LOGIN"Makasih ya udah nemenin nganterin Luna pulang."
"Iya sama-sama." "Yuk masuk." Leon mengangguk, Nozela menggandeng lengan Leon lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah. Nozela menyuruh Leon duduk di sofa ruang tamu sementara dia pergi ke dapur. "Ada yang bisa di bantu non?" Tanya Bik Jum. "Bikinin dua jus jeruk ya bik, sama bawa cemilan dan jangan lupa bawain kelengkeng Ojel." "Siap non." Nozela tersenyum lalu kembali ke ruang tamu. "Orang tua kamu kemana Zel?" Tanya Leon. Nozela mengedikkan bahunya. "Nggak tahu, tadi sih masih di rumah." Tak lama kemudian Bik Jum datang sambil membawa nampan. "Silakan minumnya den non." "Makasih bik." Ucap Leon. Bik Jum mengangguk. "Saya permisi dulu non." Setelah kepergian Bik Jum, Nozela mengambil kelengkeng lalu mengupasnya. "KNozela mengendarai mobilnya menuju kost Thalia, mulutnya terus mengunyah permen karet yang sudah tak terasa manis itu. Nozela mehentikan mobil Nozela tepat di depan gerbang kost khusus putri. "Masuk Tha." Ucap Nozela. Thalia segera masuk ke mobil Nozela, setelah memasang seat beltnya, Nozela segera melajukan mobilnya menuju toko buku. Karena jadwal kuliah mereka siang, Thalia mengajaknya pergi ke toko buku. "Lo nanti mau beli buku apa Jel?" "Gue pengen caro novel aja sih Tha." Thalia mengangguk. Setelah kejadian beberapa hari lalu hubungan mereka sudah kembali seperti biasanya. Lebih tepatnya Nozela yang tak ingin hubungan persahabatan mereka retak. Bahkan Thalia pun sekarang masih merasa canggung pada Nozela. Beberapa menit kemudian, mobil Nozela berhenti di parkiran toko buku. Meski bukan hari libur, namun toko itu selalu ramai. Mereka segera turun lalu masuk ke dalam. Nozela m
Nozela berkali-kali mengecek ponselnya, pesan yang dia kirim ke William masih centang dua abu-abu yang artinya belum dibuka sama sekali. Sudah hampir setengah jam dia menunggu namun William tak datang-datang ke rumahnya. Nozela mengusap perutnya yang nyeri sekaligus lapar, dia menghela nafas panjang. Entah berapa lama lagi dia harus menunggu sahabatnya itu. Nozela bangkit dari tidurannya, dia menyandarkan tubuhnya ke headboard sambil berkirim pesan dengan Leon. "Tck, Liam lama banget sih." Gumam Nozela kesal. Brum. Brum. Terdengar suara mobil memasuki halaman rumahnya, Nozela segera turun dari ranjang lalu pergi ke jendela kamarnya. Saat dia menyibak gorden, dia tersenyum saat melihat William turun dari mobil sambil membawa beberapa kantong plastik. Nozela langsung kembali ke ranjang lalu memakai selimutnya, tak lama pintu kamarnya di ketuk dari luar. William kemudian masuk lalu berjalan menuju
"Lepasin Cla." Clarissa mengangguk, perlahan jari lentiknya itu melepaskan gasper serta kancing celana William. Srit. Clarissa berhasil menurunkan resleting celana itu, dan sesuatu mulai terlihat di balik boxer William. Semangatnya semakin membara, dengan gerakan cepat dia menurunkan celana yang dipakai William, merasakan detak jantungnya yang semakin cepat dan kehangatan yang menyelimuti dirinya. Suasana menjadi semakin intens, namun Clarissa tetap mencoba menahan perasaannya, menikmati momen itu dengan penuh kehalusan dan kehangatan yang mendalam. "Wow." Ucapnya setelah itu menjilat bibirnya. William menatap miliknya yang sudah berdiri tegak, tanganya mulai menurunkan boxernya. Seketika benda panjang dan keras itu mencuat keluar. William mendekati Clarissa dan mulai mencium bibirnya dengan penuh gairah. Sentuhan hangatnya terasa begitu intens, membuat Clarissa merasakan gelombang perasaan yan
Drrtt. Drrtt. Leon mengambil ponselnya yang berada di dasbor mobilnya, dia mengerutkan keningnya saat melihat nama Nozela yang menghubunginya. "Nozela? Apa ada yang ketinggalan?" Gumamnya. Leon segera menggeser ikon hijau pada layarnya. "Halo sayang." "Leon." Terdengar rengekan dari sebrang telepon membuat kerutan dahi Leon semakin dalam. "Ada apa Zel? Ada yang ketinggalan?" Leon segera menepikan mobilnya ke bahu jalan. "E-enggak. Tapi...." "Tapi apa? Aku balik ya, mumpung belum jauh." "JANGAN!!." Leon menjauhkan ponselnya dari telinga, pekikan kekasihnya membuat telinganya sakit. "A-aku minta maaf." "Buat?" "Mobil kamu." Leon menoleh ke kanan dan ke kiri, meneliti mobilnya takut ada apa-apa. Namun tak ada yang aneh sama sekali. "Mo
Nozela berjalan lebih dulu menuju kelasnya, meninggalkan Leon yang justru tersenyum lebar membuat para gadis menjerit kegirangan. Nozela meletakkan tasnya di meja sedikit kasar membuat Thalia yang tengah membaca catatanya menoleh. "Kenapa tuh muka pagi-pagi udah kusut?" Tanya Thalia. "Gue kesel sama Leon." Thalia memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat menghadap ke Nozela. "Kenapa lagi? Bukannya tadi malem aja dapet kejutan ya." "Tahu nggak Tha-" "Enggak." Jawab Thalia memotong perkataan Nozela. "Ih, gue belum selesai." Thalia terkekeh pelan. "Iya ya, lanjut." "Tadi waktu sampai di parkiran, banyak banget cewek-cewek yang godain Leon. Mana di depan gue banget lagi, pada bisik-bisik. Gue kesel jadinya." Ucap Nozela. "Cuma itu?" Tanya Thalia. Nozela membelakan matanya. "Cuma, lo bilang?"
"Kalian cocok ya?" Thalia sedang memandangi ponselnya yang menampilkan halaman akun media sosialnya. Tatapannya lurus menatap foto dan video sepasang kekasih yang tengah berbagi momen malam ini. Mata Thalia berkaca-kaca, sekuat apapun dia menyimpan dan menahannya nyatanya hatinya juga begitu rapuh. Tes. Air matanya berjatuhan membasahi pipi mulusnya, namum bibirnya masih terus tersenyum menatap postingan Nozela dan Leon yang hanya berselang beberapa menit saja dengan foto yang berbeda namun masih dalam momen yang sama. "Gue nggak mau egois, tapi kenapa rasanya sakit banget." Thalia perlahan mengusap bekas air mata di pipinya, tangannya bergerak menyentuh ponselnya lalu memberikan komentar di postingan Nozela. Sebagai sahabat, dia akan terus memberi support pada Nozela. Sekelebat bayangan terlintas dipikirannya, Clarissa sudah tahu tentangnya yang menyukai Leon sejak semester awal perkuliahan. T







