Home / Romansa / Gairah Pengawal Nona Muda / Chapter 6 : Gagal dalam misi

Share

Chapter 6 : Gagal dalam misi

Author: R L
last update Last Updated: 2024-06-11 13:31:25

Setelah dua jam akhirnya Leo pun kembali ke kamar. Berjalan masuk dengan menyelipkan tangan di saku celana. Sorot matanya kosong seakan dipenuhi pikiran. Dia lalu menghela napas dan menoleh pada Claire yang menangis terisak dengan menjatuhkan kening di layar ponsel.

“Hei, kau kenapa?” Leo berjalan pelan menghampiri.

Leo tidak mendapat jawaban apa pun. Disibaknya helai rambut Claire yang menutupi layar ponsel, lalu diraihnya ponsel itu perlahan dari tangan lemah sang gadis.

Ibu jari Leo mengusap sisa tetesan air mata yang membasahi layar. Ingin segera mencari tahu penyebab Claire menangis. Matanya kini terfokus pada unggahan video singkat skandal antara dirinya dan gadis itu. Sejak tersebar kemarin pagi, sejumlah komentar negatif menyerang dari ribuan penonton, lebih parahnya unggahan itu turut dibagikan ulang.

Rahang Leo mengeras, hatinya diliputi rasa dendam melihat situasi saat ini. Namun, saat dia tengah berusaha menahan diri, tiba-tiba Claire malah menghambur memeluk erat tubuhnya dengan isak tangis yang begitu lirih.

“Jangan tinggalkan aku ….”

Kebimbangan Leo semakin menjadi-jadi, sedikit pun tersentak, cepat meletakkan ponsel itu kembali. Perlahan satu tangannya terangkat lalu mengusap halus punggung Claire. Akan tetapi, hatinya kini bergejolak menantang logikanya sendiri. Antara iba dan tidak peduli. Karena pembicaraannya tadi dengan sang ayah, menyadarkannya oleh sebuah misi balas dendam. 

Leo melipat satu tangannya ke belakang, jarinya hendak meraih sebuah benda di pinggang yang sengaja ditutupi oleh kemejanya.

“Dengan bodohnya kau lepaskan anak gadismu berada di tangan pria asing, Tuan Foster. Misiku hampir selesai.” Leo membatin. “Maafkan aku, Claire …,” bisik Leo.

Tangan Leo kini menggenggam gagang Glock-nya, jenis senjata api senyap yang digunakan untuk eksekusi jarak dekat. “Aku akan membuatnya cepat. Aku tidak ingin kau tersiksa,” batin Leo.

“Kau bilang apa … maaf?” Claire menghentikan tangis dan mengangkat kepalanya, dia mendongak menatap wajah Leo dari jarak dekat. “Kau bahkan tidak perlu meminta maaf padaku. Leo.” Claire sekilas mendengar gumaman pria itu.

Leo pun tersentak dan menahan gerakannya. Lidahnya tercekat. Nyaris saja dia mengeluarkan senjatanya dan bisa terlihat oleh Claire. Kini tangannya masih membeku di belakang punggung.

“I-iya, aku … memang bersalah, Claire. Karena  ….”

“Bunuh aku!” ucap Claire tiba-tiba

“Apa?!” Leo tersentak mendengar ucapan Claire. Dia pikir gadis itu mengetahui niatnya beberapa menit lalu.

“Bunuh aku, Leo. Sekarang!”

Leo membuang napas kasar sambil mendongakkan kepala. “Huft! Yang benar saja!” gumamnya.

“Ada apa?” tanya Claire bingung melihat sikap Leo.

“Tidak.” Leo menunduk dan kembali menatap Claire. Sebelah tangannya yang tadi disembunyikan kini tidak jadi meraih pistol itu. Malah dia menangkup wajah gadis di hadapannya, karena merasa ini tidak tepat untuk membuat calon korbannya malah meminta dibunuh. Sangat di luar pikiran Leo. “Untuk apa kau minta aku membunuhmu?”

“Berilah satu alasan, untuk apa aku harus bertahan hidup.” Claire menatap Leo dengan intens. Mencari jawaban jujur di kedua bola mata abu-abu pria itu. “Bukankah tidak ada yang menginginkanku? Aku ini lebih baik mati, Leo. Bahkan keluargaku turut menghempaskanku ke jalan tanpa kasihan!”

Leo berpikir sejenak. Meski tidak yakin kata-kata selanjutnya. Dia hanya bermaksud menenangkan gadis itu. “Bukankah kau sudah memilikiku?”

“Tapi … kenapa alasannya kau?”

“Karena kau hanya akan mati bersamaku,” jawab Leo dengan nada datar.

“Aku belum menyukaimu. Dan pernikahan ini ….”

“Bagaimana denganku? Mungkin … kita sama,” balas Leo sambil bangkit dari tempat tidur. “Tapi katakan, jika kau benar-benar ingin melakukan hubungan itu denganku. Sepakat?”

Sementara itu Leo perlahan menggeser tubuh ke dekat nakas, membuka laci menaruh senjatanya saat Claire memalingkan wajah.

Claire yang masih menunduk ragu dan malu, kini mengangguk pelan. “Sepakat.” Wajah gadis itu bersemu memerah, teringat oleh ikatan pernikahan yang karena suatu skandal yang tidak terlupakan.

“Ayo, bangunlah. Kita akan berkeliling ke belakang mansion. Ada banyak hal menarik di balik sisi gelap wajah bangunan ini.” 

Leo mengulurkan tangannya pada Claire. Perlahan Claire tersenyum dan menyambut tangan pria itu. Namun, baru saja hendak menggerakkan tubuhnya, Claire mengernyitkan dahinya seperti menahan sakit.

“Aw!”

“Ada apa?”

Claire menggeleng sambil menunduk. “Tidak apa-apa. Hum … kuharap kau tidak melakukan hal itu lagi padaku, Leo. Itu sangat menyakitkan,” bisik Claire dengan wajah merona. 

“Maksudmu? Hum … Oh, itu.” Leo baru menangkap maksud Claire. “Maaf, kenapa kau tidak bilang, kupikir kau baik-baik saja dari kemarin. Lain kali aku ak—.”

“Tidak ada lain kali!” sambar Claire. “Baik-baik saja katamu? Aku terpaksa menahannya, tahu tidak? Bahkan sampai detik ini aku tidak tahu berapa lama itu terjadi!”

“Tiga. Hum … empat, mungkin lima jam,” ungkap Leo dengan santai. “Oh, kurasa lebih.”

“Dasar bodoh!” Claire menepuk pundak Leo cukup keras sambil perlahan berjalan melewati. “Uh, ya Tuhan … ini memalukan!” Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. 

Leo tertawa kecil melihat Claire yang begitu malu. Keduanya pun berjalan pelan keluar kamar.

Setiap penjaga yang melewati Leo dan Claire, membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi hormat. Yang dilihat bahwa sang putra pemilik organisasi besar itu telah kembali. Sebagian besar dari mereka memperbincangkan sosok gadis yang bersama Leo, yang belum sempat dikenalkan pada semua orang di sana. 

Bahkan, saat ini Leo belum sempat beristirahat, karena terus mengawasi Claire.

“Tadi pagi. Apa yang kau lakukan di dekat dapur?”

“Aku sedang memperhatikan para koki memasak sarapan untukku. Dan meminta salah seorang pelayan mengantar makananmu ke dalam kamar. Dan mereka bilang kau tidak ada. Hampir saja aku akan memeriksa CCTV.”

Mereka pun berjalan ke bagian belakang mansion yang terdapat halaman luas. Jika dilihat dari pintu belakang mansion yang memiliki dataran lebih tinggi, maka akan tampak sebuah maze berukuran cukup besar yang terbuat dari pagar tanaman setinggi 1,5 meter,  bagi mereka itu untuk skala permainan anak-anak kecil. 

“Sebuah maze. Kau suka?” Leo melirik ke arah Claire sambil mengusap-usap dagu. “Tapi aku tidak menyarankan kau berada di sana untuk bermain,” lanjutnya.

“Kenapa? Itu pasti menyenangkan.”

“Itu untuk anak-anak.” Leo melihat Claire yang masih memandang takjub keindahan halaman belakang mansion. “Tapi bukan seorang gadis manja yang akan tersesat di dalam sana. Itu akan merepotkanku,” tambahnya.

Claire terkejut mendengar kata-kata Leo yang bermaksud sindiran. Mulutnya sampai menganga saking kesal dan tidak percaya. “Apa maksudmu? Huh! … Awas kau, ya!”

Leo tertawa kecil dengan deretan giginya yang putih, dia berhasil menggoda Claire. Cepat-cepat saja pria itu menuruni tangga agar tidak dipukul olehnya. Akan tetapi, Claire yang belum sempat mengejar, tiba-tiba berteriak kesakitan.

"Awh!!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 21: Segudang rencana Goldstein

    Semenjak kejadian makan malam itu, aura ketegangan semakin menyelimuti suasana mansion antara keluarga Goldstein dan Claire. Di sebuah ruang kerja dengan cahaya yang redup, Robert dan Ivand berdiskusi tentang keberadaan Alexandra yang dianggap menghalangi segala rencana. “Ayah. Aku tidak bisa membiarkan Alex tetap berada di mansion. Kau lihat bagaimana dia terus melindungi wanita itu!” Ivand bersandar di kursi sambil menggigit kepalan tangannya. Muncul perasaan khawatir dan geram atas sikap Alexandra yang tidak mendukung segala tujuannya. “Keterlibatan Alex tidak akan menghentikan langkahku memisahkan Leo dari wanita itu,” ucap Robert dengan nada ragu, “dan kau sangat

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 20 : Menanti Kedamaian

    Ketegangan terus bergulir hari demi hari, Claire tetap merasakan aura yang sama setiap kali berada di tengah-tengah keluarga Goldstein. Dia mulai tidak yakin keberadaan Alexandra akan membawanya pada kedamaian di dalam mansion itu. Entah sampai kapan dirinya bertahan sebagai menantu dan adik ipar yang tidak pernah diharapkan.Alexandra mengantar Claire ke dalam kamar, berusaha menenangkan sang adik ipar yang kembali terlihat ketakutan. Gemetar tubuh gadis itu bisa dirasakan olehnya, saat merangkul dan mengajak kembali ke dalam kamar. Ditambah sikap sinis Robert mengetahui Claire tidak menghabiskan makan malamnya, hal yang melanggar aturan keluarga Goldstein sejak dulu. Kamar Claire tampak nyaman dengan perabotan mewah, tetapi atmosfernya terasa suram, mencerminkan suasana hati penghuninya. Claire masih tampak gelisah, tetapi Alexandra berusaha menenangkan dengan senyuman hangat dan sikap lembut."Claire, maafkan sikap ayah dan adikku. Kami memiliki aturan yang kuat di dalam keluarga

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 19 : Pertemuan Alexandra dan Ivand

    “I-iya. Siapa kau?” ucap Claire sembari meremas dan memeluk selimut tebalnya. Tatapan Alexandra semakin aneh, bingung, kenapa gadis ini melihatnya seperti hantu. Namun, menyadari ini semua hasil tekanan dari Robert dan Ivand, seketika dia pun mengubah ekpresinya. Langsung mengembangkan senyum dan menatap Claire dengan iba. “Perkenalkan. Alexandra, anak tertua Goldstein.” Dengan gaya bicara tegas, tapi ramah. Alexandra mengulurkan jabat tangan. Claire masih mendelik karena tengah waspada, perlahan menurunkan pandangan pada uluran tangan Alexandra. “Se-senang bertemu denganmu.” Telapak tangan Claire terasa dingin, bukan karena udara malam di dalam ruangan. Akan tetapi, sebuah ketakutan mendalam begitu terasa, hingga tubuhnya merespon berlebihan. “Ada apa, Claire? Kenapa kau makan malam di kamarmu. Sebaiknya kau bergabung dengan kami di ruang makan, ayolah,” ajaknya sambil tersenyum ramah. Wanita bertubuh tinggi itu tahu, dia tidak boleh membuat Claire semakin takut.

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 18 : Alexandra Goldstein

    Ketika Alexandra tiba di mansion, suasana tegang langsung terasa. Mobil mewah yang dikendarainya berhenti tepat di depan pintu utama, menarik perhatian semua orang di sekitar. Pintu mobil terbuka, dan Alexandra keluar dengan anggun, mengenakan pakaian desainer yang menunjukkan kesuksesannya di dunia fashion. Rambut pirangnya tergerai sempurna, dan tatapan matanya yang tajam menunjukkan bahwa dia bukan lagi gadis yang pernah meninggalkan rumah ini.Saat memasuki ruang utama, Alexandra menurunkan kacamata hitamnya dan melihat suasana mansion yang masih sama seperti dia tinggalkan dulu. “Bau yang masih sama,” ucapnya sambil menghirup dalam-dalam, lalu mengempaskan napas lega. “Kau,” panggil seorang pria paruh baya.Alexa membalikkan tubuhnya dan dilihatnya kini wajah Robert, sang ayah, menatapnya dengan heran. “Ya, aku. Terkejut?”Robert Goldstein, dengan pandangan tajamnya, menyambut kedatangan putrinya yang sudah lama pergi. "Alexandra, apa yang membawamu kembali?" tanyanya dengan su

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 17 : Tekanan Dalam Mansion

    Di saat yang sama, Claire di mansion keluarga Goldstein merasakan kesepian dan ketidakpastian yang semakin dalam. Meskipun dia tahu apa yang Leo hadapi, dia berharap sang suami akan segera kembali dan membawanya keluar dari mimpi buruk.Claire merasa semakin tertekan. Di samping itu, Ivand terus membuatnya merasa tidak nyaman dengan pandangan sinis dan sikapnya yang misterius. Gadis itu tidak tahu apa-apa tentang dendam keluarga Goldstein, hanya merasakan ketegangan yang menyelimuti rumah besar itu.Sedangkan Robert, kini telah melarang Leo mengakses mansion untuk sementara waktu, hingga membuat Claire merasa semakin terisolasi. Tanpa ada yang bisa diandalkan di mansion dalam waktu dekat. Gadis itu mulai berpikir untuk kabur dan mencari bantuan di luar yaitu Flint.Malam itu, di balkon kamar, Claire memandang ke arah langit dengan perasaan cemas. Dia memikirkan Leo, berharap akan kembali dengan selamat. Sang gadis menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa cemas yang menggerogoti pi

  • Gairah Pengawal Nona Muda   Chapter 16 : Kawasan Konflik

    Di sebuah ruang briefing yang tersembunyi, Leo berdiri di depan papan digital yang memproyeksikan peta kawasan konflik. Di sekelilingnya, lima anggota tim utama intelijen terbaiknya duduk dan siap untuk memberikan instruksi pada para agen lapangan."Baiklah, semua," kata Leo, membuka rapat dengan nada tegas. "Kita punya misi kritis di depan kita. Agen kita, John, telah ditawan oleh kelompok pemberontak di sektor ini," ujarnya sambil menunjuk pada titik merah di peta."Informasi terbaru yang kita dapatkan menunjukkan bahwa mereka menggunakannya sebagai alat tawar-menawar," tambah Leo. "Pemimpin pemberontak, dikenal sebagai Kael, meminta tebusan besar. Tapi kita tidak akan menyerah pada tuntutan mereka."Ethan, seorang ahli strategi, mengangkat tangan. "Bagaimana kita memastikan keselamatan John tanpa menuruti tuntutan mereka?""Kita akan menggunakan elemen kejutan dan strategi psikologis. Rencana kita adalah menyerang markas mereka secara diam-diam, menciptakan kekacauan dan ketakutan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status