang sudah sempat beredar di sosial media, sejak saat itu dia mengagumi Miranda. Dia yakin perempuan ini adalah wanita yang memiliki gangguan seksual atau hiperseks.Buktinya tadi malam, hanya dengan sedikit ancaman saja wanita ini sudah Aku menyerahkan dirinya pada Ilham. Mulutnya berkata tidak, tapi sentuhan Ilham justru membuat Miranda mabuk kepayang. Tumbuhnya bereaksi berbeda dengan kata-kata yang terucap dari mulutnya.Dan kini, Ilham yakin Miranda akan ketagihan berhubungan dengannya. Dia sangat yakin itu. Matanya menyapu sekeliling rumah itu, namun tak ada tanda-tanda suami Miranda terlihat di kediamannya. “Aku lebih tampan dari lelaki itu. Aku yakin, istrinya akan terus kecanduan bersamaku. Apalagi dulunya dia hanya sopir,